#5


Refan menelpon mama Zee dengan hati-hati,  ternyata mama Zee tak puas jika berbicara lewat hp dan akan  bertemu nanti siang di rumahnya. Jam 11.00 terlihat mama Zee yang terburu-buru masuk ke rumahnya. Refan sudah menunggu di ruang tengah.
"Coba jelaskan ulang pada tante,  di mana kamu bertemu dengan bajingan itu," mata mama Zee terlihat marah.
Refan mulai cerita tentang pertemuannya di toko buku,  sampai peristiwa kemarin saat ia menjemput Zee,  ia ceritakan juga awal mula Zee bertemu dengan om Hartono. Seketika tangis mama Zee meledak,  bersamaan dengan kemarahannya.
" 17 tahun aku menjauh dari keluarga, sahabat,  kerabat karena bajingan itu,  dia mengubah hidup tante, menjadi hina, dicemooh orang sampai sekarang,  jika kamu melihat tante seperti ini, itu semua karena ingin menutupi hancurnya hati tante, melihat wajah Zee selalu membuat tante sakit karena wajah laki-laki itu ada pada Zee,  akan aku temui dia, akan aku katakan bahwa meski dia menghacurkan hidupku, aku bisa hidup mapan," ujar mama Zee mengusap air matanya.
"Maaf tante,  kalo saya lihat om Hartono sabar,  baik," suara Refan terdengar pelan,  kawatir mama Zee tersinggung.
"Apa menurutmu orang baik jika telah menghancurkan hidup wanita yang katanya sangat dia cintai, dengan nafsu?" mama Zee bertanya pada Refan. Refan jadi bingung.
"Tapi,  dia kan mau bertamggung jawab tante?" jawab Refan dengan cepat.
"Apa setelah bertanggung jawab maka keadaan akan baik-baik saja, tidak semudah itu Refan,  jalan hidup seorang wanita yang hamil di luar nikah akan selamanya dicemooh,  dianggap wanita murah, apalagi saat itu tante masih sangat belia,  baru lulus sma, dan yang pasti tante tidak mencintai laki-laki itu," jawab mama Zee dengan wajah keruh.
"Pasti ada yang salah tante,  tante harusnya meminta penjelasan mengapa ia tega melakukan itu, benar tante kalo melihat dari wajah,  suara dia bukan orang jahat,  dua kali saya bertemu dia selalu menampakkan wajah lembut dan sabar,  apalagi jika melihat Zee,  matanya berbinar bahagia," ujar Refan.
"Aku sudah tidak butuh penjelasannya,  karena saat melakukan tindakan bejatnya, mulutnya bau alkohol, dia melakukannya di kamar kakakku,  saat di rumah hanya ada aku dan pembantu," Mama Zee terlihat menahan kemarahannya. Akhirnya Refan diam tak tau haris berbuat apa.

***

Malam saat Refan mulai memejamkan matanya, ia ditelpon oleh mama Zee, bahwa kantor tempat papa Refan bekerja mengabarkan jika kapal yang dinahkodai oleh papa Refan karam karena badai,  sampai saat belum diketahui nasibnya karena masih dalam proses pencarian.

Refan memegang tembok yang ada di depannya,  matanya memburam, ia tidak punya siapa-siapa lagi, hanya papa yang ia punya,  sanak keluarga papa dan almarhum mamanya sebagian besar ada di Jawa Tengah. Dadanya jadi sakit mengingat pertemuan terakhir tiga bulan lalu dengan papanya, ia hanya heran papanya memberinya berkas-berkas tentang data keuangan dan harta papanya, surat-surat warisan dan lain-lain, alasan papanya karena Refan sudah cukup umur untuk memegan surat-surat penting itu. Refan tidak bisa menangis,  hanya matanya menjadi panas.

