43. Lelaki Sejati

Dari kejauhan, Piktor dan Boni mendengar letusan itu. Gogon berputar semakin cepat dalam genggaman Boni, seperti bola kristal penyihir.

"Suara pistol," kata Galih yang turut menemani mereka. "Asalnya dari lapangan futsal itu!"

Galih menunjuk sebuah gedung lapangan futsal indoor yang terletak sekitar lima puluh meter dari halaman belakang sekolah.

Boni dan Piktor saling pandang. "Tunggu apa lagi? Ayo kita ke sana!"

...

Bobo menghambur ke arah Bastian untuk menyerangnya. Tapi Bastian menangkap tangan Bobo dan memitingnya ke tanah dengan mudah, sama sekali tidak terganggu dengan jarinya yang terluka atau tangan kanannya yang patah.

"Aku... berlatih bertahun-tahun..." Napas pria itu menderu, dia kelihatan seperti binatang buas. "Untuk menjadi yang terkuat..."

Teana memberanikan diri untuk memukul Bastian. Pukulannya terasa lemah meski dia sudah mencoba sekuat tenaga dan pria itu menangkisnya. Bastian menarik rambut Teana dan menamparnya kuat-kuat hingga gadis itu terjatuh.

"Aku tidak akan membiarkan..." Bastian menendang perut Milk lagi. Cowok itu muntah darah. "Hal-hal konyol seperti cinta mengacaukan misiku. Seorang prajurit sejati selalu menuntaskan misinya."

Bastian membalik tubuh Milk yang tengkurap dan menyambar kerah kaosnya. Diguncangkannya pemuda itu. "Katanya keluargamu pejuang? Bukankah kau dan keluargamu itu kuat? Jika kau betul-betul kuat, coba lawan aku! Lawan aku tanpa T2! Lawan aku seperti seorang laki-laki sejati!"

Milk hanya bisa meringis kesakitan. Pemuda itu sudah betul-betul tidak berdaya. Rambutnya sudah semakin kelam, jelas dia tidak akan bertahan lebih lama lagi.

Teana merasa pipinya panas terbakar seperti disetrika. Di belakang Bastian, Bobo masih terkulai dan mengaduh-aduh, sepertinya Bastian mematahkan tangannya juga. Tapi di dekat kaki Bastian, Teana melihat kedua T2 itu. Sejak tahu bahwa tak ada gunanya merampas T2, Bastian mengabaikan alat-alat itu. T2 milik Donna berpendar sedikit meski sudah sangat redup, cahayanya tak lebih dari titik putih kecil, seperti sebuah bintang di langit malam.

Tiba-tiba Teana mendapat ide.

Masih ada Jigu di T2 itu!

Teana menjulurkan tangan diam-diam, mencoba meraih T2 itu tanpa ketahuan Bastian. Pria itu sedang menyiksa Milk, memukulinya tanpa perikemanusiaan.

Bastian tidak akan bisa menggunakan T2 milik Donna ini! Tapi Milk pasti bisa memakainya! Donna mencintai Milk. Donna datang ke Bumi untuk bertemu Milk.

Teana memaksakan dirinya dan beringsut maju. Disambarnya T2 itu. Dapat.

"MILK!"

Teana berdiri dan menyabetkan T2 itu tepat ke mulut Milk. Bastian terbelalak, tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Mata Milk yang bengkak terbuka sedikit. Dia melihat alat itu bergerak ke arahnya dan membuka mulutnya...

...

Pintu lapangan futsal itu sudah hancur. Boni, Piktor dan Galih menyerbu masuk ke dalam lapangan yang temaram. Mereka melihat Bobo yang mengernyih sambil memeluk lengannya yang patah, Bastian yang sedang menghajar Milk dan Teana yang mengangkat T2...

Boni berteriak keras-keras. "KAK MILK!"

T2 itu menyentuh bibir Milk. Angin berhembus kencang dari tubuh pemuda itu dan sekonyong-konyong rambut hitam Milk berubah warna...

...

Teana mendengar teriakan Boni. Dia melihat gadis itu, Pak Piktor, dan seorang anak buah Bastian berlari menghampiri mereka.

Tiupan angin itu menghempaskan tubuh Teana, menyadarkannya. Dia merasakan perubahan dalam diri Milk. Rambut Milk sedang berubah warna, bukan menjadi putih susu seperti semula, tapi abu-abu kusam.

Namun itu sudah cukup.

