CHAP. 5
Antheia terpaksa terjebak satu mobil dengan seorang pria.
Memang, selama ini dia sudah pernah berurusan dengan banyak pria, di luar pekerjaan. Namun, hanya segelintir pria yang bisa melakukannya. Karena jelas, Antheia tidak akan menjalin kedekatan kalau tidak mengincar sesuatu.
"Vel Male Cafe apa cocok untukmu?" Ruiz tak membiarkan suasana di antara mereka berubah hening dalam waktu lama.
"Aku tidak mempermasalahkan atau tidak akan meminta," jawab Antheia diakhiri senyuman manis. "Selama itu pilihanmu, Sir."
"Ah, jangan memanggilku begitu. Sebut namaku langsung saja." Ruiz jelas tersipu. Senyumannya yang terlalu lebar membuktikannya.
Pria itu sengaja mengemudi manual, agar terkesan keren di depan wanita incaran. Juga agar waktu mereka jadi lebih lama.
Antheia tiba-tiba mencondongkan tubuh ke kiri, tangannya terulur menyentuh pundak Ruiz. Sepasang matanya menatap fokus ketika pria itu menoleh.
Ceritakan semua yang ingin kutahu, tanpa kebohongan, batin Antheia.
Mata Ruiz selama sesaat mengeluarkan cahaya berbeda, kemudian pria itu tampak linglung. Dengan sigap Antheia menekan tombol autopilot dan mobil pun melaju lagi, pelan dan stabil.
"Kau tahu, belakangan pekerjaanku makin melelahkan."
Antheia mengangguk dan menyahut cuek.
"Ada sesuatu yang lain yang tersembunyi di lorong itu. Bekas ledakan di galian tambang ternyata membuka jalan menuju lorong tak berujung."
Bakat manipulasiku lumayan juga. Aku merasa sihirku makin bertambah setelah potongan ingatan random terus bermunculan. Yah, meski bentuk fana ini terlalu serba dibatasi, batin wanita itu.
"Kami menduga lorong itu mengarah pada labirin, karena ada beberapa tim penelusuran yang kembali dengan keadaan memprihatinkan, bahkan ada yang tidak kembali sampai hari ini."
"Bukankah mereka dilengkapi peralatan canggih?"
"Alat canggih tidak berfungsi. Titik terakhir yang berhasil dilacak dari mereka, berjarak puluhan sampai ratusan meter dari titik awal. Dan sebelum menghilang, titik mereka terlihat berputar-putar." Ruiz berujar dengan nada dan wajah datar.
"Apa lagi informasi selain itu?"
Perjalanan mereka masih cukup lama. Sepertinya Ruiz sengaja memilih tempat yang jauh sebagai tujuan "kencan" mereka.
"Aku sempat mendengar obrolan Pak Carolos meski samar-samar. Dia mengatakan, 'Jangan sampai lorong-lorong itu mengarah ke ruang rahasia' kepada seorang bawahan," jawab Ruiz cepat.
Ruang rahasia? batin Antheia. "Apa kau tahu soal ruang rahasia itu?"
"Tidak."
"Lalu, apa lagi informasi yang kau tahu tentang penelitian di lorong itu?" Antheia tak memberi jeda, bak seorang polisi yang menginterogasi tahanan.
"Penelitian yang dipimpin Pak Osei diawasi ketat oleh Pak Carolos. Bahkan, di timnya ada orang bayaran Pak Carolos."
Senyum sinis Antheia melebar.
"Dan terkait alat berat di tambang itu?"
"Aku tak tahu."
"Mengecewakan," ujar Antheia. "Apa Pak Carolos melakukan kecurangan lain selain itu?"
"Ya, banyak. Dan ...." Ruiz tiba-tiba berhenti berbicara, diam, bengong.
Di saat bersamaan, Antheia pun merasakan tubuhnya bereaksi aneh. Dia mendadak merasa sedikit lemah, seperti ada sesuatu yang menabrak lalu menarik sesuatu darinya.
"Hei, sepertinya aku melamun." Gaya bicara Ruiz kembali berubah. Pria itu bahkan membetulkan posisi duduknya sambil berdeham.
"Ah, ya." Suara Antheia sedikit bergetar. Tubuhnya masih merasakan dampak aneh tadi. Kemudian, pandangannya teralih pada patung Monumentale La Corso yang mulai tertinggal di belakang sana.
Monumentale La Corso berupa patung setinggi 50 meter dengan bentuk seorang wanita yang tengah duduk menenun. Matanya lurus ke bawah, seolah-olah mengamati setiap orang yang lewat.
