05 - Deklarasi Perang

"Bukannya kau bilang aku bisa bicara denganmu hari ini?" tanya Samatoki mengerutkan alis tak suka, kemudian memukul meja yang ada di depannya.

"Bukannya kita sedang melakukannya sekarang?" tanya (Name).

"Aku maunya tanpa ketiga adikmu!"

Mereka sedang berada di lobby hotel. Setelah sarapan (Name) mendapat pesan bahwa Samatoki sudah menunggu di lobby hotel, dan di sinilah mereka sekarang. (Name) tidak menjawab ucapan Samatoki, namun matanya melirik ke sekitarnya.

Ichiro di sisi kanannya.

Saburo di sisi kirinya.

Jiro di belakangnya, dengan kedua tangannya memeluk (Name).

"Apa, kalau ingin bicara pada Nee-san—bicara saja," tantang Ichiro, disusul anggukan kepala Jiro dan Saburo.

(Name) melirik ke arah Ichiro.

"(Name), aku menyukaimu, sebagai wanita."

Pipi (Name) memanas, kemudian dia langsung menoleh ke arah lain.

'Kenapa aku jadi memikirkan itu?' pikir (Name) kemudian menoleh ke Samatoki.

(Name) tersentak kaget saat mendapati Samatoki menatapnya dengan datar.

"Baiklah jika kalian bersikeras," ucap Samatoki, "(Name)—sebagai ganti atas barang yang kau kirim padaku tempo hari, pergi date denganku, sekarang."

"TIDAK BOLEH!" pekik ketiga adik (Name), terutama Ichiro.

"Aku tidak meminta, aku menyuruh (Name)," balas Samatoki, "jika kau masih menolak—aku akan memberitahu apa isi barang itu pada ketiga adikmu."

"Hah, memberitahu kami?" tanya Jiro tak senang, "kami yakin isinya bukan apa-apa sampai kau bisa mengancam Nee-san!"

Sementara (Name) langsung panik. Jika dia menolak, maka Samatoki akan memberitahu ketiga adiknya, yang berarti Jiro dan Saburo tahu bahwa (Name) tidak memegang janji sepenuhnya. Berarti tidak menutup kemungkinan mereka akan memberitahu Ichiro bahwa (Name) pernah date dengan Samatoki. Jika pun mereka tidak memberitahu Ichiro, sang laki-laki pasti cepat atau lambat akan mengetahui kenyataan ini jika dia menggabungkan beberapa petunjuk bersama.

Ichiro mengetahui hal ini setelah kejadian semalam? Hell no.

"Baiklah," ucap (Name) menarik perhatian ketiga adiknya.

"Yang benar saja, Nee-san?" tanya Jiro tak percaya.

"Sebegitu tidak maukah Nee-san kami mengetahui apa isi barang itu sampai mau pergi date dengan Samatoki?" tanya Saburo.

"Hei, jaga mulutmu, bocah tengik!"

Dari sudut mata (Name), dia melihat ekspresi terluka Ichiro.

"Tapi hanya satu jam," sambung (Name) kemudian, "kau hanya bilang date, tanpa durasi waktu, lagi pula nanti siang aku harus pergi workshop."

Samatoki terdiam, tampak berpikir sejenak.

"Hm, tak masalah bagiku," sahut Samatoki berdiri dari kursi yang dia duduki, "satu jam lebih dari cukup untuk meluruskan beberapa hal."

Meluruskan beberapa hal?

(Name) hanya mengerutkan alisnya dengan heran, namun memilih untuk tidak berkomentar apa-apa, toh nanti dia akan tahu. (Name) kemudian berdiri dari kursinya, membuat Ichiro dan Saburo sedikit menjauh, serta membuat pegangan Jiro terlepas darinya.

"Ah, dan satu hal," (Name) menoleh ke adiknya, "ingat—aku bisa mengusir kalian jika kalian membuat masalah, jadi jangan ikuti kami."

"Tenang saja, aku tahu tempat yang membuat mereka tidak bisa mengikuti," ucap Samatoki memegang pergelangan tangan (Name).

[][][]

"Sepertinya bocah sialan itu sudah berani."

(Name) yang sedang asyik dengan es krim rasa kesukaannya itu menoleh ke arah Samatoki dengan kaget, tapi mengerutkan alis dengan heran kemudian.

"Apa maksudmu?"

"Ichiro, dia menyatakan perasaannya padamu, benar?"

