CHAP. 3
Pemandangan malam Milana City sebenarnya begitu memanjakan mata.
Lampu-lampu beragam ukuran dan warna, terlihat berupaya memenuhi setiap penjuru kota. Hampir tak ada celah! Gedung-gedung pencakar langit yang berlomba menyentuh langit pun menampakkan animasi luas biasa. Tiga dimensi yang begitu nyata!
Di sebelah timur misalnya, menara La Verta, menara kembar dengan ketinggian 118 meter yang di sekitarnya terdapat jalan layang. Ada paus biru keluar dari permukaannya! Tidak, jelas itu hanya animasi. Namun, penampakan bawah laut yang ditampilkan terasa begitu nyata.
"La Breath Cafe? Kau memilih tempat terbaik! Di kafe itu, aku bisa bawa sepuluh cowok sekaligus! Beuh, aku gak sabar betul, lah. Kulihat, anak-anak muda zaman sekarang kualitasnya bagus." Shouei mengoceh tak jelas di kursi penumpang. Dia sibuk merias wajah untuk konsep cewek-cantik-feminimnya.
Hela napas terdengar.
"Ingat umur, Nak. Kau pun baru menginjak kepala dua," cibir Antheia.
Antheia mengamati titik lokasi yang dituju. Malam ini sesuai kesepakatan selumbari, dia harus memberikan dua pria tampan, mapan, kaya, kepada Shouei sebagai "tebusan".
"Iya, ya? Tapi, seberapa tua sih kau, Nek?" Antheia memelotot galak. Shouei cuek saja. "Sejak aku bertemu denganmu, kupikir kau tidak mengalami penuaan seperti wanita kebanyakan."
"Heh, karena Dewa memberkatiku," balas Antheia setengah bercanda.
Tawa Shouei meledak. "Dewa? Wah, wah, sepertinya terlalu fokus mengamati situs itu, membuat fantasimu makin parah," oloknya sambil membetulkan riasan yang sedikit kacau gara-gara tawanya tadi. "Aku curiga kau makan pengawet setiap hari."
"Fokuslah pada tujuanmu. Aku sudah membuat janji dengan dua pri—"
"Berapa sih usiamu? Seratus tahun? Seribu tahun? Apakah kau golongan cyborg? Atau robot sungguhan?" potong Shouei, mencerocos.
Antheia memilih fokus menurunkan mobil dari ketinggian. Mereka hampir tiba di lokasi. Lalu lintas di zona Z-2 di malam Minggu ini cukup ramai.
La Breath Cafe tampak ramai. Halamannya sampai penuh kendaraan. Ketiga lantai kafe, termasuk dua bagian outdoor-nya, juga dipenuhi pengunjung. Lampu-lampu beragam warna menghiasi tempat itu. Saat melangkah pertama ke pintu masuk, musik DJ yang berdentum-dentum terdengar samar dari bagian barat ruangan.
La Breath Cafe cocok untuk mencari pasangan atau "partner sesaat" karena tempat itu seolah-olah menjadi "ladang" para perempuan atau pria lajang.
Antheia dan Shouei naik ke lantai dua. Lantai pertama bukan tujuan mereka. Lagi pula, di sana para pelayannya kebanyakan robot-robot—dalam bentuk wanita cantik yang akan membuat para pemabuk tergoda.
Lantai dua lebih tenang. Di sana terdapat meja bundar besar untuk para kasir menerima pesanan pelanggan. Di sanalah para laki-laki tampan bekerja dengan senyum terus dipamerkan.
Shouei langsung saja lari ke sana. "Wine satu," pesannya sambil tersenyum manis pada laki-laki incarannya.
"Nona?" Laki-laki itu malah menatap bingung pada Antheia.
"Tenang saja, usia dia sudah di atas 20. Penampilannya hanya tipuan," jelas Antheia. Lalu, dia mengambil posisi di sebelah Shouei.
Laki-laki itu mengangguk dan segera menyiapkan pesanan. "Bagaimana dengan akhir pekan Anda, Nyonya?" Meski bertanya pada Antheia, tatapannya terfokus pada Shouei.
"Lumayan sibuk, tetapi aku baik-baik saja," jawab Antheia.
Shouei memberengut di sampingnya. "Mana sih mereka?" gerutunya.
"Sepulug menit lagi harusnya tiba," jawab Antheia.
"Yah, kasus kecelakaan tambang dan penemuan situs kuno belakangan tengah jadi perbincangan ramai." Laki-laki itu kemudian memberikan segelas wine pada Shouei dan tersenyum manis lagi.
Antheia mengangguk ketika laki-laki itu menatapnya, bertanya secara tidak langsung. Lalu, segelas wine berikutnya disajikan.
"Aku Dexter, senang bertemu orang hebat seperti Anda, Nyonya Antheia," kata Dexter diakhiri senyuman manis.
Antheia tidak bohong. Laki-laki muda di depannya ini punya daya tarik spesial. Bibir tipisnya membuat setiap senyum yang diberikan tampak manis. Belum lagi dengan sepasang pupil mata hijau muda, ditimpa bulu mata lentik. Sekilas mengingatkan dia pada seorang anak dari masa lampau.
"Senang bertemu denganmu juga, Dexter."
"Yeah, dan ... untuk Nona Muda ini," kata Dexter yang kelihatan menahan senyum gemas. Tingkah Shouei yang merajuk benar-benar menarik perhatiannya. "Ekstra wine untuk gadis tercantik malam ini."