Ada taman luas yang mengelilinginya. Berupa hamparan rumput hijau sintetis sebagai alas, ratusan anak air terjun yang selalu menampilkan tarian memukau, beberapa pohon hias dan bunga asli yang terawat, patung-patung tambahan dari beragam bahan, lalu tempat duduk.
Mobil melaju menuju Prefektur 03, di mana kafe yang mereka tuju berada.
Prefektur 03 terkenal dengan gerai-gerai atau butik pakaian yang selalu ramai dikunjungi orang. Di samping itu, di sana juga terdapat kafe-kafe atau tempat nongkrong kekinian yang selalu jadi favorit para artis.
Antheia turun setelah Ruiz membukakan pintu untuknya sambil memberikan senyum termanis.
Tanpa mereka sadari, ada orang yang diam-diam mengamati dengan kamera teracung.
***
Acara makan malam berdua itu terpaksa berakhir lebih cepat karena Ruiz mendadak ditelepon oleh atasannya, disuruh harus kembali ke lokasi.
Pada saat-saat kritis, Antheia justru memaksa ikut dengan dalih ingin mengantar. Ruiz tak bisa menolak karena rasa geernya. Jadilah mereka memelesat di zona Z-2 dengan kecepatan tinggi.
Sampai di sana, Ruiz mendaratkan sebuah ciuman singkat sebelum Antheia sempat bereaksi.
Kubunuh kau, pria bangsat! umpat Antheia sambil menatap tajam.
"Bam! Pria itu buatku saja, ya? Sepertinya kau tidak doyan." Shouei tiba-tiba muncul lagi, membuat emosi Antheia berlipat ganda.
"Ambil saja sampah seperti dia!" jawab Antheia ketus.
Kemudian, wanita itu melangkah untuk kembali ke mobil.
"Aku punya bayaran setimpal—ups, atau ... tawaran yang berharga buatmu, sebagai ganti dari pria itu, bagaimana?"
Ketika senyuman Shouei melebar, di situlah Antheia merasa perlu berbisnis dengan benar.
"Apa itu?"
Antheia sudah masuk mobil. Dia melepas anting dan menghapus makeup. Kemudian, mencopot gaunnya tanpa malu sedikit pun. Tenang, dia sudah memakai baju dalaman—meski hanya setelan hitam.
"Kau akan memerlukannya, aku yakin itu!" Sepasang mata biru cemerlang gadis itu tampak menyala-nyala.
Bercanda di saat dirinya emosi? Jelas, Antheia tak akan bisa bersabar. Maka, dia mengulurkan tangan sampai menyentuh kening gadis itu. "Kau akan mengatakannya."
Mata Shouei menyala selama beberapa detik. "Aku telah menyusun denah labirin itu. Selama beberapa hari ini, aku menelitinya, dan memang tempat itu menakjubkan."
Antheia melepaskan pengaruh sihirnya dan tersenyum. "Well, aku akan sangat tertarik."
"Bagus!" Shouei tersenyum penuh kemenangan, tanpa menyadari hal apa yang baru menimpanya. "Biarkan aku tidur dengan pria it—"
"Otakmu tertinggal di mana?" potong Antheia pedas.
"Ya sudah. Biarkan aku ikut dalam misimu," ralat Shouei. Kali ini dia bersungguh-sungguh.
Sepertinya gadis itu yakin sekali Antheia akan menerima "barang" darinya.
"Apa untungnya bagiku?" Sengaja, ini hanya pertanyaan pancingan.
"Aku tak akan menyusahkanmu. Aku hanya ingin memecahkan teka-tekinya," jawab Shouei sesuai dengan isi hati dan kepalanya.
Antheia menimbang cepat. "Baiklah."
Mobil kapsul pun mulai melaju. Melewati gedung-gedung yang makin malam kian meriah. Para pejalan kaki terlihat memadati trotoar: sebagian bersama pasangan, sebagian berjalan dengan setengah kesadara, ada juga yang berjalan sendirian dengan penuh kewaspadaan.
***
Seorang pria tengah bersenandung lembut sambil memainkan gadget layar tipis untuk mengecek beberapa laporan. Dia tidak terlalu fokus sehingga tidak menyadari kemunculan beberapa orang di belakangnya.
"Agh!"
Dia hanya sempat bereaksi singkat karena kesadarannya sudah lebih dulu menghilang.
Dua pria itu dengan sigap menyeret tubuhnya yang tidak terlalu berat, membawa masuk ke mobil kapsul.
"Mission completed!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top