#2
"Nyet, kamu mimpi apa sih semalem,"tanya Mevi sambil mulutnya asyik menyedot silky puding rasa taro di sebuah cafe siang itu. Zee menoleh sejenak, lalu matanya kembali menatap botol silky puding miliknya yang belum tersentuh. Ia membuang napas dengan berat.
"Aku selalu memimpikan seorang laki-laki tinggi, tegap tapi wajahnya tak pernah terlihat, aku dengan riang selalu memanggilnya papa, tapi saat aku menggandeng tangannya, mamaku datang menarikku, selalu begitu mimpiku, aku merasa bahwa papaku masih ada, tapi di mana?" tanya Zee dengan sendu. Mevi melongo manatap wajah Zee.
"Paling cuman mimpi aja kali nyet," Mevi berusaha menghibur Zee. Zee menggeleng pelan.
"Aku yakin Mev, dalam mimpiku selalu laki-laki itu yang berusaha merengkuh tanganku, tapi mama selalu menarikku," suara Zee terdengar sedih. Keduanya menghentikan obrolan saat brownut dengan toping coklat marshmallow mereka datang, ditambah dengan segelas coklat hangat, membuat mata Mevi membulat dan lupa pada program diet serta masalah yang dihadapi sahabatnya, ia makan dengan lahap, Zee hanya geleng-geleng kepala.
***
Zee melangkah pelan masuk ke rumahnya setelah seminggu dia menginap di rumah Mevi. Masih terbayang bagaimana mama Mevi memeluknya erat dan kawatir memandang wajahnya, Zee bernapas berat, seandainya mamanya yang memeluk seperti itu, alangkah bahagianya. Ia menggeleng pelan menapaki anak tangga menuju kamarnya saat suara bi Munah menyapanya.
"Non, ini ada titipan dari bapak, nggak sempat transfer katanya non, jadi dikasi tunai, trus mama non juga ninggalin baju-baju dan celana nih akan bibik cuci ya non," Zee cuma mengangguk dan melanjutkan langkahnya menuju kamar.
Saat di kamar ia rebahkan badannya, setelah kegiatan dies natalis ia bingung, karena libur segera tiba, hampir semua temannya berlibur bersama keluarganya. Sedangkan Zee hanya di rumah, bosan? Pasti. Besok lomba dance sekaligus penutupan rangkaian acara dies natalis, Zee malas datang ke acara itu lagian ia tidak ikut lomba dance hanya bagian menyiapkan pernak pernik dan sudah ia lakukan. Zee memutuskan akan ke mall saja, sendiri. Hari ini ia akan menuntaskan tidurnya selama di rumah Mevi, ia selalu terbangun tengah malam. Ah mengapa mimpi itu selalu selalu datang. Zee membolak balikkan badannya saat ada yang mengetuk pintu kamarnya. Dengan malas Zee melangkahkan kakinya ke pintu. Zee kaget ternyata Refan yang muncul.
"Ka Refan, kan masih KKN?" tanya Zee. Refan tersenyum samar.
"Ayo turun makan, aku beli pizza, kalo dimakan sendiri nggak asyik," ajak Refan. Zee turun dengan malas.
Sampai di ruang makan Refan memberikan sepotong pizza pada Zee, lalu Zee makan tanpa bersuara.
"Seminggu nginep di mana Zee, kok gak di rumah?" tanya Refan. Zee kaget dari mana Refan tau pikirnya.
"Rumah Mevi," jawab Zee singkat.
"Maafkan kami, jika kehadiran kami membuatmu terganggu," ujar Refan pelan. Zee melihat Refan sekilas.
"Nggak papa ka, paling tidak aku punya teman ngobrol kaya gini," kata Zee pelan. Refan memandangi wajah adik tirinya, ia menghembuskan napas berat, cantik sebenarnya, dengan wajah mungil putih, rambut panjang dan bibir yang merah,namun wajah murungnya yang menutupi kecantikannya.
"Kamu ga punya temen cowo ya Zee," tanya Refan.
"Ada ka banyak, sekelas ada 12 orang cowonya," jawab Zee sambil mengunyah potongan terakhir pizzanya. Refan tertawa pelan.
"Maksud kakak, kamu ngga punya cowok Zee?" tanya Refan lagi. Zee menggeleng dengan cepat.
"Pernah pacaran? Ato sekarang lagi ngga punya cowo?" kejar Refan. Zee bernapas dengan berat.
"Aku ngga pernah pacaran ka, nggak akan pernah, ngga akan jatuh cinta, aku tidak mau kelak jika aku punya anak aku ngga bisa mengurusnya dengan benar, hanya akan menyakiti anakku, pengalaman hidup mengajarkanku seperti itu," ujar Zee dengan mata berkaca-kaca. Refan memandang sedih, dipegangnya tangan Zee sekilas. Zee kaget dan menarik tangannya dari sentuhan Refan.
"Maaf Zee, aku hanya mencoba bersimpati pada apa yang kamu rasakan," ujar Refan dengan serba salah. Zee mengangguk dan menangkupkan kedua tangannya. Seumur-umur baru kali ini tangan Zee dipegang cowok. Dan wajah Zee memerah serta menghangat. Refan melihat perubahan itu dan ia jadi tertegun. Refan beranjak dari tempat duduknya dan pamit.