"Ka,  ka Refan kenapa,  sakit ya?" tanya Zee yang tiba-tiba muncul di kamar yang ia tempati. Refan menoleh sekilas pada Zee dan menunduk lagi, masih dalam posisi menghadap tembok.
"Ka,  kok mata ka Refan merah, kaka marah sama Zee ya?" tanya Zee lagi dengan suara hampir menangis. Refan membalikkan badannya. Dipeluknya Zee, tak terasa air matanya mengalir, kali pertama dalam hidup Refan menangis.
"Kakak nggak marah sama Zee, kakak hanya sedih,  kakak tidak punya siapa-siapa lagi,  kamu harus bersyukur meski kamu merasa dicuekin,  setidaknya masih ada orang yang akan kamu panggil mama, papaa papa ku kecelakaan Zee,  kapalnya dihantam badai besar, kapalnya karam,  sampai saat ini jasad papa dan anak buahnya belum ditemukan," suara Refan tersendat ditelan kesedihannya. Zee tengadah menatap wajah Refan,  dipeluknya dengan erat tubuh Refan.
"Ada Zee ka,  Zee akan selalu ada di sisi ka Refan,  Zee akan menemani kaka sampai kapanpun,  bener Zee janji,  Zee juga cuma punyanya ya ka Refan," Zee semakin menenggelamkan kepalanya di dada Refan. Refan mengelus kepala Zee, diciuminya berkali-kali.
"Terima kasih Zee,  terima kasih,  akan kakak pegang janjimu," ujar Refan pelan. Zee mengangguk dengan pasti. Tanpa mereka tahu, dari balik pintu mama Zee mendengarkan apa yang mereka bicarakan dan melihat apa yang mereka lakukan, lalu dengan pelan ia berjalan ke kamar bi munah.

"Tumben malam-malam non ke sini,  ada apa non Puspa?" tanya bi Munah, mama Zee meletakkan telunjukkan di bibir. Ia ceritakan tentang kemalangan yang menimpa papa Refan, dan mulut bi Munah terbuka lebar lalu mengelus dadanya perlahan.
"Saya ke sini sebenarnya ada perlu pada Refan bi,  besok pagi-pagi kami harus ke kantor tempat papa Refan kerja, tim DVI akan mengambil sampel DNA pada Refan, dan ada berkas-berkas penting tentang warisan papanya yang akan aku bicarakan,  tapiii aku melihat Zee dan Refan berpelukan, apaaa mereka sering seperti itu bi?" tanya mama Zee "Nggak juga non,  klo saya liat non Zee tulus nganggep den Refan kakak,  dia kan sering kesepian non,  sejak ada den Refan non Zee jadi periang loh,  tapi kalo den Refaaaan saya liat kayaknya dia suka sama non Zee, cuma saya kaguuum banget non sama den Refan,  dia jagaiin banget non Zee, nggak macem-macem sama non Zee," kata bi Munah panjang lebar.
"Syukurlah bi,  sejak awal memang aku percaya bahwa Refan anak baik, bisa menjaga Zee,  aku tidak keberatan kalo Refan menyukai Zee,  dia laki-laki bertanggung jawab, aku lega bi,  minta tolong sampaikan pada Refan, besok jam 8 aku ke sini, aku mau lewat belakang saja ya bi, biar sekalian Refan sama Zee nggak liat aku," kata Mama Zee dan berlalu lewat jalan belakang. Bi Munah menarik napas dan menghembuskannya dengan pelan.

***

Refan melepaskan pelukannya dan menyuruh Zee tidur,  ia ingin sendiri. Zee mengangguk dan naik ke kamarnya. Saat Refan sendiri bi Munah muncul dan memberitahu apa yang dikatakan mama Zee,  bahwa besok jam 8 pagi akan menemui Refan untuk bersama-sama ke kantor papa Refan. Refan mengangguk dan merebahkan badannya ke kasur. Ia berusaha memejamkan matanya.

***

Pagi setelah mengantar Zee ke sekolah,  Refan menunggu mama Zee di teras. Refan tidak masuk ke dalam,  dia memandang dengan tatapan kosong jalan raya di depannya. Sampai klakson mobil mama Zee mengagetkannya, Refan baru sadar dari lamunannya. Mama Zee memberi kode agar Refan ikut mobilnya saja.