Milk membuka matanya lebar-lebar dan mencengkeram leher Bastian. Lalu kedua pria itu berduel lagi. Bastian kesulitan melawan karena kedua tangannya terluka. Tapi dia mengangkat pistolnya .

Teana berteriak pada anak buah Bastian yang membawa pistol. "Tembak! Tembak Bastian!"

Galih kebingungan, jelas ragu untuk menembak bosnya sendiri. Dia menatap Milk dan Bastian berganti-ganti. Ujung pistolnya berpindah-pindah dari Milk dan Bastian.

"AAAARRRGGGHHH!"

Terdengar bunyi tusukan keras.

Bastian berteriak, pistolnya terjatuh. Sepotong besi tajam bekas patahan tiang net terhunus dari belakang tubuhnya, merobek ototnya dan meremukkan tulang bahunya sampai tembus ke bagian depan. Di belakangnya, Bobo sedang menghujamkan besi itu.

Rambut Milk mulai berubah menjadi hitam lagi. Efek Jigu dari T2 Donna sudah selesai.

"Milk!" Teana berseru kepada cowok itu. "Lari!"

Milk menendang pistol Bastian tapi pria itu memungutnya lagi. Sambil membiarkan potongan besi yang tertancap di pundaknya itu, Bastian mengacungkan pistolnya pada Milk yang sedang berlari, pegangan tangannya yang terluka dan berdarah-darah terasa mantap. Kali ini dia mengincar kepala pemuda itu...

CTK!

Tidak ada desingan peluru. Bastian mencoba lagi. Pelurunya sudah habis.

Dia menggerung marah dan mencari-cari di saku celananya. Sesuatu yang lain. Bukan peluru ataupun pistol. Sesuatu yang pasti akan berhasil untuk menuntaskan misi...

Bobo melihat benda apa yang diambil oleh Bastian itu.

Sebuah granat tangan.

"Teana, Milk! Boni!" Bobo menyambar potongan besi yang terbenam di pundak Bastian dan menariknya. Pria itu menggeram. "Lari! Bastian akan meledakkan granat!"

Milk sudah bergabung dengan Teana. Pemuda itu langsung roboh kelelahan tapi Piktor dan Galih cepat-cepat menangkapnya.

"KAK BOBO!" Boni menjerit-jerit pada kakaknya. "KE SINI KAK! MENJAUH DARI SITU!"

Di tengah-tengah lapangan, Bastian mengangkat granat tangan itu sambil tertawa kesetanan.

Bobo menarik potongan besi itu. Bastian terhuyung ke belakang. "Kalian pergi saja!"

Teana menatap Bobo tak percaya. "Cepat ke sini sekarang juga, Bo!"

"Maaf, Teana. Gue nggak bisa..."

"Apa maksud lo, Bo?"

Bobo tersenyum tulus. Cowok gemuk itu masih mati-matian menahan Bastian. "Kalau granat ini meledak, kita semua akan mati. Tapi tubuh gue cukup besar. Gue mungkin bisa..."

"JANGAN, BO!" Teana sadar apa yang akan dilakukan Bobo. "Jangan! Kita semua bisa kabur dari sini! Jangan lakuin itu, Bo. Tolong..."

Bastian menarik pin granat tangan itu hingga terlepas. Bobo langsung melemparkan tubuhnya yang besar ke arah pria itu dan menindihnya, menjadikan dirinya sendiri sebagai tameng untuk meredam kekuatan ledakan.

"Terima kasih, Teana. Lo mau menerima gue apa adanya. Lo sahabat sejati gue. Meski banyak sekali orang yang menghujat gue, tapi lo selalu ngebelain gue kalau di-bully..."

"Bo!" Airmata merebak dari pelupuk Teana. Bobo akan mengorbankan dirinya sendiri demi menyelamatkan kita semua! Teana ingin mendekati sahabatnya itu tapi Pak Piktor menahannya – ingin rasanya dia terbang menyelamatkan Bobo... Bobo adalah sahabat terbaiknya... Mereka selalu bersama sejak kecil... "BOBO! JANGAN!"

"Boni, jaga mama baik-baik. Milk, gue titip Boni sama Teana."

Boni menangis sambil memanggil-manggil, tangannya terjulur mencoba menggapai kakaknya tapi Galih menahannya agar tidak mendekat.

Bobo mendengar bunyi berdetik dari granat itu. Saatnya sudah dekat. Di balik tindihannya, Bastian meronta-ronta keras ingin melepaskan diri tapi Bobo memeluk pria itu erat-erat, tidak mau membiarkannya lolos.

"Selamat tinggal..."

Bobo memejamkan matanya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top