CHAP. 11

Gerombolan lalat terbang itu mulai menjalankan tugasnya.

Dua orang bersembunyi dengan baik di atap sebuah gedung yang dekat dengan titik lokasi pengintaian. Tempatnya cukup strategis dan aman.

Sementara itu, layar laptop memperlihatkan beberapa video yang dikirim langsung oleh gerombolan lalat robot. Antheia Erianthe mengamatinya baik-baik, jeli, tak ingin melewatkan tayangan barang sekejap saja.

Salah satu video memperlihatkan pasukan yang bergerak menuju sebuah ruangan. Mereka memasuki lift yang sepertinya bergerak turun selama beberapa menit. Kemudian, tibalah di sebuah ruangan dengan cahaya hijau menerangi.

Kemudian, pasukan lain dari arah berlawanan berpapasan dengan mereka. Mereka berseragam serbahitam, tetapi semuanya manusia.

Mereka lalu berbaris rapi, sepertinya tengah melakukan pengecekan ketat.

"Gawat!" umpat Shouei sesaat sebelum menekan sebuah tombol.

Di tempat itu, salah satu robot lalat meledak sampai tak meninggalkan kepingan sedikit pun.

"Kenapa kau ledakan sebelum aku mendapat informasi penting?" amuk Antheia yang sebal.

"Heh! Robot lalat itu hampir ketahuan tahu!" Shouei membalas dengan galak.

Meski sama-sama emosi, mereka berupaya menahan suara agar tidak terlalu terdengar kencang.

Namun, pandangan Antheia kembali beralih ke layar saat earphone yang menyumpal telinganya memperdengarkan sebuah suara.

"Para parlemen sialan itu benar-benar ngajak perang! Berani sekali mereka menahanku, yang tak lain adalah tangan kanan Pak Gubernur!"

Suara yang penuh dengan nada marah itu jelas miliki Carolos Petrou. Lalu, kemunculannya di dalam video, membetulkan asumsi tadi. Namun, ada apa sampai pria itu marah-marah?

"Cepat! Lambat sekali kerja kalian!" omel Carolos saat dia dan para pengawalnya melewati sensor pemeriksaan.

Beruntung lalat robot milik Shouei bersembunyi di badan gembul pria itu. Jadi, saat sensor mengecek seluruh tubuh Carolos dan berbunyi, pria itu balik memelototi dengan galak. Membuat lalat robot pun bisa meloloskan diri.

Kemudian, tayangan yang berhasil direkam benda itu berikutnya, membuat Antheia benar-benar menahan napas.

Setelah melewati perjalanan yang diisi dengan omelan panjang lebar Carolos—tentang kekacauan di tambang, lalu ketika kemarin Laboratorium Nomor 5 hampir porak poranda hanya karena seekor penyusup kecil—rombongan tiba di sebuah ruangan dengan keamanan tinggi.

Carolos mengonfirmasi identitasnya dengan sidik jari dan pencocokan beberapa data tubuh tambahan. Pintu besi tebal pun dibukakan, memperlihatkan lorong yang penuh cahaya lagi kamera CCTV. Ada robot-robot yang berjaga tengah berbaris.

"Kau, bilang pada siapa pun bahwa aku tengah ada kunjungan politik ke luar negeri selama ... terserah kau saja, lah! Intinya buatlah mereka tidak bisa menemukanku, sementara aku bersembunyi dengan nyaman di sini sampai masalah itu selesai." Carolos berbalik dan berbicara pada pria yang berdiri di—paling—depannya.

Pria itu mengangguk takzim. "Baik, Pak."

"Lalu, jangan lupa, bersihkan namaku juga dari semua kasus yang mulai terendus. Aku terima beres, atau nyawamu dan keluargamu akan habis di tanganku!"

Ancaman pedas itu bukan main-main. Si pria bawahan paham, maka dia segera mengangguk dan berbalik pergi dengan terburu-buru.

Lalu, Carolos bersama sepuluh pengawal pribadinya lanjut berjalan. Mereka memasuki sebuah ruangan yang tak kalah membuat Antheia terkejut. Saat tayangan video terlihat di layar, Antheia benar-benar berupaya untuk tak mengezinkan matanya berkedip.

Di sana, sebuah patung berdiri dengan senjata mirip trisula—atau memang trisula sungguhan—berdiri kokoh. Dinding kaca tebal dari bahan khusus sehingga kebal dari beragam jenis senjata, mengelilingi benda itu.

Penjara laser merah bercampur listrik mengurung dari bagian luar, drone-drone dengan kamera dan persenjataan canggih terus terbang mengelilingi patung, lalu sekitar dua puluh orang berjaga ketat di sana; berdiri membentuk lingkaran.

"Ah, setidaknya aku masih berhasil menjaga benda penting ini. Dengan begitu, nyawaku masih aman. Mereka bisa menjamin keselamatanku dan kasus ini akan segera selesai." Carolos berbicara dengan senyum lega menghiasi wajahnya.

Bermacam fakta berkeliaran di dalam kepala Antheia, saling berbentur sebelum kemudian dapat saling menyambung dan membuat sebuah kesimpulan yang mengejutkan.

***

"Apa gerangan yang membuatmu datang jauh-jauh menemuiku?"