Pipi (Name) spontan memanas, dan itu membuat Samatoki mendengus.

"Dari mana kau bisa tahu?" tanya (Name) curiga.

"Bukan hanya wanita yang punya insting," jawab Samatoki, "dan kau pasti tidak menjawab pernyataannya, benar?"

Potongan ingatan kemarin malam langsung berputar di kepala (Name).

---

"E-eh?" (Name) meneguk ludah tak percaya.

(Name) tahu Ichiro serius, dan (Name) tidak bodoh untuk tidak mengerti apa maksud pernyataan Ichiro barusan.

"... sejak kapan?" tanya (Name) akhirnya, setelah terdiam cukup lama.

"Sejak awal," jawab Ichiro menoleh ke arah lain—pipinya semakin merah, "tapi aku baru menyadarinya setelah kau menghilang saat sakit dulu."

"S-selama itu?"

Ichiro mengangguk, perlahan menjauhkan diri dari (Name). Sebelah tangannya dia letakkan di belakang leher, tampak canggung dengan suasana.

"Jadi saat aku tahu selama menghilang kau bersama Samatoki—aku ... cemburu."

Ichiro kemudian panik sendiri.

"Tapi itu tetap tidak bisa dijadikan alasan untukku membuatmu takut tempo hari, ataupun melarangmu untuk dekat dengan Samatoki, (Name)."

Tidak ada panggilan Nee-san keluar dari mulut Ichiro, hanya kata 'kau' dan namanya—Ichiro sedang berbicara dengan (Name) sebagai lawan jenisnya, bukan sebagai kakak. Memikirkan itu membuat (Name) merasa pipinya ikut memerah.

"Um, Ichiro—"

"Ah aku memberitahumu karena aku tidak ingin kau menjauhi Samatoki karena aku sebagai adikmu," Ichiro kemudian menatap (Name), "jadi kau tidak perlu memikirkan pernyataanku barusan, Nee-san."

---

(Name) menatap Samatoki, kemudian membuang pandangannya.

"Lebih baik kau jadi dukun, Samatoki."

"Kau mengajak baku hantam?"

(Name) hanya tertawa mendengar reaksi ganas Samatoki.

"Jadi, selanjutnya kita pergi ke mana?" tanya (Name) selesai dengan es krimnya, tak lupa membersihkan mulutnya dengan tisu.

"Kita kembali," ucap Samatoki berdiri dari bangku yang sedang mereka duduki.

"Eh?" (Name) menatap jam tangannya sejenak, "belum satu jam loh?"

"Aku hanya ingin memastikan beberapa hal saja, dan kau sendiri bilang harus pergi siang ini kan," ucap Samatoki kemudian menyeringai, "oh—apa kau masih mau bersamaku lebih lama? Aku tidak masalah."

"Enak saja!" sambar (Name) berdiri, "ya sudah—ayo."

Samatoki kemudian mengantar (Name) ke hotel tempat dia menginap. Begitu mereka sampai di sana, ketiga adik (Name) sudah menunggu di dekat pintu masuk.

"Nee-san!"

(Name) melambai pada mereka yang mulai mendekat. Namun (Name) mengerutkan alisnya menyadari sesuatu.

"Samatoki."

"Hm?"

"Bukannya tadi kau ingin meluruskan beberapa hal?" tanya (Name) menoleh ke arah Samatoki, "sebenarnya aku tidak tahu hal apa yang kau maksud itu."

Samatoki berkedip beberapa kali.

"Oh, benar juga, aku baru ingat."

"Eh?"

Tiba-tiba sebelah tangan Samatoki melingkar di pinggang (Name), menghilangkan jarak antara tubuh (Name) dan dengannya. Tangannya yang bebas kemudian memegang dagu (Name), sedikit mengangkat agar sang perempuan menatapnya.

"Aku ingin meluruskan beberapa hal, tapi bukan denganmu."

Kemudian Samatoki mencium (Name), tepat di depan Yamada bersaudara.

Samatoki melepas ciuman singkat itu, menatap Ichiro kemudian menjulurkan lidahnya. Tangannya yang awalnya memegang dagu (Name) berpindah ke belakang kepala (Name)—mendorong kepala sang perempuan mendarat ke dadanya.

"Oi bocah sialan, kau tidak hanya menyatakan perasaan pada (Name)—tapi kau juga mendeklarasikan perang denganku."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top