"Maaf tante,  kayaknya tante tidak begitu bersedih dengan kondisi papa yang tidak jelas," Ujar Refan sambil pandangannya tetap menuju ke jalan.
"Mungkin karena kami jarang bertemu, empat tahun menjalani pernikahan,  baru kurang lebih lima kali kami bertemu layaknya suami istri,  papamu lebih lama berlayar dari pada ada di samping tante, ambillah map merah di jok belakang,  di dalamnya berisi warisan papamu untukmu, nanti kita urus ke notaris, usiamu sudah lebih dari cukup untuk mengelola sendiri warisan dari papamu," ujar mama Zee pelan.
"Saya sudah mendapatkannya dari papa tante,  biarlah itu untuk tante saja,  toh saya sendirian juga,  berikan saja pada Zee tante," jawab Refan tak berminat. Mata Puspa terbelalak.
"Ya tidak bisa begitu Refan,  itu amanah dari papamu,  harus kamu terima,  buat modal usaha kamu,  perbesar usahamu, tante juga sudah dapat dari papamu,  meski nasib papamu belum jelas, tapi ada baiknya tante serahkan semuanya padamu,  kita berharap yang terbaik saja untuk papamu," kata Puspa lagi.
"Makasih tante,  saya tidak punya siapa-siapa di kota ini,  boleh ya tante kalo sekali-sekali saya ke rumah tante," pinta Refan dengan suara pelan.
"Loh ya nggak papa Refan,  kamu sudah tante anggap seperti anak sendiri, kalo kamu mau, tinggallah di rumah tante,  Zee sering sendiri, sepertinya dia sedikit jadi periang sejak kamu ada di rumah tante, makasih ya Refan sudah jagain Zee," ujar Puspa.
"Makasih,  makasih banyak tante,  saya akan sering menemani Zee," terdengar kelegaan pada suara Refan. Mobil terus melaju menuju kantor papa Refan.

***

Tiga bulan sudah sejak kemalangan yang menimpa papa Refan belum ada kabar sampai sekarang bangkai kapal ditemukan namun hanya beberapa awak kapal yang ditemukan,  sementara papa Refan sebagai nahkoda belum juga ditemukan, kapal yang dinahkodai papa Refan adalah kapal barang yang mengangkut barang dari satu negara ke negara lain.

Refan sudah mengikhlaskan papanya,  ia kini konsentrasi pada penyusunan skripsinya. Dan selama menyusun skripsi Refan memang lebih sering berada di apartemennya,  ia merasa lebih konsentrasi. Jika Zee menelponnya,  baru ia akan mendatangi rumah Zee.

Sementara di sisi lain mama Zee menunggu saat yang tepat, akan menghadapi langsung laki-laki yang ingin ia lupakan seumur hidupnya. Mama Zee sempat tegang saat pertama melihat kembali orang yang menghamcurkan hidupnya,  ia menangis dalam mobil, saat melihat dari jauh laki-laki yang telah mengubah jalan hidupnya. Meski dari jauh dan sudah 17 tahun tidak bertemu,  mama Zee dapat mengenali wajah laki-laki itu. Ia hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengatakan bahwa ia sudah hidup layak dan mapam meski sempat jatuh ke tempat yang paling hina.

***

Jam 15.30 Refan menelpon mama Zee, ia bertanya apakah Zee dijemput oleh pak Tomo, karena begitu Refan sampai ke sekolah jam 15.00 sekolah sudah bubaran,  siswa dipulangkan awal karena ada rapat mendadak di sekolah Zee. Mama Zee panik ia segera menyusul Refan ke sekolah. Refan juga bingung tidak biasanya Zee tidak menghubunginya. Mama Zee dan Refan sudah menebak, siapa yang membawa Zee,  tapi dibawa kemana Zee.

Pikiran mama Zee kalut saat menyetir ia kawatir terjadi apa-apa pada Zee,  baru kali ini ia merasa kawatir pada Zee. Sedangkan Refan sama sekalin tidak kawatir ia yakin Zee akan baik-baik saja.