Pertanyaan itu sontak menyambut Antheia ketika tiba di sebuah kasino yang berada di wilayah Rioma. Dia langsung memasuki ruangan khusus yang mempertemukannya dengan seseorang penting.

Sebelumnya mereka telah membuat janji yang matang meski sedikit mendadak. Lalu, tempat ini dipilihkan oleh orang yang akan ditemui Antheia, Saturn. Karena itu, sudah pasti keamanannya tak perlu diragukan.

"Bagaimana harimu, Tuan Romxera?" Antheia merapikan jas navy-nya sesaat setelah menduduki sebuah sofa merah yang empuk.

"Baik, hanya sedikit penasaran dengan pertemuan mendadak ini."

Antheia mengangguk. "Maaf mengganggu waktu sibuk orang sepenting Anda, Tuan. Namun, ada yang harus kubicarakan." Wajahnya berubah serius meski nada bicaranya sarat akan nada misterius.

Jelas, gestur itu membuat pria bermata ungu keabu-abuan di depannya mengernyit dalam.

"Baru-baru ini aku mengamati kasus yang cukup rumit di kotaku, sebuah penemuan situs yang kuduga kuat bekas para pengikutku di zaman dahulu. Namun, lupakan itu, karena ada hal lebih penting." Antheia benar-benar tak ingin membuang waktu. "Aku menemukan sebuah lokasi dan benda yang mencurigakan."

Untuk mendukung asumsinya, Antheia mengeluarkan sebuah tablet yang seketika memproyeksikan video dan foto dalam bentuk 3D.

"Di lokasi ini, terdapat ruang rahasia dengan penjagaan ketat. Lalu, kau bisa melihat sendiri apa yang mereka lindungi."

Saturn melihat video yang ditayangkan. Tepat ketika tayangan memperlihatkan patung marmer seorang pria yang memegang trisula, kedua mata ungu keabu-abuannya membola lebar-lebar.

"Apakah ....?"

"Kalau asumsiku tidak meleset, itu benda yang kita cari selama ini. Ini dibuktikan dengan aku yang sering mengalami hal aneh belakangan ini. Lalu, kau bisa lihat sendiri, tempat itu dijaga ketat dan para penjaganya memiliki logo seragam di tubuh mereka, sebuah bintang emas dengan empat titik di setiap ujungnya," jelas Antheia.

Suasana ruangan makin mencekam saja. Meski sudah ada makanan dan minuman lezat yang disediakan, Antheia sama sekali tak berminat menyentuhnya.

"Kau menemukan hal besar. Apa aku perlu membantu?"

"Kurasa tidak. Namun, kalau aku gagal, kau bisa melanjutkan misi ini," jawab Antheia.

Saturn tampak tak terima. "Kau menyuruhku hanya untuk jadi pembersih? Lalu, untuk apa kau jauh-jauh menemuiku?"

Antheia mencondongkan tubuh ke depan, membuat rambut pendek pirangnya jatuh menutupi telinga. Mata biru keabu-abuannya. "Apa orang penting dan sibuk seperti Anda tak memiliki beberapa urusan mendesak?"

Pertanyaan satir itu membungkam mulut Saturn. "Yah, kau benar."

"Aku hanya melapor, karena Anda ketuaku," sambung Antheia. Dia mendadak banyak bicara.

"Baiklah, kalau kau memang merasa bisa," putus Saturn.

Sepertinya ucapan itu tak diterima dengan baik oleh Antheia.

"Ya, aku yakin bisa, Tuan." Antheia lalu kembali duduk tegak.

Beberapa waktu lalu, Antheia dipertemukan dengan seorang pria yang ditolongnya dalam keadaan—terbilang—babak belur. Dia sempat merasakan sedikit keanehan dan hal itu terjawab ketika jati diri mereka sama-sama terungkap.

Saturn adalah wujud fana Dewa Saturnus, sementara Antheia merupakan perwujudan fana Dewi Minerva.

Pada beberapa era sebelumnya, para dewa mengalami sebuah konflik yang membuat mereka harus terpaksa "mengalah". Mereka kemudian terpisah dan perlahan-lahan melupakan jati diri.

Semua itu tak lain karena sebuah benda yang bernama Lock. Sesuatu yang akhirnya membuat kedewaan mereka melemah, mengacaukan ingatan mereka, dan membuat dewa-dewi memang mitos belaka.

Maka dari itu, sebuah organisasi rahasia, yang seolah-olah melawan pemerintah dunia didirikan, bernama Regodnity. Regodnity merupakan perkumpulan manusia fana perwujudan dewa dan dewi dari seluruh era. Dan Antheia masuk sebagai bagiannya karena bantuan Saturn atau orang yang dia sebut Tuan Romxera.

Setelah membiarkan suasana hening, Saturn pun kembali berbicara.

"Apa saja hal aneh yang kau rasakan itu?" Pria dengan tinggi 183 sentimeter itu mengalihkan topik pembicaraan.

"Aku sempat mendapat banyak potongan memori setelah kota geger dengan penemuan situs kuno. Lalu, sebelum-sebelumnya aku mengalami sedikit fobia ketika melewati patung monumen kota. Dan, sekarang aku paham kenapa alasannya: karena lokasi Lock itu berada tepat di bawahnya."


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top