5. Pagi Yang Aneh


Sampai di sini, sudah banyak kejadian-kejadian tak biasa yang menimpa Teana, tokoh cewek biasa-biasa kita, yang niatnya sebiasa membeli bra baru di mall yang biasa ditongkronginya bersama Bobo, sahabatnya yang tingkahnya agak tidak biasa. Begitu juga dengan M1LK – atau, yang dikenal dengan nama barunya sebagai Milk. Cowok alien ini sesungguhnya hanya ingin pulang.

Biasa aja, kan?

Banget.

Tapi karena ini baru bab lima, rentetan kejadian-kejadian tak biasa wajib terus berlanjut. Karena kalau nggak dilanjutkan, aku menebak pastilah kalian, wahai para pembaca yang soleh, merasa kena zonk karena baca novel yang cuma lima bab saja (enam termasuk Prolog).

Dan karena seorang Kai Elian sudah bersumpah dia nggak akan pernah menulis novel yang hanya lima bab saja, maka berlanjutlah kisah biasa-biasa saja kita ini. Kejadian selanjutnya dimulai di pagi yang cerah, ketika Teana sedang bersiap-siap untuk ke kampus.


...


"Tea, cepat selesaikan sarapannya."

"Iya, Ma. Ini aku sambil ngunyah, kok."

"Kalo kamu makannya lelet nanti nasinya nangis, lho."

"Lho, aku kan lagi makan roti, Ma."

"Oh. Iya, ya."

Maklum, setiap emak-emak pasti menghalalkan segala cara untuk membuat anaknya makan banyak-banyak, termasuk lewat menakut-nakuti dengan nggak logis seperti yang baru dilakukan Mama Teana.

Teana menggigit sepotong roti bakarnya yang biasa-biasa saja dan menutup catatannya. Hari ini jadwalnya padat; dia punya tiga kelas sekaligus sampai pukul setengah tujuh sore nanti.

Papa Teana yang sudah berpakaian rapi masuk ke ruang makan. "Tea, mau bareng nggak?"

"Nggak, Pa. Teana naik ojol aja."

"Yakin? Di depan DPR lagi mau ada demo, lho."

"Ya udah, Tea nanti terbang aja."

Teana dan Papanya saling tatap lalu terkikik bareng-bareng. Bukan karena Teana betulan bisa terbang seperti Milk, tapi karena dia dan ayahnya memang sering saling goda. Ingat, Teana cuma cewek biasa-biasa saja...

Papa menyalakan televisi dan menyeruput kopinya. Mama bergabung di meja makan, celemeknya sudah penuh noda makanan meski sekarang baru pukul setengah tujuh pagi.

"Saat ini pihak Polri dan TNI masih menyelidiki penyerangan kemarin..."

Suara si reporter mengisi ruang makan keluarga itu. Sebuah pita muncul di bawah nama reporter wanita itu, bertuliskan 'Ashanti'.

"Itu monster beneran, ya?" kata Mama Teana. Seperti orang waras lainnya, Mama Teana sulit mempercayai ada monster raksasa yang mau menyerang kota sesuram Jakarta. "Parah banget. Mall Pondok Cabe-cabean sampai rata dengan tanah begitu."

"Iya, beneran kok..." kata Teana. "Aku lihat sendiri kemarin. Bobo sampai hampir ngompol."

"Tapi kok kalian bisa selamat?" tanya Papa Teana. "Ditolongin polisi apa gimana?"

"Pas monsternya nongol, aku, Bobo, sama pengunjung mall yang lain langsung kabur keluar."

"Yah..." Mama Teana mendesah sedih. "Kok nggak kamu foto dulu, Tea? Kan kalo kamu selfie sama si monster Mama bisa tunjukkin ke ibu-ibu di kompleks. Ini lho... anakku si Teana, ada di TKP pas penyerangan. Sempat foto sama monster."

"Atau kamu bisa masuk TV," dukung Papa Teana. "Kan sekarang banyak tuh yang ngirim video amatir, terus dapat uang. Mama sama Papa banggalah kalo kamu bisa masuk TV, Tea."

Teana melongo memandangi kedua orangtuanya."Tea mana sempat ngerekam pake hp, Ma, Pa! Tea sibuk MENYELAMATKAN DIRI! Lagian Tea nggak mau masuk TV. Zaman sekarang mah orang udah nggak ada yang nonton TV, adanya nongkrongin YouTube atau TikTok."

"Yaudah, kamu jadi YouTuber aja, nak..." kata Mama Teana santai.

"Atau nggak main TikTok," dukung Papanya. "Nanti Mama sama Papa ikutan main juga deh."

"Mama sama Papa ngaco banget sih. Udah pada ngopi belum?"

"Pasukan gabungan TNI dan Polri kesulitan meringkus monster yang dijuluki Koda ini," lanjut Ashanti si wartawati dari layar televisi. "Meski telah berkali-kali menyerang, Koda tak terkalahkan. Tapi situasi berubah ketika sebuah meteor jatuh, disusul kemunculan sesosok pemuda asing..."