Sementara di tempat lain Zee sedang bersama dengan seseorang.
"Om,  ini mau ke mana?" tanya Zee.
"Ke cafe om, om punya beberapa cafe di kota ini," ujar om Hartono menjelaskan dan menyebutkan sejumlah nama cafe. Mata Zee membulat.
"Oh yaaa wah itu cafe keren om, Zee baru tahu klo itu semua milik om," Zee menjawab dengan riang. Sesampainya di sebuah cafe,  Zee dipesankan bermacam makanan. Setelah semua sampai di meja Zee, ia terbelalak.
"Semua untuk Zee?" tanya Zee. Om Hartono mengangguk sambil tersenyum. Zee tersenyum riang dan mulai memakannya.  Om Hartono memandang Zee yang makan dengan lahap,  dengan tatapan yang sendu.
"Om kok sedih,  nyesel ya neraktir Zee makan?" tanya Zee menghentikan makannya. Om Hartono menggeleng cepat.
"Tidak Zee,  tidak makanlah,  om hanya ingat anak om,  yang entah sekarang ada di mana," ujar Om Hartono. Mata Zee terbelalak.
"Loh katanya sekolah di sekolah Zee anak om,  memang hilang ke mana?" tanya Zee lagi. Om Hartono tersenyum samar.
"Maaf ya Zee kalo om bohong,  anak om tidak bersekolah di sekolah Zee,  om hanya ingin lihat dan ketemu Zee,  makanya tiap hari ke sekolah, anak om wajahnya mirip Zee, sekarang tidak tahu entah kemana," jawab om Hartono. Zee memandang jawah om Hartono.
"Wah kasihan si om,  kok nggak lapor polisi saja om kalo hilang, kan bisa dicariin," saran Zee dengan polos. Om Hartono menggeleng.
"Mana istri om,  kok nggak nyari juga,  masa nggak bingung istri om?" tanya Zee.
"Om,  tidak pernah menikah Zee?" mata Zee semakim membulat,  ia semakin tidak mengerti.
"Loh,  kok om bisa punya anak kalo belum pernah nikah,  om kok aneh ya, " ujar Zee.
"Kamu tidak akan tahu Zee, tidak akan mengerti,  habiskan cepat makanmu, om akan antar kamu pulang," ujar om Hartono. Zee baru sadar ia belum menghubungi Refan,  saat akan menelpon ternyata hpnya lowbat.

Di rumah Zee, Refan berusaha menenangkan mama Zee.
"Kita tunggu di sini tante,  saya yakin,  om Hartono akan membawa Zee pulang,  kita tidak usah gegabah lapor polisi,  ini belum 24 jam, belum bisa dikatakan hilang," bujuk Refan. Bi Munah juga berpendapat sama.
"Tunggulah non,  saya yakin non Zee pulang,  ia bukan tipe anak nakal," ujar bi Munah.

Dugaan Refan benar jam 18.30 ada mobil hitam berhenti di depan rumah mama Zee,  mama Zee berjalan bagai terbang, Refan mengikuti ia yakin akan terjadi sesuatu. Saat Zee sampai di depan pagar,  di seret oleh mamanya dan menyuruh Refan segera membawa masuk Zee. Di saat yang bersamaan dengan napas memburu mama Zee menampar wajah om Hartono

PLAAAKKK

"Pergi kau dari hidupku,  apa kau belum puas orang-orang menganggap aku wanita murahan saat hamil Zee tanpa ayah?" teriak mama Zee. Om Hartono berusaha memegang tangan mama Zee, namun ditepis.
"Puspa,  aku mencintaimu,  aku mau bertanggung jawab tapi kau menghilang,  aku hilaf Puspa,  aku putus asa waktu kau menolakku berkali-kali, aku kalut dan aku minum,  semua yang aku lakukan di luar kesadaranku,  maafkan aku," wajah om Hartono memelas.
"Persetan dengan cintamu,  aku tidak mencintaimu, semua impianku hancur karena ulahmu,  aku dikucilkan oleh keluarga ayah dan ibu,  aku hidup di kota ini jauh dari mereka,  hidup dari nol dan saat ini aku sudah tenang,  mapan jadi jangan coba-coba kau mengganggu ketenanganku,  pergi kau dari hidupku, kami tidak butuh apapun dari mu," ujar mama Zee sambil menangis dan menutup pagar dengan keras. Om Hartono hanya mematung dengan tatapan kosong.

