Buku Kosong
Kalau orang diibaratkan buku, dan kemampuan yang mereka miliki adalah tulisan, maka aku adalah buku kosong.
Ketika memulai, masing-masing buku sudah ada tulisan-tulisan tertentu. Sudah ada kekuatan dan potensi masing-masing. Mereka hanya perlu melihat ke dalam diri, mencari tulisan di antara halaman-halaman kosong. Seiring berjalannya waktu, tulisan yang telah ada akan berkembang mengisi halaman lain.
Namun, aku adalah buku yang kosong. Tidak ada tulisan bawaan. Aku berusaha melihat ke dalam, berusaha mencari-cari, apa kekuatan yang aku miliki? Apa kelebihanku? Apa potensiku?
Kosong.
Aku mulai dari nol.
Pernah ada masa-masa di mana aku menganggap kosongnya buku ini sebagai kutukan. Dipandang sebelah mata, diperbandingkan, direndahkan di depan banyak orang. Sebuah buku yang tak berguna. Sebuah buku sampah.
Tapi dengan rendah hati, aku terus mencari. Barangkali ada suatu alasan kenapa Allah memberiku buku yang kosong. Sampai akhirnya aku menyadari, bahwa buku kosong adalah anugerah.
Buku yang kosong adalah buku yang haus untuk ditulisi. Jika ada satu kemampuan yang aku andalkan, itu adalah kemampuan belajar. Kemampuan untuk menulisan apa pun di buku kosongku ini.
Buku kosong adalah buku yang tak sombong untuk melihat buku lain dan mengambil pelajaran. Ia dengan bebas menentukan tulisan yang hendak ditorehkan. Ia adalah buku pembelajar, yang bisa menampung tulisan dari buku-buku lainnya.
Tidak masalah bagiku, tidak memiliki kemampuan seperti si A, si B, atau si C. Karena aku adalah buku kosong. Aku akan belajar. Dan suatu saat nanti, kemampuan si A, si B, dan si C akan menjadi kemampuanku juga. Ini hanya masalah waktu.
Apakah kau pernah merasakan hal yang sama denganku? Mengutuk dirimu karena terlahir sebagai buku kosong?
Janganlah memaki dirimu, apalagi menganggap sampah. Karena kita, buku kosong, adalah anugerah.
Buku kosong memang akan menjadi buku kosong. Tapi di tangan pembelajar, buku kosong akan menjadi ensiklopedia kehidupan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top