9. Memperbaiki T2


Apa kalian pernah bertemu kucing liar?

Pasti pernah dong, secara kucing adalah hewan yang umum dijumpai. Bagi kalian yang nggak tahu apa itu kucing... baiklah, aku akan jelaskan. (Aku dapat bocoran kalau ada beberapa alien asal Planet K3NT4LM4N13S yang juga membaca cerita ini dan sayangnya di sana nggak ada kucing, hanya hewan sejenis yang bernama gnicuk). Kucing adalah hewan berkaki empat yang dari luarnya saja kelihatan cute, tapi sebenarnya rela melakukan apa saja demi mendapat makanan.

Yang unik soal kucing, terutama yang liar, adalah kalau kamu kasih dia makan, si kucing pasti bakal mengikuti kamu. Alasannya semata-mata bukan karena dia terpesona dengan kecantikan atau kegantengan kamu, boro-boro ketulusan hatimu, tapi lebih karena sang kucing sudah menganggap kamu sebagai sumber makanan. Di matanya kamu itu bagaikan sepotong tulang ikan raksasa. Kurang lebih seperti itu. Tolong jangan tanya lebih jauh lagi soal kucing. Aku nggak pernah jadi kucing jadi nggak betul-betul tahu apa perasaan kucing.

Sejak bertemu Milk di lapangan parkir yang biasa-biasa saja itu, Teana merasa seperti bertemu kucing liar. Bukan berarti tampang Milk mirip kucing, tapi sikapnya. Cowok itu terus-terusan mengekor Teana dan memintanya bertanggung jawab memperbaiki dot miliknya yang menurutnya dirusak Teana.

Teana menghembuskan napas lelah. Aku harus gimana nih?

Teana menatap ikan buntal milik ayahnya di akuarium. Ketika orang lain memelihara ikan mas koki, ikan cupang, atau ikan oskar di akuarium, Papa Teana malah memilih ikan buntal. Biar anti-mainstream, begitu kata Papa Teana.

"Kamu tahu cara membetulkan T2, nggak?" tanya Teana pada Fugu, si ikan buntal yang sedang berenang di sekitar mainan berbentuk pesawat luar angkasa di dasar akuarium. Fugu balas menatap Teana, tatapannya melecehkan seakan mengatakan, 'Helooo, sis! Gue ikan. Menurut lo?'

"Nggak tahu, ya? Baiklah," kata Teana. "Hmm, harus minta tolong siapa, ya?"

Setelah tahu kalau Milk adalah alien, Teana ingin membantu cowok itu pulang. Teana tahu bagaimana rasanya jauh dari rumah. Sewaktu SMP, Teana pernah diajak menginap di rumah kakak mamanya di Bedugul yang bernama Tante Girang (singkatan dari Gigi Ranggana). Padahal Teana nggak suka Bali karena tempat itu panas dan serba mahal. Dia nggak tahan. Teana nyaris nekat berenang pulang ke Jakarta sebelum disadarinya bahwa butuh tiga bulan untuk menempuh jarak Bali-Jakarta dengan berenang.

Teana terlentang di sofa ruang tamu dan menatap langit-langit rumah. Gimana dong?

Dia kasihan pada Milk. Apalagi setelah meninggalkan cowok itu di ruang UKM Balet yang nggak ada pesertanya. Teana nggak bisa mengajak Milk tinggal di rumahnya meski kamar kakaknya Tito Carnivora di loteng kosong. Apa kata Mama dan Papa kalau dia membawa cowok asing untuk nginap di rumah?

Ngik ngok ngik ngok ngeeekkk...

Ponsel Teana berbunyi. Deringannya mirip lengkingan Kuntilanak bengek (Teana sengaja memilih ringtone itu biar anti-mainstream aja). Ada sebuah panggilan dari nomor tak dikenal.

"Halo?"

"Halileo." jawab suara itu. "Halileooooooo."

"Halileoooo juga," sahut Teana. "Ini siapa?"

"Kamu siapa?"

"Lho? Kan situ yang nelpon."

"Kamu Teana?"

"Iya. Aku Teana."

"Bukan. Aku Milk. Kamu Teana."

Teana langsung paham. Milk memang masih beradaptasi menggunakan teknologi Bumi yang menurutnya sangat primitif. Contohnya kemarin saat di parkiran kampus, Milk menyalami portal parkir otomatis karena mengira itu robot petugas keamanan.

"Kamu menelepon dari mana, Milk?"

"Dari ruang kelas," kata Milk.

"Kamu dapat dari mana nomor hape aku?"

"Dari komputer."

Komputer di kelas? "Komputer yang mana?"

"Yang di gedung tinggi, di seberang kantor robot petugas keamanan."