Siaran berita itu menampilkan lagi rekaman video kejadian kemarin. Meski menyaksikan langsung penyerangan itu, Teana masih terkaget-kaget.

"Pemuda ini berduel dengan Koda dan menumpasnya! Seperti yang Anda semua bisa saksikan di layar televisi, pemuda yang ukuran tubuhnya sama seperti kita ini sibuk adu jotos dengan Koda yang tingginya tiga puluh meter. Tanpa bantuan apapun, dia memukul Koda bertubi-tubi. Dalam tiga menit, monster mengerikan ini dikalahkan!"

Teana, Mama dan Papanya saling bertukar pandang. Ternyata bukan Polri atau TNI yang mengalahkan monster itu, pikir Teana. Dia memang tak menyaksikan bagian ketika si monster dikalahkan. Tapi siapa pemuda ini?

"Pahlawan muda kita ini mengenakan penutup wajah sehingga mukanya tidak terlihat jelas," kata Ashanti. "Tapi tim kami dari Hoho News sudah memperjelas hasil rekaman. Seperti yang Anda lihat, pemuda itu berusia sekitar delapan belas hingga sembilan belas tahun. Pakaiannya seperti terbuat dari lateks. Dan rambutnya berwarna putih, seperti susu..."

Teana langsung duduk tegak. Pemuda berambut seputih susu?

Di kepalanya sekarang hanya terisi oleh satu kata. Milk. Jadi pemuda aneh kemarin itu...

Setelah kemunculannya yang misterius kemarin, Teana berhasil mengusir Milk. Meski Bobo ngotot minta Milk tetap ikut di dalam mobil (yang Teana curigai alasannya semata-mata karena cowok itu berperut six-pack dan hanya memakai celana renang), Teana tetap nggak mau dekat-dekat dengan cowok itu. Dia dan Bobo setuju Milk aneh (atau lebih tepatnya gila, tapi Teana terlalu sopan untuk terang-terangan mengatai orang yang baru dikenalnya gila), apalagi setelah mendengar cerita cowok itu tentang asal-usulnya.

Planet Kentalmanis, pikir Teana geli. Planet macam apa itu?

Teana memaksa Bobo untuk menurunkan Milk di pinggir jalan setelah mengembalikan T2, dot milik cowok itu. Milk nggak mau turun, dia menuduh Teana telah merusak dot itu dan ngotot minta perbaikan. Namun kalian yang baca cerita ini dari awal pasti tahu kalau Teana nggak mengapa-apakan dot itu selain memungutnya – oke, dia memang memungutnya pakai bra yang baru dibelinya – tapi hanya sampai di situ saja.

"Tea," panggil Mama lembut. "Kamu kok bengong? Mikirin apa? Mama bercanda kok soal jadi YouTuber itu. Mending kamu ikut audisi Indonesian Idol aja."

"Itu... anu..." Audisi Indonesian Idol? "Teana mikirin kelas hari ini, ada tiga."

"Tea," panggil Papa sambil menyeruput kopi dengan nikmat. "Papa minta tolong bersihin kolam ikan di belakang dulu ya, sebelum kamu ke kampus."

"Bersihin kolam ikan, Pa? Seriusan?"

"Serius, dong. Papa kan udah pakai kemeja, nanti basah lagi."

"Teana udah hampir telat nih, Pa."

Papa Teana tertawa terbahak-bahak. Teana juga ikut tertawa, setelah menyadari kalau ayahnya bercanda. Selera humor orangtuanya memang agak di luar akal sehat. "Bercanda, sayang. Tapi kamu kasih makan bisa, kan? Tinggal tebarin doang."

"Uh. Oke. Yang di akuarium juga?"

"Enggak usah," jawab Papa. "Kamu kok malah mendadak berbakti begini mau bersihin kolam sama akuarium sekaligus? Kalau akuarium, mau Papa kuras sepulang kerja. Jadi biarin aja dulu."

Teana menyambar kantong makanan ikan yang terletak di laci bawah meja dapur dan bergegas ke halaman belakang, ke arah sebuah kolam ikan yang cantik dan bersih. Orangtua Teana memang gemar memelihara ikan. Di dalamnya terdapat sepuluh ekor ikan koi gemuk-gemuk yang mengap-mengap seperti layaknya ikan pada umumnya (karena mereka bernapas dengan insang, kali-kali aja para pembaca yang pintar nggak tahu). Bahkan akuarium besar milik Papa yang terletak di ruang tamu punya mainan dan asesoris mahal-mahal.

Teana menebarkan dua jumput makanan ikan ke kolam. Ikan-ikan koi itu menghampirinya dan mulai berebut makanan. Setelah memastikan semua ikan dapat porsi gizi yang seimbang, Teana kembali ke dapur.

"Udah ya, Pa. Teana ngampus dulu. Dadah!" 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top