#6
Sekali lagi Zee membuat Refan bingung, ia minta dijemput di cafe om Hartono jam 17.00. Ah anak itu hanya bikin pusing saja, desis Refan dalam hati.
Zee sampai di cafe om Hartono dengan menggunakan jasa grab. Sesampainya di sana, ia tidak menemukan om Hartono tapi oleh resepsionis cantik ia di suru mennunggu di ruangan om Hartono, di belakang meja kasir.
Zee masuk ke ruangan yang sangat cozy dengan warna-warna lembut. Ia mengedarkan pandangannya, ah tidak ada yang istimewa, karena bosan Zee melihat-lihat apa yang ada di meja om Hartono, ia tertarik pada buku berwarna abu-abu yang dari dalam buku tersebut menyembul setangkai bunga mawar yang telah kering. Dibukanya buku tersebut pas dibagian yang ada bunga keringnya. Ah hanya puisi pikir Zee. Ternyata om Hartono romantis juga. pelan ia baca, ah isinya tentang cinta om Hartono pada seorang perempuan, cinta yang tak pernah mati katanya cieeee, Zee tersenyum-senyum sendiri. Lembar berikutnya ia buka. Ia kaget mengapa banyak foto-foto dirinya yang tertempel di situ, berseragam sekolah, pasti diambil pas ia ada di luar pagar sekolah. Ah iya sih kata om Hartono anaknya mirip aku, pikir Zee. Lembar berikutnya ia menulis puisi tentang anaknya, cintanya pada anaknya, eh kok, isinya anak yang bertahun-tahun hilang sudah ditemukan, dada Zee jadi berdegup kencang. Mengapa ada nama Azalea di sana, aku kah pikir Zee, lembar berikutnya ia melihat foto dirinya yang ditempel berjajar dengan foto om Hartono. Zee menutup mulutnya matanya mulai buram,ia baru sadar ada banyak kemiripan antara wajahnya dengan wajah om Hartono. Lembar demi lembar ia baca, semakin membuat Zee ingin menangis, tapi ia tahan. Zee berusaha menenangkan perasaannya. ia simpan buku itu dalam tasnya. Pada saat yang bersamaan om Hartono masuk ke ruangan itu dan tersenyum lembut.
"Sudah makan Zee, ayo om buatkan makan, ini sudah jam 16.00 loh," kata om Hartono lembut.
"Ngga om, masih kenyang, Zee makan kentang goreng saja, boleh?" tanya Zee dan om Hartono mengangguk dengan cepat. Om Hartono sejenak melihat wajah Zee.
"Kok kelihatan sedih Zee, ada apa, ayo cerita sama om," tanya om Hartono. Zee menggeleng pelan. Tiba-tiba Zee bertanya
"Siapa nama anak om, yang katanya hilang?" tanya Zee. Om Hartono terlihat bingung.
"Sudahlah Zee, jangan bertanya tentang anak om, hanya akan membuat om sedih," kata om hartono dengan wajah memelas. Di saat yang bersamaan pesanan Zee datang, om Hartono memberikan kentang goreng dan segelas strawberry milkshake.
" Makanlah Zee, keburu dingin pasti tidak enak," ujar om Hartono sambil meletakkan semuanya di hadapan Zee. Zee makan dengan tidak bersemangat. Tak lama Refan datang, ia menunggu di tempat duduk untuk para pelanggan cafe. Setelah menghabiskan makanannya Zee mengajak Refan pulang, kedua pamit pada om Hartono.
***
Di dalam mobil Zee diam dengan wajah muram. Refan meliriknya sekilas, tidak biasanya. Sehabis bertemu om Hartono biasanya Zee terlihat bahagia.
"Ada apa Zee, ada masalah, kok diam saja dari tadi?"tanya Refan.