Zee memandang tidak mengerti apa yang terjadi,  jarak antara pagar ke rumahnya agak jauh,  jadi dia tidak mendengar percakapan mamanya dan om Hartono, karena begitu sampai di pagar tadi ia segera di ajak masuk ke rumah oleh Refan dengan setengah berlari. Zee hanya melihat mamanya menampar om Hartono dan dari balik jendela Zee melihat mamanya yang menunjuk-nunjuk om Hartono,  dan om Hartono yang hanya sekali-sekali berbicara dengan tatapan sedih. Sebenarnya ada apa? Refan menarik Zee duduk saat mama Zee masuk ke ruang tamu.

"Dengar Zee,  mulai besok dan sampai kapanpun,  jangan pernah kamu berhubungan dengan orang itu, ke sekolah atau kemanapun Refan atau pak Tomo yang akan mengantarmu,  hanya mereka berdua,  mengerti,  mama heran,  tumben kamu tidak menunggu Refan,  atau paling tidak menelpon," ujar mama Zee berapi-api. "Mengapa Zee harus menjauhi om Hartono,  dia tidak jahat, dia hanya mengajak Zee ke cafenya karena Zee lama menunggu jemputan, Zee tidak menelpon karena hp Zee lowbat, siapa om Hartono itu, mengapa mama sampai menunjuk-nunjuk dia, daaan tumben mama peduli pada Zee,  Zee sempat berpikir, hilang pun mama ngga akan cari Zee," ujar Zee hampir menangis. Mama Zee menahan marah, tapi Refan cepat mendekap kepala Zee ke dadanya. Kawatir mama Zee hilang kesabaran.

"Dengar Zee,  kalau pun mama jarang pulang itu semua untuk memenuhi kebutuhanmu, bukan tidak mempedulikanmu,  mama tidak mau tahu,  jauhi orang itu,  atau kalau tidak,  kita pindah ke kota lain," ujar mama Zee dan berlalu dengan langkah lebar.

Zee menangis dalam pelukan Refan. Refan tidak bisa berkata apa-apa hanya mengelus kepala Zee. Dan segera membawa ke kamar Zee. Dan didudukkannya di kasur.
"Diingat pesan mama ya Zee, tidak usah membantah,  ini untuk kebaikanmu," nasihat Refan pada Zee. "Tapi kan Zee harus tahu kak,  kenapa, ada apa,  apa Zee harus cari tahu sendiri?" tanya Zee. Refan menggeleng.
"Jangan,  kalo ada apa-apa bilang kakak kita cari tahu berdua," kata Refan.
"Benar ya ka?" ujar Zee. Refan mengangguk.
"Mandilah,  ganti bajumu,  kakak juga mau mandi," ujar Refan lalu ke luar kamar Zee.

Di dalam kamar Zee mematung,  ada apa ini,  pasti ada yang di sembunyikan mamanya,  karena Zee tahu sejak ia kecil, mamanya hampir tidak peduli padanya,  dalam hal apapun,  mengapa baru sekarang setelah muncul om Hartono. Zee bertekad ia harus tahu kebenarannya. Ato jangan-jangan om Hartono tahu di mana papa Zee, sehingga mama melarangnya dekat dengan om Hartono. Tanpa sadar Zee mengangguk. Ia akan mewujudkan mimpinya, bertemu dengan papanya,  dari mimpi-mimpinya ia yakin papanya masih hidup, mimpi yang selalu hadir menakutkan dalam tidurnya. Zee mendesah pelan dan melangkahkan kakinya ke kamar mandi.

***

"Ka Refan, aku kok penasaran ya,  mama tanpa alasan jelas ngelarang aku ketemu sama om Hartono,  jangan-jangan om Hartono tau papa Zee ada di mana,  tumben kan mama peduli sama Zee, sejak dulu Zee mau ngapain ga tau dilarang, mau ya ka klo Zee ajak ke cafenya om Hartono," ajak Zee dan Refan mengangguk. Dalam hati Refan bergumam, dia papamu Zee, dan memandang Zee dengan sendu.

