41. Daya Terkuat di Alam Semesta

Sebuah Avanza butut berwarna krem melaju ugal-ugalan di tengah jalan.

Di dalamnya, Piktor Pirmansyah si profesor astrofisika sedang menyetir seperti orang gila. Bajunya kusut, rambutnya berantakkan dan ada sepotong cabe terselip di giginya. Dia tidak sempat merapikan diri.

"Koda dan para alien itu ... aku harus melihatnya!"

Sehabis menikmati makan malam, Piktor menonton televisi di ruang kerjanya. Dia sibuk mengerjakan hasil penelitiannya sehingga tak sadar hari sudah larut. Di saluran berita HoHo News, Piktor melihat liputan penyerangan Koda kedua di Bogor. Sama seperti liputan yang pertama, tayangan tadi itu juga lebih mirip film action dibandingkan siaran berita. Apalagi ditambah adegan pertempuran seru antara Milka – mahasiswanya yang ternyata alien, Superwoman si alien wanita dan Koda, monster raksasa setinggi gedung.

Piktor langsung meloncat dari kursinya dan pergi ke tempat kejadian itu. Kedatangan Milka, Superwoman dan kemunculan Koda telah menjawab pertanyaan utama Piktor selama puluhan tahun meneliti luar angkasa: apakah ada kehidupan di luar Bumi? Sekarang jawabannya jelas; alien itu ada. Piktor tahu dia tidak boleh melewatkan peristiwa kemunculan Koda itu. Kali ini dia harus melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.

Parida pasti ngamuk kalau melihat caraku menyetir sekarang, batin Piktor, teringat pada istrinya yang galak. Tapi ini satu-satunya kesempatan.

Piktor menyesali Gogon, alat ciptaannya, yang dibawa kabur oleh Bastian. Si wakil kepala BIN itu memakai Gogon untuk melacak Milka dan Superwoman karena alat itu terbukti mampu mendeteksi energi Alpha, daya yang dipancarkan oleh alien.

Aku pencipta Gogon. Seharusnya akulah orang pertama yang menemukan alien! Piktor memukul stir mobil dengan gemas. Tapi Bastian memaksa meminjam Gogon. Mau bagaimana lagi...

Mobil yang dikendarainya berbelok ke area pengungsian. Dari liputan berita, Piktor sudah tahu bahwa pasukan gabungan TNI dan Polri bermarkas sementara di sana. Pasti Bastian juga ada di tempat ini...

Sekolah yang dijadikan tempat pengungsian itu sudah porak-poranda. Separo gedung sekolah hancur, dua mobil Humvee terbalik di jalan masuk dan sebuah tank militer penyok-penyok parah.

Sepertinya tempat ini diserang juga!

Piktor memarkir mobilnya dan bergegas ke dalam. Di dalam halaman, kondisinya lebih mengenaskan. Dua lusin tentara terbaring terluka dan berjejer di tanah, yang lain duduk-duduk kelelahan di atas puing-puing, sisanya terkapar tak sadarkan diri. Para perawat dan dokter hilir mudik kebingungan. Sirene ambulans meraung-raung, menyatu dengan tangisan anak-anak dan para wanita.

Piktor terenyuh. Ini menyedihkan sekali!

Dia menyelinap di antara orang-orang itu dan mencari Bastian. Beberapa petugas berseragam loreng-loreng lewat di sampingnya tapi tak ada yang menyadari kehadiran sang profesor.

Piktor menemukan seorang pria yang sedang bersandar di kap depan sebuah mobil. Piktor mengenalinya sebagai salah satu anak buah Bastian yang waktu itu datang ke kampus.

"Anda..." Piktor menghampiri pria itu. Label nama di dadanya bertuliskan 'Galih'. "Anda anak buah Bastian, bukan?"

"Profesor Piktor!" Galih menyalami Piktor dengan antusias. "Apa yang profesor lakukan di sini? Seharusnya Anda tidak boleh ada datang kemari."

"Saya mencari Bastian. Apa Anda melihatnya?"

"Pak Bastian hilang!" Galih menggeleng sedih. "Dari tadi kami sudah mencoba menghubungi radionya tapi tidak tersambung. Terakhir kali kami melihatnya sedang bertempur dengan Donna..."