Alis Teana mengernyit, dia mencoba memahami penjelasan Milk. Pasti maksudnya gedung di seberang portal parkiran. "Gedung kemahasiswaan? Kok kamu bisa masuk ke sana? Pintunya kan nggak otomatis, perlu Kartu Tanda Mahasiswa buat masuk."

"Tidak terlalu sulit," kata Milk enteng. "Aku hanya menyetel ulang sensor pendeteksinya."

Teana menampar jidatnya. "Terus?"

"Aku naik ke atas. Waktu di kelas, saat mengenalkan aku sebagai murid baru, Bobo bilang kalau data setiap mahasiwa diatur oleh bagian kemahasiswaan. Jadi aku memutuskan untuk mencari di bagian kemahasiswaan. Teknologi penyimpanan data kalian masih terlalu sederhana. Memakai komputer induk seperti ini tidak aman dan–"

"Itu namanya komputer server," potong Teana tak sabar. "Server-nya kamu apain, Milk?"

"Aku masuk ke dalam sistem komputer server ini."

"Kamu apa?"

"Masuk ke sistem komputer. Komputer milikku menebak password-nya dan dapat: 'apaajaboleh'."

Teana mengerang putus asa. Si aneh ini baru aja nge-hack server kampus!

"Setelah itu aku mencari nama Teana Alexandra..."

"Kamu tahu dari mana nama aku?"

"Dari buku catatan Teana."

Teana mengutuki kebiasaannya sejak SD menulis namanya besar-besar di sampul depan buku. "Milk, kamu nggak boleh masuk ke situ! Keluar sekarang! Kalau ketahuan, bisa gawat!"

Teana memutus sambungan itu dan menelepon Bobo.


...


"Tuh, kan say! Udah gue bilang!"

"Iya, Bo." Teana tersenyum pasrah pada Bobo yang dibalas dengan cengiran kemenangan. "Lagian gue nggak nyangka dia bakal nge-hack sistem kampus!"

"Sama ngerusak sensor pintu di gedung kemahasiswaan," timpal Bobo.

"Aku tidak merusak apa-apa," kata Milk membela diri. "Sistemnya memang gampang diterobos."

Bobo paham mendelik tak setuju. "Jadi, Tea... Sekarang ini anak mau dititipin ke gue aja?"

Cara Bobo yang membicarakan Milk seolah cowok itu hanyalah seekor kucing membuat Teana merasa risih. "Habis mau gimana lagi? Kalau dititipin di kampus, nanti dia bikin gara-gara lagi."

Bobo senyam-senyum penuh makna. "Milk tinggal di rumah gue aja. Mau kan, Milk?"

Milk menatap Bobo, wajahnya polos sekali. "Mengapa tidak? Bobo dan Milk berteman."

Bobo menjotos udara dengan gembira. Teana cuma bisa geleng-geleng kepala.

Mereka turun dari mobil di garasi dan masuk ke rumah Bobo dari pintu samping. Seorang wanita yang memakai daster bunga-bunga dan rol rambut besar-besar warna pink menyambut mereka.

"BERNARDITO DILAN JUAN BAGASKARA ANTAHBERANTAH!"

Teriakan wanita itu membuat kaca-kaca jendela bergetar keras.

"LU DARI MANA AJA? KAN LU UDAH JANJI MAU BANTUIN OEY GORENG CAKWE!"

"Maaf, Ma." Wajah Bobo langsung pucat. "Tadi ada urusan darurat."

"Mana lebih darurat dibanding cakwe-cakwe oey yang belum digoreng?" todong wanita itu. Lalu tatapannya jatuh pada Teana dan Milk. "Eh, ada Teana. Sama... ooh, pasti ini teman baru yang kamu ceritain itu ya, Bo? Yang dari luar negeri?"

"Aslinya sih dari luar angkasa."

"Luar angkasa?"

"Bercanda dia, Ci..." Teana cepat-cepat mengambil alih. "Ci Cincay apa kabar? Langsingan ya, Ci? Dietnya berhasil nih kayaknya?"

Wanita itu tersipu malu-malu. "Ah... Teana! Bisa aja! Hihihi..." Dia mengibas-ngibaskan tangan, rol rambutnya bergoyang-goyang heboh. "Kurusan sih. Dikiiit... Kemarin nimbang turun tiga ons."

"Wah, bagus banget! Minum daun teh Jati Cina itu, ya?"

"Bukan, kok. Obat pencahar aja. Tiga kali sehari. Cobain deh, Teana. Nanti lu juga kurus kayak oey."

Teana tertawa gugup. Mama Bobo dikenal dengan sebutan Ci Cincay di kompleks itu. Ci Cincay terkenal galak tapi bisa mendadak jadi kalem kalau dipuji-puji.