Shouei menatap minuman spesial pemberian Dexter di depannya. "Makasih, Bung, tapi aku tidak tertarik denganmu. Kau masih terlalu muda untuk memilikiku."
Antheia pasang muka tembok. Dexter cengengesan canggung, sebelum kembali ke meja untuk menyiapkan pesanan pelanggan lain.
Antheia bangkit berdiri, kemudian menyambut seorang pria yang sejak tadi menatap ke arah mereka. Sepertinya pria itu memiliki ketertarikan spesial pada pandangan pertama sejak melihat kemunculan Antheia.
Jelas, khusus malam ini Antheia memakai dress hitam yang sedikit memperlihatkan bagian pundak. Rambut pirangnya yang pendek hanya diberi polesan tipis. Lalu, makeup pun tidak terlalu berlebihan. Dia hanya menonjolkan bagian bibir dengan lipstik merah gincunya.
"Hai, Nona," sapa pria itu dengan suara dalamnya yang terdengar nyaman.
"Halo juga, Sir," balas Antheia sambil tersenyum singkat. Dia menoleh pada Shouei dan membisikkan sesuatu. "Tunggulah di sini, mereka akan tiba sebentar lagi. Aku sudah mengatur waktu yang tepat untukmu." Dia mengedipkan sebelah mata.
"Apa kau datang bersama teman?" tanya pria itu sambil mengamati Shouei.
"Ya, tapi dia tengah menunggu teman. Aku hanya mengantar." Antheia kembali melebarkan senyum.
Yah, hidup bertahun-tahun di Milana City tentu akan terasa membosankan jika tidak terlibat kisah percintaan, kan?
"Bisakah kau menemaniku? Aku ... agak kesepian karena semua rekanku sudah mendapat pasangan." Pria itu meminta dengan nada lembut.
"As you wish, Sir."
Lantas, keduanya berlalu pergi dari meja Shouei. Jelas hal itu membuat Shouei dongkol. Mereka datang ke sini untuk membuatnya dapat pria tampan, kan?
"Menyebalkan! Dia wanita karier yang sibuk, tapi mudah banget dapat pria tampan dan mapan. Aku saja sampai kalah, huh!" gerutunya sebal.
"Halo, Nona Manis."
Sapaan lembut itu seketika membuat tubuh Shouei membeku. Suara yang seksi! batinnya.
Antheia dan pria itu duduk di meja nomor 38, dekat dinding kaca yang memperlihatkan suasana romantis. Lantai dua kafe memang paling cocok untuk pasangan yang tengah dimabuk asmara.
"Aku Ezequiel Ruiz. Bisa dibilang aku komandan pasukan khusus di bawah kekuasaan Jenderal Carolos Petrou." Ruiz memperkenalkan diri.
"Aku Antheia, seorang wartawan biasa," balas Antheia.
"Kau lebih dari kata luar biasa, Nona," sanjung Ruiz dengan penuh penghargaan.
Keduanya berjabatan dan sama-sama melemparkan senyum. Namun, Antheia kemudian memperlihatkan tatapan penuh selidik secara samar. Dia menimbang pria di depannya ini.
Sepertinya dia bisa sedikit membantuku, batinnya.
***
"Usaha para arkeolog mulai menemui titik terang. Situs misterius yang ditemukan di lokasi penambangan negara, diduga kuat berasal dari zaman kuno. Hal itu terbukti dengan beberapa benda peninggalan yang diperkirakan berusia ribuan tahun, serta terdapat tulisan kuno yang saat ini tengah dipecahkan oleh para arkeolog."
Antheia menatap fokus pada beberapa foto yang muncul di layar. Foto itu menampilkan patahan patung setengah wajah, setengah badan, sebelah kaki. Kemudian, beralih pada batu besar berisi tulisan aksara kuno. Bergeser berikutnya, memperlihatkan bangkai alat berat yang hampir 90% telah gosong.
Antheia mengetuk-ngetuk meja sambil tetap memfokuskan pandangan. Dia mengeklik tetikus dan muncul layar hitam dengan tulisan, "Akses masuk berikutnya dikenakan tarif lebih."
"Bocah sialan itu!" Dia mendesis sebal.
Setelah mendapat dua pria idamannya, gadis itu menghilang entah ke mana. Padahal kalau muncul di depannya, sudah Antheia hantam dengan buku.
"Ini memang tidak bisa dijadikan sumber akurat. Namun, menurut cerita turun-temurun dari kakek-kakek buyutku, dahulu ada legenda tentang para dewa. Patung dan reruntuhan itu memahat sebuah wujud yang diagungkan, dan bahkan disembah."
"Wah, penjelasan Anda cukup menarik, Pak Osei. Cukup berani. Padahal sudah jelas, hal-hal seperti itu tidak pernah ada di dunia kita."
Ucapan wanita di depannya membuat Osei tertawa. "Dunia itu misteri tak terpecahkan. Makin tak dipercayai, justru kemungkinan besar terbukti," katanya diakhiri tawa kecil.
"Ya, aku sepakat denganmu, Tuan Osei. Itulah sebabnya aku mau repot-repot mengurus bekas altar pemujaanku," ujar Antheia sambil menghela napas berat.
Bayangan acak itu mulai kembali memenuhi kepalanya, bermunculan, silih berganti dalam waktu kilat, bak tayangan kaset rusak.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top