"Donna?"

"Superwoman," kata Galih cepat-cepat. "Setelah berhasil mengalahkan Koda, Donna datang ke tempat ini. Dia terlibat pertarungan seru dengan Pak Bastian sehingga tempat ini jadi porak-poranda begini. Tapi perbandingan kekuatan Donna dan Pak Bastian tidak seimbang. Kami masih kewalahan meski TNI sudah membantu..."

Piktor melirik tank yang sudah ringsek itu. "Apa Donna mencari Milka?"

"Tidak. Donna mencari Pak Bastian. Mereka bertempur dengan sengit tapi Donna membawa Pak Bastian terbang ke langit dan sejak saat itu kami belum menemukan mereka berdua lagi."

"Bagaimana dengan Milka? Apa kalian menemukannya?"

Galih menggeleng lagi. "Kami melihatnya bertempur melawan Koda bersama Donna dan berhasil membawanya ke tempat ini. Milka ada dengan kedua temannya. Tapi setelah penyerangan Donna, kami juga kehilangan Milka dan kedua temannya itu."

Jadi Milka, Bastian dan Donna menghilang? Dan dua teman Milk yang dimaksud Galih itu pastilah Teana dan Bobo! Rupanya mereka juga ikut... Piktor jadi cemas memikirkan keselamatan para mahasiswanya. "Bagaimana dengan Gogon? Mengapa kalian tidak menggunakan alat itu untuk melacak para alien?"

"Gogon rusak. Alat itu terjatuh saat kami sedang bertempur," kata Galih. Dia menunjuk ke belakang punggungnya. "Kami berusaha memperbaikinya tapi tidak tahu caranya. Kemudian cewek gemuk itu mendekati kami dan bilang dia bisa memperbaikinya. Dia mengaku sebagai juara Olimpiade Mekatronika..."

Piktor mengintip ke belakang Galih. Ada seorang gadis gemuk sekali yang sedang mengutak-atik Gogon. Gadis itu terlihat mirip seperti Bobo versi wanita.

"Tapi untung Anda datang kemari!" Galih mengguncang bahu Piktor. "Anda bisa memperbaiki Gogon, kan?"

"Akan saya usahakan," kata Piktor. Dia cepat-cepat mendatangi gadis itu.

Permukaan Gogon retak sedikit, tapi gadis tambun itu sudah berhasil membuka bagian dalamnya. Piktor tercengang. Ternyata anak ini hebat juga!

"Saya Piktor Pirmansyah, dosen Astrofisika dari Universitas X." Piktor mengulurkan tangannya. "Saya pencipta alat bernama Gogon ini."

"Pak Piktor?" Gadis itu mendongak dan terbelalak. "Dosennya Kak Bobo sama Kak Teana? Yang kalau ngasih PR sama kuis itu nggak pakai perasaan?"

Nggak pakai perasaan? "Iya. Kok kamu bisa kenal dengan Teana dan Bobo?"

"Bobo kakak saya. Nama saya Boni." Gadis itu menyalami Piktor. "Tadi bapak bilang bapak yang menciptakan alat bernama Gogon ini? Kok namanya alay, pak?"

"Err, soal itu... saya belum menemukan nama yang tepat. Tapi nanti saja. Kita harus-"

"Menemukan Kak Milk!" sahut Boni, seperti bisa membaca Piktor. "Kak Milk pergi bersama Kak Teana dan kakak saya! Sepertinya Pak Bastian juga bersama mereka. Saya sudah berhasil membetulkan alat ini, pak. Ada sirkuit listrik di dalamnya yang terputus..."

Piktor menjadi lebih kagum lagi pada kemampuan Boni. Butuh sepuluh tahun bagiku untuk merakit Gogon sementara anak ini bisa mempretelinya hanya dalam beberapa jam? "Luar biasa! Bagaimana kamu bisa membenarkan alat ini?"

"Alat ini bisa mendeteksi Jigu, daya yang dipancarkan oleh T2, dot milik Kak Milk."

"T2? Dot?"

