Epilog
Meski jam baru menunjukkan pukul delapan pagi, halaman depan kampus Universitas X sudah ramai sekali. Banyak mahasiswa yang lalu-lalang, saling bertemu kangen, mengobrol dengan penuh semangat dan tertawa-tawa. Beberapa orangtua juga tampak menemani anak-anak mereka. Sebuah spanduk panjang tertambat di dinding lobi, bertuliskan: "Selamat Datang Para Mahasiswa Baru di Kampus Universitas X."
Teana masuk ke dalam lobi kampus dan melongok, mencari-cari.
"Tea." Mama Teana memanggilnya. "Kalian janjian di sini atau di lapangan parkir?"
Teana memang bukan lagi mahasiswa baru. Hari ini semester empat resmi dimulai. Tapi tadi pagi kedua orangtuanya ngotot ingin menemani Teana ke kampus. Mereka bilang mereka khawatir, karena biasanya Teana pergi ke kampus bareng Bobo, tapi sekarang semuanya berbeda.
Teana mengambil ponsel dan mengecek pesan WhatsApp. "Kita janjian ketemuan di lobi. Mereka sudah di sini, tapi masih harus menyelesaikan urusan administrasi."
"Tea, lihat!" Papa Teana menunjuk deretan booth yang berjejer di lobi. "Itu ada jurusan kamu!"
Teana menoleh ke arah booth-booth itu. Selama minggu pendaftaran ulang ini, pihak kampus telah memasang kios-kios informasi di lobi agar para mahasiswa baru dapat mengenal lebih jauh mengenai fakultas tujuan dan jurusan yang akan mereka ambil. Beberapa unit kegiatan mahasiswa (UKM) juga ada di situ, antusias untuk merekrut anggota-anggota baru. UKM Balet kampus akhirnya buka pendaftaran juga, selama ini para mahasiswa mengira klub itu sudah tamat.
"Itu yang ada di booth Astronomi siapa, Tea?" Mama Teana ikut-ikutan menunjuk. "Artis ya?"
Kai Elian yang jangkung dan mempesona berdiri mencolok di belakang booth jurusan Astronomi, dikerumuni oleh pasukan penggemar barunya. Menempatkan Kai yang menyabet gelar 'Putra Universitas X' selama dua tahun berturut-turut di booth Astronomi adalah pilihan yang tepat. Jurusan Astronomi terkenal sulit dan tak jarang sepi peminat, tapi sepertinya tahun ini banyak mahasiswa baru yang mendaftar di jurusan itu demi sekedar dekat-dekat dengan Kai.
Pas mulai dapat kuis sama PR, pasti mereka menyesal, pikir Teana. Gadis itu tertawa geli dan mengabaikan Kai.
Teana dan kedua orangtuanya menelusuri lobi sambil menikmati keramaian itu. Mereka membeli tiga gelas milktea dari kios minuman yang ada di ujung koridor.
"Tea..." Mama Teana tiba-tiba tersenyum pada seseorang. "Itu mereka!"
Boni berlari-lari menghampiri Teana dengan penuh semangat. Di belakangnya, Ci Cincay yang mengenakan dress terusan warna hitam mengikuti putri bungsunya dengan tergopoh-gopoh. Raut wajahnya sedikit sendu, tapi wanita itu tetap tersenyum.
"Kak Teana!"
"Waaah, selamat ya Boni!" Teana merangkul gadis subur itu. Pelukan kedua tangan Teana tidak cukup untuk menggapai seluruh badan Boni. "Akhirnya kamu resmi jadi mahasiswa X juga!"
"Haiyah, akhirnya Boni ganti jurusan, Tea," kata Ci Cincay sambil ikut merangkul Teana. Wanita itu bersalaman dengan Papa Teana dan cipika-cipiki dengan Mama Teana. "Tapi nggak apa-apa, yang penting Boni senang. Lagipula dia berhasil dapat beasiswa seratus persen."
Teana bertepuk tangan kagum. "Luar biasa, Boni! Jadinya kamu ambil jurusan apa?"
Boni tersenyum sumringah dan menggoyangkan lembar jadwal perkuliahannya untuk semester satu ini. "Aku ambil jurusan Astronomi, kak! Gara-gara Pak Piktor, aku ditawari seleksi untuk beasiswa itu dan akhirnya lolos."
