MINE
Daegook, tempat dimana kau bisa menemukan manusia biasa, manusia serigala-werewolf, vampir, penyihir, dan beberapa makhluk-yang tak pernah kau bayangkan kehadirannya di dunia ini-tinggal dan hidup berdampingan. Ah, ralat. Mereka hidup berdampingan bahkan dalam kedamaian.
Ya, setidaknya itu dulu. Sebelum teror-teror mengerikan yang mulai bertebaran dan para penduduk saling mencurigai siapa dalang di balik semua teror ini.
Kisahnya dimulai dari beberapa minggu lalu. Saat sepotong tubuh seorang werewolf tanpa kepala ditemukan di hutan bagian barat. Lalu setiap minggunya, penduduk Daegook akan mendapatkan satu hadiah sama yang diletakkan pada beberapa tempat berbeda. Tidak memandang apakah itu manusia, werewolf, vampir, ataupun penyihir, namun kebanyakan yang terbunuh adalah para werewolf.
Pelakunya? Sampai detik ini bahkan para petinggi-yang beranggotakan para tetua dari masing-masing kaum-belum bisa menyimpulkan siapa yang melakukan pembunuhan semacam itu.
Tapi yang jelas, si pembunuh ini bukanlah orang sembarangan. Atau, bisa dikatakan jika dia bukanlah makhluk biasa. Dari teknik pembunuhan yang digunakan dan tanda yang ditinggalkan, bisa dipastikan jika dia memiliki kekuatan selayaknya dewa.
"Ini sudah pekan ke lima, dan delapan orang sudah tewas. Cepat atau lambat-"
BRUKK!
Seonggok tubuh-tanpa kepala, jatuh dari kubah saat para petinggi melakukan rapat di aula pusat kota. Satu pesan yang sama, berisikan ucapan-
Kembalikan milikku!
-tak lupa tersemat pada tubuh mayat yang diyakini adalah seorang werewolf itu. Dan sebelum semua orang menyadarinya, sesosok bayangan hitam melesat jauh dari atas atap dengan seringai di wajahnya.
"Ayah, benarkah paman Jeosan dibunuh semalam?" itu Yoongi, putra dari tuan Min-sang tetua kaum werewolf yang menduduki salah satu jabatan tinggi di pemerintahan.
"Ya," tuan Min menggeram dengan tangan mengepal. Adik lelakinya dibunuh, dan dilihat dari siapa saja yang terbunuh, sepertinya ia tahu jika si pembunuh akan segera menargetkannya. "Kita harus segera menemukan iblis itu, Yoongi-ya! Bergabunglah dengan kakakmu di regu perbatasan, dan lakukan apa yang sudah kuajarkan padamu selama ini."
"Baik, Ayah," ucap sang pemuda sebelum melesat ke tujuannya.
***
"Kau sudah memiliki seorang mate?"
"Ya. aku sudah memilikinya," si gadis tersenyum, sesekali melihat alpha di sampingnya yang selalu menyeimbangkan langkah mereka. "Bukankah setiap dari kaum kita terlahir bersama seorang mate?"
"Bukan begitu, Hana-ssi. Maksudku, kau sudah menemukannya?"
"Aku yakin akan segera menemukannya, Jaesook-ssi." Sekali lagi, Hana tersenyum hingga kedua matanya menyabit.
Sungguh, siapapun yang akan menjadi mate omega di sebelahnya ini pastilah alpha yang begitu beruntung. Pasalnya, selain diberkahi dengan kecantikan luar biasa dan lekuk indah pada tubuhnya, omega dengan sepasang mata amber teduh ini juga memiliki sikap yang begitu lembut dan penuh keanggunan.
"Wah, sayang sekali kita tidak ditakdirkan menjadi mate... seandainya saja-" Min Jaesook menghentikan langkahnya, kemudian berbalik secara tiba-tiba untuk merapatkan tubuhnya pada sang omega. Mengendus, serta membaui ceruk leher Hana yang terbuka dengan sebelah tangan menangkap pinggang lawannya.
"Kau pasti tahu jika betrayal akan terasa begitu menyakitkan," ucap Hana sebelum Jaesook sempat menarik kerah bajunya.
"Aku tidak masalah dengan itu, Hana-ssi. Lagipula, tidak ada siapapun di sini." Sekali lagi, Jaesook mendekatkan wajahnya pada sang omega. Bersiap untuk melumat habis bibir ranum kemerahan yang sedari tadi begitu menggodanya.