***

Siang setalah pulang sekolah kembali Refan kehilangan Zee,  ia segera menelpon Zee dan benar Zee ada di cafe om Hartono,  secepatnya ia melarikan mobilnya. Sesampainya di cafe, ia melihat Zee yang bercanda dengan om Hartono, wajah mereka benar-benar mirip.
"Sore om," sapa Refan. Dan Hartono mempersilakan Refan duduk.
"Zee jangan gini,  jangan mempersulit kakak, dan om Hartono, mamamu akan semakin marah kalo kamu kayak gini,  bilang dulu ke kakak kalo kamu mau ke mana,  jangan main ilang-ilang aja Zee," ujar Refan dengan wajah kawatir. Zee terlihat memelas.

"Ka, aku tanya ke om,  ternyata om ngga tau di mana papa Zee," wajah Zee terlihat sedih. Refan dan om Hartono saling melirik.
"Tapi Zee jadi bingung ngapain mama sampe kalap ngelarang Zee deket sama om, jangan-jangan om bohong ya?" tanya Zee pada om Hartono.
"Om nggak bohong nak,  om nggak tau di mana papa kamu, ngapain om bohong," jawab Hartono.
"Lah trus kenapa mama ngelarang Zee ketemu sama om?" tanya Zee lagi.
"Om ini kenal sama keluarga besar mama kamu,  karena om teman kakak mama kamu Zee, mungkin kawatir kamu berhubungan dengan keluarga mama kamu yang ada di Jakarta," jawab Hartono berusaha menjelaskan.
"Kenapa Zee nggak boleh berhubungan sama keluarga mama om?" Zee mengejar lagi. Hartono kehabisan akal.
"Gini nak,  ada masalah yang terkadang orang tua enggan bercerita pada anaknya,  jadi akan lebih baik jika kamu tidak bertanya pada mamamu," kata Hartono berusaha menjelaskan.
"Tapi om,  Zee cuma pengen ketemu papa,  Zee yakin papa masih hidup, mimpi-mimpi itu, mimpi yang sama sejak Zee kecil," Zee tidak melanjutkan karena dia menangis. Hartono reflek mendekat dan mendekap Zee dalam pelukannya. Refan jadi tercekat melihat anak dan ayah yang saling berpelukan. Refan melihat Hartono yang berlinang air mata,  mata Refan jadi ikut berkaca-kaca.

***

Jam 17.00 Refan dan Zee pulang, mobil Refan melaju dengan kecepatan sedang, di saat yang bersamaan mama Zee menelpon Refan untuk bertanya mereka ada di mana. Refan menjawab bahwa mereka dalam perjalanan pulang setelah membeli makanan. Terdengar helaan napas lega dari mama Zee.

Sesampainya di rumah tiba-tiba Zee mendekat pada Refan dam memandag dengan aneh.

"Ka, Zee kadang merasa damaaii kalo dekat dengan om Hartono, sejak awal bertemu, matanya yang hangat seolah bisa mencairkan kebekuan hati Zee yang bisa dikatakan ngga pernah disentuh kasih sayang mama, kaya tadi pas dipeluk, ga pengen lepas deh kayanya ka," kata Zee pelan. Refan mendesah pelan, sebenarnya ia bingung mau ngomong apa, sebegitu besarnya efek kasih sayang anak dan orang tua, meski Zee tidak tau bahwa itu papanya tapi secara naluri hati mereka menjadi sangat dekat.

"Kali karena memang kamu ngga pernah merasakan kasih sayang papa, maka kamu jadi kaya gitu Zee, ato sini kakak peluk mau?" tanya Refan lucu. dan Zee menjulurkan lidahnya.

"Yeeeee ya lain lah ka, kaka kan sodara Zee jadi hangatnya pelukan lain ga sama kaya om Hartono yang iiih kaya papa beneran deh," kata Zee sambil memejamkan matanya. Ada rasa nyeri dalam hati Refan, ia sadar bahwa Zee hanya menganggapnya kakak dan tidak lebih. Akhirnya mereka masuk ke kamar masing-masing.




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top