"Ka bisa berhenti sebentar?" Zee tidak menghiraukan pertanyaan Refan, malah dia minta berhenti. Refan segera mencari tempat berhenti yang aman. Di samping taman kota, di bawah pohon yang lumayan teduh, Zee meberikan buku om Hartono pada Refan. Ia membuka pas dibagian yang ada puisi untuk anaknya, ada curhatan dan ada nama Azalea di situ. Refan membaca dengan cepat, ah ia mengutuki om Hartono yang ceroboh meletakkan buku hariannya. Lalu Refan melihat wajah Zee yang memandangnya dengan muram.
"Ka, benar kan om Hartono papa Zee, mengapa semuanya merahasiakan pada Zee, ada apa sebenarnya. Om Hartono orang baik, Zee yakin ada alasan mengapa ia tega meninggalkan Zee pada mama yang tak pernah peduli pada Zee. Zee ingat kemarahan mama pada om Hartono yang tanpa alasan, sejak awal Zee sudah curiga, tumben mama marah hanya karena Zee dekat dengan om Hartono, biasanya Zee tidak pulang pun tidak akan diurus, banyak keanehan, banyak rahasia, ato jangan-jangan ka Refan dan bi Munah juga tahu tapi ikut merahasiakan," ujar Zee dengan pandangan mata tetap lurus ke arah jalan di depannya.
Tiba-tiba hp Refan berbunyi, ada panggilan masuk ternyata mama Zee, Refan berkata kalo mereka ada di taman kota.
"Hmmm bener kan, sejak aku kenal om Hartono, tiap hari mama menelpon bertanya aku ada di mana, bukan karena kawatir sama aku ka, tapi kawatir aku bersama om hartono, apa lebih baik aku mati saja ya ka, biar mama ga kawatir lagi?" tanya Zee dengan mata muram melihat ke jalan. Refan kaget dan menepuk pipi Zee pelan.
"Hei ngomong apa kamu, kematian itu rahasia Tuhan, kita tidak bisa meminta atau menolak, berpikirlah realistis, sebentar lagi kamu kelas XII,setelah itu kulia, kerja, nikah, masa gak pengen menikmati indahnya dunia Zee," ujar Refan menghibur. Zee menggeleng cepat.
"Tidak ka, aku tidak punya rencana apapun ke depan, aku hanya ingin ketemu papa itu saja," jawab Zee pelan.
"Ka jawab, bener kan om Hartono papa Zee?" tanya Zee lagi pada Refan. Refan mendesah pelan. Bingung pastinya.
"Besok, kita ke om Hartono, kamu bisa minta penjelasan padanya, aku ini tidak berhak menjelaskan apapun aku orang luar Zee," ujar Refan. Diusapnya tangan Zee pelan.
"Kita pulang ya Zee," ajak Refan, dan Zee mengangguk dengan tatapan kosong.
***
Sesampainya di rumah, bi Munah sudah menunggu, mengajak Refan dan Zee makan, hanya Refan yang mengiyakan ajakan bi Munah. Zee langsung masuk ke kamarnya dengan berjalan gontai.
"Den kenapa non Zee?" tanya bi Munah pelan saat Refan sudah duduk di kamar makan dan mulai menyendok nasi dan lauk. Dengan setengah berbisik Refan menjelaskan semua. Mulut bi Munah terbuka lebar.
"Bibi sudah nyangka, lambat laun non Zee pasti tau, dia sudah besar, terlalu banyak kejadian aneh den, terlalu banyak hal yang ganjil dan perlu dijelaskan pada non Zee," ujar bi Munah pelan
***
Awalnya Zee erencana akan menemui on Hartono dengan Refan tapi setelah dipikir lagi, lebih baik jika ia menemuinya sendiri, berbicara berdua. Akhirnya Zee menelpon Refan bahwa ia dalam perjalana menuju cafe om Hartono dan akan menghubungi Refan jika ia akan pulang.
Zee masuk ke cafe om Hartono, masih terlihat sepi, hanya ada beberapa pengunjung saja. Om Hartono kaget, melihat Zee datang di jam 11.00
"Tumben sudah pulang Zee?" tanya om Hartono. Zee tersenyum samar. Ada apa dengan anak ini pikir Hartono.