"Pak Piktor?"
Boni mengangguk. "Iya, kak. Pak Piktor terkesan karena aku bisa memperbaiki Gogon yang rusak waktu itu. Pak Piktor ingin aku menjadi anak didiknya, beliau mengajakku untuk bergabung dengan tim penelitiannya untuk menciptakan alat-alat lain. Makanya aku dapat beasiswa itu!"
Orangtua Teana juga ikut gembira mendengar berita itu. Teana menepuk-nepuk pundak gemuk Boni, bangga akan prestasinya. "Hebat banget, Boni!"
Ci Cincay mengeluarkan selembar sapu tangan berenda dan menyeka sudut matanya yang berair. "Bobo pasti bangga sekali sama kamu, Boni."
Mendengar nama Bobo disebut, hati Teana terenyuh. Dia menahan diri untuk tidak menangis memikirkan sahabatnya itu. Teana teringat akan hari-hari yang dilaluinya bersama Bobo di kampus. Bobo yang jenaka, yang selalu sukses bikin Teana tertawa. Namun kini Teana tinggal seorang diri saja...
"Nggak usah sedih, Teana. Bobo sudah tenang sekarang," kata Ci Cincay sambil menggenggam tangan gadis itu. Rupanya wanita itu sudah mengikhlaskan kepergian anak sulungnya itu.
Boni berseru. "Lihat, itu Kak Milk!"
Teana berbalik dan mencari-cari di arah yang ditunjuk Boni. Teana mencari-cari cowok dengan rambut seputih susu, tapi dia tidak menemukannya. Sejauh mata yang dilihatnya hanyalah rambut berwarna hitam, atau pirang ala-ala hasil cat sendiri.
"Maaf membuat kalian menunggu."
Milk muncul di depan Teana. Gadis itu hampir tidak mengenalinya, karena rambut cowok itu kini berwarna hitam. Milk nyengir lebar. Pelipisnya masih memar samar-samar tapi cowok itu kelihatan baik-baik saja.
Teana menyalami cowok itu. "Gimana, Milk?"
Milk mengeluarkan sebuah name-tag dari saku kemejanya dan menunjukkan pada Teana. Di name-tag itu ada sebuah kartu mirip kartu mahasiswa Teana, lengkap dengan foto Milk yang tersenyum lebar. Di bawahnya tertulis: 'Milka Antahberantah, Asisten Dosen – Astrofisika.'
Orangtua Teana dan Ci Cincay bersorak gembira. Diam-diam Boni memeluk Milk dari belakang sambil senyam-senyum nikmat.
Teana mengambil name-tag itu dan mengalungkannya di leher Milk. "Selamat ya, Milk!"
"Pak Piktor menyarankanku untuk secepatnya menuntaskan penelitianku, supaya seksi-ku cepat tuntas agar aku bisa segera diwisuda..."
"Seksi?"
"Maksudnya skripsi, Kak Tea," koreksi Boni baik hati. "Kak Milk lulus semua ujian Astronomi dan dapat akselerasi. Pak Piktor mau Kak Milk lanjut ke S2 secepatnya dan bahkan sampai S3, supaya Kak Milk juga bisa jadi profesor Astrofisika!"
"Aku yakin kamu pasti bisa!" Teana menyemangati Milk. "Kamu kan jago banget soal tata surya, bintang-bintang dan sejenisnya."
Milk tersipu malu-malu.
"Teana, Boni, si Beo ngajakin Mama sarapan bubur ayam dulu, nih," kata Ci Cincay sambil mengecek ponselnya. "Katanya ada abang bubur ayam di parkiran. Kasihan, dia belum sarapan."
"Bubur ayam?" kata Mama Teana. "Wah, boleh juga tuh, Ci! Saya dan Leo bisa gabung?"
"Ohoho, boleh kok. Oey juga bawa cakwe. Makan bubur ayam pakai cakwe enak banget, lho..."
Akhirnya Mama dan Papa Teana pergi bersama Ci Cincay untuk sarapan bubur ayam. Tak berapa lama, Boni juga pamit untuk bergabung dengan beberapa cewek-cewek sesama mahasiswa baru. Katanya mereka akan mendaftar UKM Balet.