"Tapi aku tidak mau jika alpha-ku melihat tubuhku penuh dengan bekas luka menjijikkan itu nantinya, Jaesook-ssi." Tangannya bergerak, menghalangi wajah alpha yang berusaha menyentuh daerah pribadinya. Lalu mendorong tubuh di hadapannya hingga mereka cukup berjarak. "Aku bukan seorang murahan."
"Cih! Seharusnya menjadi sebuah kehormatan bagi klan rendahan sepertimu mendapat tawaran yang tak akan pernah bisa kau dapatkan sepanjang hidupmu dari alpha berkasta tingggi!" Jaesook terlihat begitu marah. Merasa diremehkan sekaligus direndahkan oleh omega yang entah berasal dari mana ini.
Hampir melancarkan serangan, Jaesook merasakan seseorang menariknya mundur. Bukan kekuatan sembarangan. Dan Jaesook tahu betul siapa yang baru saja menghalanginya.
"Ayah tidak akan suka dengan perbuatanmu, hyung." Ucap seorang pemuda berkulit pucat yang bertubuh lebih kecil daripada Jaesook. "Kita dari klan terhormat, jangan melukai kehormatan klan hanya karena hal seperti ini, hyung."
Menggeram hingga cakar-cakarnya mencuat, Jaesook memilih untuk segera pergi. Ia tidak mungkin melawan adiknya-Yoongi. Pemuda itu jelas bukan lawannya.
Setelah kepergian sang kakak, Yoongi segera menghampiri omega bermata amber menenangkan yang berjarak beberapa langkah darinya. "Kau tidak apa-apa?"
"Ya. Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja."
"Maaf atas kelakuan kakakku. Aku tidak tahu kenapa dia bersikap kurang ajar padamu." Yoongi melepas jubahnya. Memberikan kain beludru hitam itu untuk menutup bagian depan pakaian si gadis yang terbuka. "Sebagai gantinya, izinkan aku mengantarmu menuju tempat tujuan."
"Kurasa tidak perlu. Tujuanku sudah dekat. Dan terimakasih untuk ini," Hana menunjuk jubah yang melilit tubuhnya sebelum melangkah meninggalkan Yoongi, "aku akan mengembalikannya sesegera mungkin."
"Ngomong-ngomong, aku Min Yoongi. Dari klan Min. Siapa namamu?" ujar Yoongi, sedikit berteriak karena si gadis kini berada cukup jauh di depannya.
"Hana."
"Klan?"
"Setelah malam ini," Hana melanjutkan langkahnya tanpa melirik, "setelah malam ini, kau akan tahu semuanya."
***
Langit senja terlihat begitu indah di Daegook. Warna jingga dan daging salmon yang menghias cakrawala terasa begitu menenangkan dan menghidupkan kembali warna yang hampir pudar karena teror belakangan.
Di rumah paling ujung, seorang gadis menghampiri Hana di pekarangan. Memberikan senyum terbaik atas segala kerinduan yang menyiksa keduanya belakangan ini.
"Kau sudah menemui Jung Hoseok?"
"Ya, Yoo. Dia bilang aku bisa memulainya kapan saja. Semua terserah padaku, Ayah tidak akan melarangku lagi," ucap Hana sembari menatap mentari yang mulai turun ke peraduan. "Terimakasih, Yoo. Aku tidak akan sampai di sini tanpa bantuanmu dan si bedebah sialan itu."
"Jangan menyebut Taehyung seperti itu, Hana-ya. Dia tidak akan suka." Yoora terkekeh kemudian menempatkan diri di samping kawannya, "Dan tentu saja aku akan selalu membantumu, Hana-ya. Sekarang, kau harus melakukan yang terbaik untuk mate-mu."
***
"Rupanya, kau yang melakukan teror di Daegook?" si werewolf dewasa menahan serangan pedang lawan dengan cakarnya. Berusaha sekeras mungkin untuk tidak terluka lagi, atau ia akan segera menyerahkan nyawanya pada Hades. "Bagaimana bisa kau membantai kaummu sendiri dan bersekutu dengan penjaga alam bawah?"
"Huh! Lucu sekali mendengarnya dari orang rendahan sepertimu, Jaesook-ssi." Pedang semakin ditekan, kali ini menggores lengan sang alpha hingga pedang itu mengeluarkan api kehitaman, "Aku tidak bersekutu dengan Hades. Putranya yang meminjamkan alat ini padaku. Dan bedebah-bedebah seperti kalian layak untuk dikirim ke neraka."
Clang!
Sang alpha terpukul mundur, kali ini merasa jika tenaganya benar-benar habis. Ia tidak pernah tahu jika akan bertemu dengan si peneror dalam waktu secepat ini. Dan yang lebih mengejutkan lagi, bagaimana bisa si peneror memiliki komplotan sebanyak ini di Daegook?