"Aku pulang ya Zee, besok ke lokasi KKN lagi, tinggal setangah bulan lagi," ujar Refan sambil melangkah ke luar.
***
Sesampainya di apartemen, Refan menghempaskan badannya ke kasur. Menjambak rambutnya dengan kasar. Adikkuuuu apa yang aku lakukan tadi sudah membuatmu takut, maafkan aku yang tanpa sengaja memegang tanganmu, pikiran Refan berjalan ke sana ke mari mengingat kejadian tadi. Sejak awal mereka dikenalkan karena orang tua Refan akan menikahi mamanya Zee, Refan sudah merasa iba melihat wajah sendu Zee. Apa yang ada dalam pikiran Zee, pikir Refan waktu itu. Meski Zee bukan adik kandungnya, ia selalu ingin menjaga Zee, ia tahu Zee selalu kesepian, tanpa kasih sayang mamanya, dan Refan melihat dahaga itu. Refan selalu merasa bahagia saat ia muncul di rumah Zee dan melihat mata Zee yang sedikit memancarkan cahaya bahagia, Zee butuh perhatian, butuh kasih sayang yang tidak dia dapatkan dari mamanya. Zee....Zee....tanpa sengaja Refan mengeja nama adik tirinya.
***
Zee menatap ke luar jendela, dia duduk disamping jendela dengan tatapan tidak jelas, ia hanya merasa tidak enak pada kakak tirinya, ia merasa menyesal telah membuat ka Refan meminta maaf, padahal tujuannya ingin menenangkannya. Zee hanya merasa kaget karena ia tidak pernah disentuh oleh cowo, ia memang menjauhi semua aktivitas yang akan membuat dirinya jatuh pada hal yang tidak berguna. Mencintai hanya akan merugikan pikiran dan perasaannya, itu yang ada dalam pikiran Zee.
***
Zee menikmati ayam dan kentang goreng waralaba kesukaannya, sambil menatap keluar, menikmati lalu lalang pengunjung mall yang rame, maklumlah liburan. Tiba-tiba sebuah tepukan lembut di bahunya.
"Loh ka Refan, katanya mau ke lokasi KKN?" tanya Zee. Refan tersenyum.
"Bentar lagi memang mau berangkat Zee, aku mau beli tripot karena mau foto-foto bareng di lokasi KKN, tapi laper yawdah aku makan dulu, eh kok ada kamu, tumben sendiri Zee?" tanya balik Refan. Zee hanya mengangkat bahunya sambil menghabiskan potongan terakhir kentang gorengnga. Refan baru mulai makan saat Zee hendak mencuci tangannya. Selesai makan Refan mengajak Zee untuk menemaninya membeli tripot. Ah rame benar mall pas liburan kaya gini, manusia jadi mengular di mana-mana. Sampai suatu ketika badan mungil Zee yang mungil dibentur oleh seseorang dari arah samping. Secepat kilat Refan merangkul badan Zee yang mungil ke dadanya sehingga Zee tidak jatuh. Badan Zee tanpa sengaja menyentuh dada Refan. Zee berusaha melepaskan diri saat kembali ia dibentur dari arah depan sehingga mau tidak mau Zee agak terpekik dan memeluk Refan karena keduanya hampir jatuh. Orang yang menabrak mereka meminta maaf, tapi Refan juga tidak bisa menyalahkan karena kondisi mall yamg sangat ramai. Segera ditariknya Zee ke samping pertokoan.
"Maafkan aku Zee, terpaksa aku memelukmu, takut kamu jatuh," ujar Refan bingung. Zee hanya mengagguk. "Nggak papa, aku ngerti," ujar Zee pelan. Untung toko camera dan perlengkapannya mudah dijumpai, Refan segera membeli dan mengantar Zee pulang, sedang ia segera menuju ke lokasi KKN.
Sepanjang perjalanan menuju lokasi KKN, Refan jadi kurang konsentrasi, ia memikirkan terus bagaimana kejadian sekilas tadi sanggup membuatnya berdebar hebat, Zee yang awalnya diam akhirnya memeluknya dengan erat saat dibentur lagi oleh seseorang untuk kedua kalinya di mall tadi. Aroma bayi masih terasa dihidung Refan. Tiba-tiba Refan menghentikan laju mobilnya dan berhenti di tempat teduh. Berkali-kali ia memukul gagang setirnya. Jangan Tuhan, jangan ada perasaan lain aku hanya iba pada penderitaannya dan kesepiannya, pikir Refan sambil menelungkupkan wajahnya pada setir mobil. Ia menormalkan debar didadanya sampai akhirnya ia melanjutkan laju mobilnya.
***
Sesampainya di kamar, Zee melemparkan badannya ke kasur, ia merasa bersyukur punya kaka tiri seperti Refan, yang benar-benar menyayanginya seperti adiknya sendiri. Mengingat bagaimana kawatirnya Refan tadi saat ia dibentur oleh seseorang di mall. Sedikit demi sedikit ada rasa percaya Zee pada Refan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top