Tinggallah Milk dan Teana berdua.
Teana memutuskan mengajak Milk untuk berkeliling kampus.
"Aku minta maaf karena nggak berhasil membantu kamu pulang ke Kentalmanis, Milk."
"Tidak apa-apa, Teana," kata Milk lembut. "Aku senang sekali bisa tinggal di sini, di Bumi bersama Teana, Boni dan teman-teman yang lain. Ci Cincay sudah baik sekali mengizinkanku tinggal di rumahnya dan menempati kamar Bobo. Ci Cincay bahkan bersedia mengurus surat akta kekinian dan sejenisnya..."
"Maksud kamu akta kelahiran?"
Milk mengangguk. "Aku jadi anak angkat Ci Cincay."
Teana manggut-manggut. Setelah kehilangan Bobo, Ci Cincay memang ngotot supaya Milk tinggal bersamanya. Teana ingat betul Ci Cincay berkata sambil meremas otot bisep Milk, 'Wah kalau yang ini sih pasti kuat ngegenjot adonan cakwe!' Makanya Milk mengambil nama 'Antahberantah' sebagai nama keluarga.
Mereka duduk di sebuah bangku dan mengamati langit pagi yang cerah. Angin semilir bertiup. Teana memejamkan mata dan berbisik. Kira-kira lo lagi ngapain sekarang, ya Bo?
"Bobo sudah bahagia," kata Milk tiba-tiba, seperti bisa membaca pikiran Teana. Cowok itu meletakkan tangannya di atas tangan Teana dan mengusapnya. "Bobo melakukan pengorbanan itu demi melindungi orang-orang yang dicintainya. Bobo adalah laki-laki sejati..."
"Daya terkuat di alam semesta," kata Teana, teringat penjelasan S0D4 dan C0L4.
"Betul."
"Apa kamu masih menyimpan T2 itu, Milk?"
Milk merogoh ke dalam tas kanvas milik Bobo yang kini dipakainya dan mengeluarkan dua dot itu. Kedua T2 itu kini mati total, tidak lagi bercahaya.
"Kedua alat ini mengingatkanku bahwa aku punya keluarga. Mereka mencintaiku," kata Milk. "Dan meskipun aku hanya bertemu mereka untuk sebentar saja, aku tahu bahwa cinta mereka tulus."
"Orang-orang yang mencintai kita itu..." Teana menyentuh dadanya dan dada Milk. "Mereka nggak pernah ninggalin kita. Meski sudah terpisah ruang dan waktu, mereka tetap ada di sini, di dalam hati kita."
Milk menarik napas dalam-dalam dan mengangguk mantap. Mereka diam sejenak, menikmati udara yang menyenangkan dan angin sepoi-sepoi.
"Teana mau tahu apa yang kupikirkan sewaktu memakai T2 milik Donna?"
Teana melihat Milk. Cowok itu juga sedang menatapnya.
"Apa?"
Milk mengalihkan tatapannya dan tertunduk. Pipinya bersemu merah seperti apel. "Sebetulnya sisa Jigu dari T2 Donna sudah nyaris habis sehingga tidak berguna lagi. Meskipun sudah menghirupnya, seharusnya aku tidak akan cukup kuat untuk sekedar melepaskan diri dari Bastian. Tapi aku memikirkan Teana..."
Memikirkan aku? Teana terkesiap. Kata-kata S0D4 dan C0L4 terngiang-ngiang di benak gadis itu.
"Milk, waktu Boni mencoba memperbaiki T2 kamu, dia dan Bobo bilang alat itu sempat menyala selama beberapa detik..." Seingat Teana, T2 Milk sempat aktif setelah mereka diserang Donna di lapangan parkir kampus waktu itu. "Tapi T2-nya mati lagi ketika aku datang."
"Kata S0D4 dan C0L4, T2 bekerja seperti cinta. Alat itu menyala kalau aku harus melindungi orang yang kucintai." Milk mengangkat wajahnya dan menatap Teana lurus-lurus. Matanya yang abu-abu melebar. "Aku tidak ingin Teana terluka. Aku ingin melindungi Teana. Aku yakin Teana adalah Costola milikku..."
TAMAT
Tomohon, 27 Januari 2020.
9.13 WITA.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top