04 - Jalan Bersama

(Name) menghela napas untuk ke sekian kalinya pada hari itu.

'Apa salahku hingga aku bisa berada di kondisi ini?'

"Oi, bocah sialan—minggir, aku mau bicara dengan (Name)."

"Hah, kalau kau ingin bicara, langsung saja tanpa harus mendekati Nee-san."

Kini (Name) sedang melihat dua laki-laki yang siap saling tonjok detik itu juga, Ichiro dan Samatoki. Sementara dirinya 'dilindungi' oleh Jiro dan Saburo.

"Kau ini iri aku mau mengambil 'Nee-san' darimu?" ejek Samatoki.

"Bercerminlah, Nee-san bahkan tidak mau denganmu," balas Ichiro.

"Tidak bisakah kalian akur untuk beberapa detik saja?" tanya (Name) menyelip keluar dari lindungan Jiro dan Saburo, kemudian berdiri di antara Samatoki dan Ichiro—melerai mereka sebelum mereka mulai baku hantam.

"Tidak," jawab mereka dengan serempak.

(Name) menggeleng, kemudian menoleh ke arah Samatoki.

"Kau tahu," ucap (Name) memulai, "jika kau ingin berbicara denganku, kau bisa kirim pesan atau menelepon ponselku."

"Dengan kemungkinan bukan kau yang membalas pesan atau mengangkat panggilanku? Kurasa tidak," jawab Samatoki.

(Name) memandang Samatoki, kemudian meletakkan kedua tangannya di pinggang.

"Alasan macam apa itu?"

"Itu bukan alasan, itu kemungkinan," sahut Samatoki, "dan dilihat dari reaksi adik-adikmu, aku yakin itu akan terjadi. Kau tipe orang yang sembarangan menyimpan ponselmu, ya? Aku tidak heran jika adik-adikmu bisa mengakses ponselmu."

(Name) menoleh ke arah adik-adiknya, mendapati mereka langsung menghindari kontak mata, dan (Name) hanya bisa mengerutkan alisnya.

"... yang benar saja, kalian bertiga?"

"Kami menghindari prank call yang datang dari ponsel Nee-san!" sahut Jiro.

"Ataupun pesan penipuan!" sambung Saburo.

(Name) menepuk wajahnya lalu menghela napas.

"Baiklah, aku mengerti," ucap (Name).

Samatoki menyeringai puas—membuat Yamada bersaudara merasa kesal.

"Tapi kau bisa bicara denganku besok," ucap (Name) menarik perhatian mereka.

"Hah, kenapa besok?" tanya Samatoki tak terima.

"Malam ini, saat ini, dan sekarang," ucap (Name) kemudian menunjuk dirinya sendiri—yang sedang memakai pakaian casual, "aku sudah berjanji pada mereka bertiga untuk jalan-jalan. Jadi jika kau ada perlu, kita akan bicara besok."

(Name) tidak menyadari satu hal, mengingat dia sedang menghadap Samatoki—memunggungi ketiga adiknya—tapi wajah mereka mencerah saat mendengar ucapan (Name), yang tentu membalik keadaan—membuat Samatoki kesal. Tidak sampai di sana, mereka bertiga langsung mengejek Samatoki di belakang (Name).

"Tch," Samatoki mendecih tak suka kemudian berbalik, berjalan meninggalkan mereka berempat.

(Name) berkedip beberapa kali—sedikit tidak percaya bahwa Samatoki tidak menuntut lebih jauh. Namun (Name) tersenyum kecil, bersyukur bahwa Samatoki mengerti situasi [mungkin]. Setelah itu (Name) berbalik menghadap ketiga adiknya—yang sudah kembali normal.

"Tunggu apa lagi, ayo pergi!"

[][][]

"Jadi bagaimana pendapat kalian tentang film tadi?" tanya (Name) setelah dia dan ketiga adiknya menonton film.

"Hm, menurutku biasa saja," sahut Jiro cuek.

"Itu karena kau tidur sepanjang penayangan," balas Saburo.

"Aku TIDAK TIDUR!"

"Oh, jadi suara dengkuran yang kudengar itu setan?"

"Itu bisa saja orang lain!"

"Sudah-sudah," sahut (Name) terkekeh, melerai Jiro dan Saburo karena dia berada di antara mereka.

Sejenak (Name) melirik ke belakangnya, melihat Ichiro tampak tidak ikut dengan pembicaraan mereka.

"Asal Nee-san tahu, saat kita pergi ke taman bermain dulu, Nee-san bersikap seperti Ichi-nii sekarang," komentar Saburo tiba-tiba—mengagetkan (Name).

"Eh, benarkah?" kaget (Name).

"Bahkan Nii-san tidak sadar kita sedang membicarakannya," sahut Jiro.

(Name) terdiam sejenak, sebelum akhirnya menatap Jiro dan Saburo.

"Jiro, Saburo—"

"Kami mengerti," sahut mereka serempak.

"Eh?"

"Kami duluan ya, Nee-san," sahut Saburo melambai.

"Tapi kami harap kalian tidak berakhir bertengkar seperti sebelumnya," sahut Jiro.

Setelah itu mereka berdua langsung melesat, meninggalkan (Name) bersama Ichiro. (Name) yang belum sempat mengatakan apa-apa hanya bisa menghela napas lalu memutar tubuhnya, menyadari Ichiro masih melamun, berjalan pelan mengikuti tempo langkah (Name) yang berjalan mundur.

"Ichiro."

"Ah, ya?" balas Ichiro langsung tersadar dan langsung mengerutkan alisnya menyadari dua adiknya tidak ada, "mana Jiro dan Saburo?"

"Mereka pulang duluan," jawab (Name) berhenti berjalan—membuat Ichiro juga berhenti, "jadi—ada apa?"

"Huh?"

"Sejak dari hotel, nyawamu terlihat tidak bersama kami," jelas (Name).

Ichiro berkedip kaget, sebelum akhirnya membuang pandangannya.

"Aku baik-baik saja. Ayo kita susul mereka."

Bukannya berjalan menuju hotel tempat mereka menginap, (Name) justru mendekati bangunan yang ada di sebelah mereka lalu bersandar di sana, dan menatap heran Ichiro dengan sebelah alisnya terangkat naik. Ichiro yang melihat reaksi (Name) hanya bisa mengerutkan alisnya.

"Nee-san."

"Apa ini ada hubungannya dengan Samatoki?"

Ichiro sedikit tersentak kaget, namun itu cukup bagi (Name).

'Padahal aku hanya asal sebut tadi,' pikir (Name) melipat kedua tangannya.

"Ichiro, sebenarnya kau ingin aku menjauhi Samatoki?"

Ichiro membuang pandangannya, namun dapat (Name) lihat bahwa dia menggertakkan gigi tak senang.

"Aku bisa saja melakukannya, tapi sebelumnya kau bilang tak masalah," sahut (Name), "jadi apa sebenarnya—"

"Aku tidak tahu, Nee-san!"

Ucapan (Name) terpotong oleh Ichiro yang tiba-tiba mendekati (Name) dan menghantamkan sebelah tangannya di sebelah kepala (Name), menjebak sang kakak.

"Tidak tahu?"

"Aku bingung," gumam Ichiro, "jika aku meminta Nee-san menjauhi Samatoki, Nee-san pasti akan melakukannya, kan?"

"Tentu saja," jawab (Name) langsung, "karena adikku—"

"Tapi aku tidak mau Nee-san melakukannya karena aku adik Nee-san!"

(Name) terdiam, menatap kaget Ichiro yang pipinya memerah.

"(Name), aku menyukaimu, sebagai wanita."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top