"Masuk, masuk," kata Ci Cincay ramah, sepenuhnya termakan pujian Teana. "Haiyah! Lu orang jangan nongkrong di luar begitu, kayak maling sendal. Lu orang pada mau bikin tugas, ya?"

"Iya," kata Bobo dan Teana berbarengan.

"Teman lu yang ini belum dikenalin, Bo..." Ci Cincay manggut-manggut pada Milk. "Hello, what's your name? I'm fine, thank you. I like Korean Drama, you know? Lee-Min-Ho, you know? Yes, yes. Happy birthday!"

Teana setengah mati menahan tawa. Tampaknya Ci Cincay baru saja menyebutkan seluruh kosakata Bahasa Inggris yang diketahuinya.

"Bahasa Indonesianya belum lancar ya, Bo?"

"Iya. Makanya jangan diajak ngobrol, Ma."

"Namanya siapa?"

"Namanya Milka," jawab Bobo. Teana mendorong Milk ke arah tangga, berniat menjauhkan Milk dari interogasi Ci Cincay. "Udah ya, Ma. Bobo mau bikin tugas dulu."

"Ya udah kalau gitu. Lu orang anggap aja ini rumah sendiri, ya, Teana... Milka... cincay, lah." Wanita itu tersenyum pada Teana dan Milk lalu berteriak ke atas. "BONIIIIII! BANTUIN OEY GORENG CAKWEEE! CEPAAAAAAT!"

Mereka bertiga berderap menuju loteng ke kamar Bobo. Di tangga, mereka berpapasan dengan Boni, adik perempuan Bobo yang sama gemuknya. Mendadak tangga itu terasa sempit.

Kamar Bobo luas dan penuh pernak-pernik yang membuat ruangan itu bisa disangka kamar anak perempuan. Kalau Teana nggak sering berkunjung kemari, dia bisa mengira sedang berada di kamar Boni. Teana menyalakan AC sementara Milk duduk di lantai yang berlapis karpet. Bobo membuka-buka lemari di dinding dan mulai mengeluarkan beberapa benda.

"Lihat nih, say!" Ada kasur lipat, selimut wol, bantal guling. "Gue tuh udah siap banget kalau ada yang mau menginap di kamar gue. Nanti kamu tidur di sini aja ya, Milk. Nanti kita bikin slumber party."

Teana menatap Milk. Cowok itu tersenyum, senyumnya polos, agak kekanak-kanakan. Dia masih memakai kemeja bunga-bunga kebesaran milik Bobo. Wajahnya agak dekil, sepertinya Milk belum mandi sejak kemarin. Teana jadi merasa iba. Dia tahu di sini Milk lebih aman ketimbang di kampus.

"Teana janji untuk memperbaiki T2," kata Milk. Dia mengeluarkan dot aneh miliknya.

Teana memandang Bobo, meminta pertimbangan. Sahabatnya yang gemuk itu mengangkat bahu serba salah. "Milk, aku dan Bobo nggak bisa memperbaiki T2 kamu. Kita nggak tahu caranya. Kita berdua kuliah jurusan Astronomi dan sepertinya untuk memperbaiki T2 kamu butuh seseorang yang paham soal peralatan elektronik..."

Milk tampak kecewa. "Apa Teana dan Bobo mengenal seseorang yang bisa membantu?"

"Siapa, ya?" Bobo menggaruk-garuk pipinya yang menggelembung. "Apa kita minta tolong Pak Piktor aja, Tea? Kayaknya dese ngerti masalah beginian, say."

"Jangan, Bo," kata Teana. "Ingat nggak waktu itu Pak Piktor didatangi sama orang BIN itu? Takutnya kalau kita cerita soal T2, Pak Piktor bakal ngasih tahu BIN. Pasti mereka mau menyelidiki soal Milk."

"Atau Koda," celetuk Milk.

"Atau Koda," ulang Teana setuju.

Bobo kembali berpikir. Teana mengingat-ingat temannya yang paham soal elektronika. Siapa ya? Dari bawah, mereka bisa mendengar celotehan Ci Cincay yang sedang mengomeli adik Bobo. "Haiyah, Boni! Lu goreng cakwe yang udah mateng lu makan semua!"

Tiba-tiba lampu ide menyala di kepala Teana. Sepertinya Bobo juga, karena mendadak wajahnya berubah cerah. Kedua sahabat itu berteriak bersama-sama. "BONI!"

"Boni?" tanya Milk heran.

"Iya, say. Boni, adik eike," kata Bobo mantap. "Dese kan sekolah di SMK jurusan mekatronika!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top