"PTS om, memang awal pulangnya," jawab Zee pelan. Zee duduk di kursi yang ada di depannya, dan Hartono mengikuti duduk di depan Zee.
"Om, Zee ada perlu, mau ada yang diomongin ke om," ujar Zee pelan dengan wajah sendu. Hartono merasakan hawa tak nyaman ada aura wajah Zee. Ia pun mengajak ke ruangannya. Sesampainya di ruangan Hartono, saat kedua sudah duduk berhadapan, Zee mengeluarkan buku berwarna abu-abu. Seketika Hartono terbelalak.
"Maaf kalo Zee lancang, om, bisa om jelaskan pada Zee semuanya, Zee ngga akan marah, sejak awal mama melarang Zee bertemu dengan om, Zee sudah bertanya-tanya, tumben mama segitunya perhatian sama Zee sampe nyuru sopirnya antar jemput Zee, biasanya Zee mau ngapain aja ngga diurus, mau makan, sakit, mati juga kali ga diurus om, kok begitu om muncul mama jadi ngelarang, ngejagain Zee agar ngga ketemu om,jelaskan ya om, Zee akan berusaha ngerti, Zee bentar lagi 17 tahun kok om," ujar Zee lirih dengan pandangan memohon. Hartono menghela napas berat
"Apa yang mau kamu ketahui Zee?" tanya Hartono pelan sambil menunduk, tangannya saling menggenggam dengan erat.
"Apakah oooom, papa Zee?" tanya Zee pelan dengan jantung berdebar. Lama Hartono diam, akhirnya ia mengangguk pelan. Pertahanan Zee luruh, air matanya mengalir deras, ditahannya untuk tidak memeluk orang yang beberapa minggu ini menjadi tempat curhatnya. Perlahan Hartono berjalan mendekati tempat duduk Zee dan memeluk kepala Zee.
"Maafkan papa, maafkan papa," suara Hartono terdengar menyayat menahan tangis namun air matanya luruh juga.
"Ceritakan semuanya pa, Zee akan mendengarkan, Zee tidak akan menyalahkan siapapun, sudah terlalu banyak rasa sakit yang Zee alami, Zee tidak akan menyalahkan papa ato mama lagi," ujar Zee terisak. Dan Hartono meceritakan semuanya, tentang cintanya yang besar pada mama Zee, kekhilafannya sampai mama Zee hamil, kebingungannya karena mama Zee yang menghilang begitu saja dan baru satu tahun terakhir ia menemukan Zee, saat tak sengaja ia melihat mama Zee merias pengantin di rumah koleganya, sejak itu ia mengikuti kemana mama Zee pergi. Sampai ke rumah Zee, dan melihat Zee yang sudah remaja, dan akhirnya tahu di mana sekolah Zee. Ia jelaskan bukan ia tidak mencari, seluruh kemampuan ia kerahkan untuk mencari Zee dan mamanya, sampai ia tidak punya keinginan untuk menikah.
Zee mendengarkan dengan tatapan yang sulit diartikan, setelah Hartono selesai bercerita ia bergumam tak jelas, sampai Hartono mendekatkan telinganya pada mulut Zee.
"Pa kita pergi jauh yuk, ke mana gitu, ke tempat yang cuma kita yang tahu, kalo kita tetep di sini, Zee tetap ga boleh ketemu sama papa, papa gak bisa jenguk aku, mama juga gak nganggap aku ada, lalu buat apa Zee hidup, setidaknya kalo Zee ikut papa, papa akan menganggap Zee anak papa, bukan anak yang hanya dicukupi masalah uang dan uang," ujar Zee memohon.
"Tidak Zee, itu tidak baik, kita bisa bicara baik-baik dengan mmamu," kata Hartono menghibur. Zee menggeleng keras.
"Zee hafal betul gimana mama, kalo ngga ya ngga, apalagi ia menganggap papa adalah orang yang mengahancurkan hidupnya, tidak akan ada jalan kita untuk bertemu dengan jalan yang aman, kita harus pergi jauh dari sini pa," ajak Zee lagi.