Melihat bagaimana para werewolf yang saling serang dan melukai satu sama lain jelas bukan hal yang baik. Apalagi, Jaesook bisa melihat jika para werewolf kepercayaan Ayahnya tumbang satu-persatu.
"Hei!"
Jleb!
"Akh!" Jaesook mengerang menahan sakit.
"Aku tidak suka diabaikan oleh lawanku, Jaesook-ssi. Jangan melihat ke arah lain selagi kau bersamaku!"
Jleb!
Pedang ditancapkan semakin dalam, merenggut satu lagi kehidupan untuk dipersembahkan pada sang penguasa alam bawah.
Bibirnya membentuk seringai kala berbalik. Satu lagi orang yang harus segera dihabisi sudah bersimpuh tak berdaya. Hanya perlu satu tebasan di leher, maka semuanya akan selesai.
Yoongi baru saja tersadar saat merasakan tubuhnya begitu lemas. Badannya diikat pada pilar besar di dalam rumahnya. Dan dari tempatnya kini, ia bisa menyaksikan Jaesook yang telah tergolek lemah tak berdaya bersama beberapa mayat lainnya-mungkin sudah tak bernyawa.
Yoongi menoleh, mendapati sang pembawa pedang berjalan mendekat dengan api kehitaman yang berkilat.
Itu Hana, Yoongi jelas mengingat gadis yang ditemuinya siang tadi.
Tapi apa yang Hana lakukan sekarang? Gadis itu benar-benar terlihat berbeda dari apa yang ditemuinya siang tadi. Perubahan yang jelas terlihat pada kedua matanya. Tidak ada lagi sorot amber yang menenangkan, hanya ada warna merah membara yang penuh dengan kebencian.
Dan bagaimana bisa Hana membantai kaumnya sendiri?
Yoongi berusaha melepaskan diri, namun ikatan pada tubuhnya terlalu kuat. Tidak ada yang bisa dilakukan selain meronta.
"Untuk apa yang kau lakukan pada alpha-ku. Untuk keserakahanmu dan bagaimana kau menghabisi seluruh keluarganya agar menjadi yang berkuasa. Untuk penderitaan yang selama ini kami lalui karena kau membuatnya tidak mengingat siapa diriku."
"Ha-Hana.. apa yang kau-" kedua matanya melebar menyaksikan bagaimana Hana menggoreskan pedang berapi itu tanpa ragu.
"AAAKKH!" lengkingan kesakitan terdengar saat logam itu menggores pelan bagian depan tubuh Ayahnya. Yoongi bahkan bisa ikut merasakan perih kala pedang itu kembali ditarik.
"Apa yang sebenarnya kau inginkan, Hana? Balas dendam? Bagaimana bisa kau melakukan semua ini pada kaummu sendiri?" teriak Yoongi tak terima. Bahkan air mata mulai merembes keluar saat melihat bagaimana Ayahnya kewalahan menahan sakit di tubuhnya.
"Mereka pantas menerima semua ini setelah apa yang mereka lakukan, Yoongi."
Hana masih terlihat begitu tenang saat menyejajarkan tingginya dengan tuan Min. Samar-samar ia dapat mendengar tuan Min menggumamkan penyesalan karena tidak membunuhnya kala itu.
Melirik Yoongi sebentar sebelum kembali berdiri dan tersenyum remeh, kali ini Hana benar-benar mengayunkan pedangnya untuk menebas leher tuan Min. Memberikan satu nyawa lagi untuk Hades di neraka.
"Apa yang sudah ditakdirkan untukku adalah milikku, apa yang ditakdirkan bersamaku akan tetap di sisiku, dan apa yang diambil akan kurebut kembali," ujar Hana lirih sambil tersenyum, berjalan mendekat dengan pedang yang diseret menyentuh lantai. Memberikan warna kemerahan dari darah sisa pembantaian.
Pedang diayunkan di hadapannya, kali ini Yoongi bersiap menjemput ajalnya. Kedua matanya memejam, memikirkan kembali apa yang dikatakan Hana barusan. Mungkin, Hana memang datang untuk membalaskan dendamnya. Mungkin memang ini yang pantas didapatkannya.
Clang!
Tubuhnya lemas.
Hampir terjatuh jika sepasang tangan tidak menopangnya.
Memberanikan diri membuka mata, Yoongi bisa melihat bagaimana sepasang amber itu menatapnya teduh.
"Aku datang untuk menjemput mate-ku." Hana memeluk tubuhnya erat. Membisikkan sesuatu ke dalam telinganya.
"Pulanglah bersamaku, Yoongi. Tempatmu bukan di sini."
END
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top