"Lalu sekolahmu? " tanya Hartono.
"Kita bisa urus kemudian, ada ka Refan yang akan diam-diam bantu Zee, dia kaka yang baik, ngejagain Zee seperti sodara kandung," kata Zee. Hartono bingung, apa yang harus ia lakukan, memang benar kata Zee, bahwa jika ia tetap di kota ini, akses bertemu dengan Zee akan tetap tertutup. Ditatapnya wajah anaknya, dipeluknya dengan erat dan Zee juga memeluk Hartono.
"Kabulkan permintaa Zee ya pa, Zee selalu bermimpi bertemu papa, tapi ada tangan mama yang menarik, selalu begitu, ternyata benar, Zee akhirnya ketemu papa, tapi mama ngelarang keras ketemu papa, kita tinggal di kota lain pa, Zee ingin hidup bahagia sama papa, kabulkan permintaan Zee ya pa, sekali ini saja, Zee ngga akan minta apa-apa lagi sama papa. akhirnya Hartono mengangguk pelan. Zee mencium pipi papanya. Entah apa yang mereka bicarakan kmudian yang jelas keduanya mengatur cara agar bisa keluar dari kota ini dengan aman, terlebih Zee.
Refan menunggu sampai jam 17.00 Zee tak kunjung menelpon, bisa-bisa ketahuan mama Zee pikir Refan, akhirnya ia menyusul Zee ke cafe om Hartono dengan mobilnya. Sesampainya di sana Zee tidak terlihat di cafe, ia telpon, barulah ke luar dengan wajah membeku. om hartono mengantar Zee sampai mobil, i usap kepala Zee dan mengangguk pelan, Zee pun mengangguk. Refan hanya heran saja, ada apa, ia pun pamit pada om Hartono dan melajukan mobilnya pulang ke rumah Zee.
***
Ada yang aneh dua hari ini Refan selalu melihat Zee pulang tepat waktu, tidak kemana-mana dan hanya mengunci pintu di kamar. didatanginya kamar Zee, saat di ketok beberapa kali tidak ada sahutan, akhirnya Refan membuka perlahan pintu kamar Zee. Ia melihat Zee melihat ke luar jendela sambil duduk di kursi dan menekuk lutut.
"Zee, kamu mikir apa, tumben nggak cerita sama kakak?" tanya Refan. Zee menggeleng dengan pandangan tetap ke luar jendela.
"Tumben juga nggak ke om Hartono?"tanya Refan lagi. Dan Zee menggeleng lagi. Diusapnya kepala Zee perlahan, apa yang dipikir oleh adiknya.
"Kalo misalnya Zee ngga di sini, pergi jauh, pasti mama seneng ya ka?" tanya Zee tiba-tiba. Refan kaget.
"Ya nggak lah Zee, kamu kan anaknya, pasti mama kamu kangen lah, aneh-aneh saja kamu,"ujar Refan.
"Ngga akan ka, selama ini kenyataannya mama ngga pernah kangen Zee, datang ke rumah cuman tanya ke bi Munah keperluan dapur apa saja yang habis, ngasi uang, pergi, gitu tiap bulan, dari kecil sampe Zee sebesar ini," ujar Zee dengan nada memelas.
"Udahlah Zee, senangkan hati kamu dengan mengalihkan ke hal-hal yang kamu senangi, tuh di meja kamu selalu berserakan desain-desain baju, kayak perancang terkenal aja, lanjutkan kegiatan positif yang sekiranya bikin kamu lupa pada hal-hal yang bisa bikin kamu sedih, udah siang, makan dulu sana, kakak mau ke kampus, ada janji sama dosen, mau konsultasi skripsi kakak, kakak berangkat dulu ya Zee, " ujar Refan pamit. Zee mengangguk tanpa melihat Refan. Refan menggeleng perlahan sambil menghembuskan napas.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top