"Itu semacam charger untuk mengisi energi Kak Milk." Boni menutup katup bawah Gogon dan mengusap permukaannya seperti lampu ajaib. Bola seputih mutiara itu tiba-tiba menyala.

Galih ikut bergabung bersama mereka. "Gogon menyala!"

"Alat ini sedang bekerja," kata Boni dan Piktor berbarengan. "Melacak energi alien..."

Gogon mulai berdengung dan berdesing, seperti bola bekel raksasa. Lalu setelah beberapa detik yang menegangkan, sebaris kalimat muncul di permukaannya yang retak.

'Sumber energi asing ditemukan.'

...

Teana memejamkan mata. Telinganya berdenging.

Ada bunyi letusan pistol Bastian yang nyaring dan suara yang lain, seperti derak benda yang patah.

Namun Teana tidak kesakitan sedikitpun. Apakah ini rasanya meninggal dunia?

Perlahan-lahan dia membuka matanya.

Di hadapannya, Bastian tertunduk sambil meringis memegangi tangannya. Di dekat kakinya ada tiang net dari besi yang dicabut Milk tadi. Tiang itu sudah pecah menjadi dua bagian, satunya menggelinding di lantai, pangkalnya ada dipegang Bobo. Milk masih tergolek lemas di atas rumput, babak belur dan tidak bisa bergerak.

"Saya... saya..." Suara Bobo bergetar dan wajahnya yang bulat banjir keringat. Dia mengangkat potongan besi di tangannya itu seperti pentungan. "Saya akan melawan Anda!"

Bastian menegakkan diri dan memutar-mutar pergelangan tangannya yang memar kemerahan. Rupanya Bobo baru saja memukul pria itu menggunakan tiang net.

"Banci sialan!" Bastian memungut pistolnya yang terjatuh. "Kalau begitu kamu yang akan mati lebih dulu!" Diarahkannya pistol itu pada dahi Bobo. 

"Kita lihat saja..." Bobo mengangkat besi itu seperti tombak dengan takut-takut, siap menghunusnya ke dada Bastian. "Siapa yang akan mati lebih dulu..."

Bastian mengkertakan gigi. Kemudian beberapa hal terjadi sekaligus secepat kedipan mata. Teana menangkap tangan Bastian saat pria itu menembak lalu memuntirnya sekuat tenaga. Bobo menghujamkan tongkat besi itu, ujungnya yang tajam terarah tepat ke dada Bastian...

DHUAAAR!

Kaca jendela pecah diterjang peluru. Tembakan itu meleset lagi. Teana terjatuh akibat bunyi ledakan pistol di dekat telinganya. Bobo juga berteriak kesakitan. Bastian terdorong ke belakang, tongkat besi itu gagal melukainya.

Tiba-tiba Bastian mulai menjerit. Dia memegangi tangannya yang menggenggam pistol. "Apa... apa ini?"

Cincin Bastian membara seperti sedang dibakar. Warna emasnya berubah menjadi jingga kemerahan dan mengeluarkan asap. Bastian berteriak kesakitan, pistolnya terlepas. Cincin itu membakar jarinya. Dia berusaha melepas cincin itu tapi semakin dia mencoba, cincin itu seperti melekat semakin dalam pada jarinya, memanggang kulitnya hingga hangus dan berdarah.

Bastian berteriak-teriak kesakitan. "Kenapa cincin ini membakarku?"

Mendadak cincin itu mulai mengeluarkan suara seperti besi yang sedang digergaji. Dalam sekejap, cincin itu terbelah dua diiringi bunyi keras mirip letusan meriam.

Bastian memegangi jarinya yang terbakar. Bau daging yang terbakar memenuhi udara.

Dua belah cincin itu masih membara. Asap putih yang ditimbulkannya naik dan seketika memadat, menjadi kabut putih yang pekat dan terus memadat hingga mewujud menjadi dua sosok.

Teana menyambar potongan tiang net itu untuk menjaga diri. 

Wujud dua sosok itu terlihat semakin jelas, seorang pria dan wanita. Keduanya memakai pakaian tempur seperti punya Milk dan Donna. Pria dan wanita itu melayang-layang beberapa senti di atas kedua patahan cincin, seperti bayangan hologram.

"Ayah?" Bastian terperanjat. "Ibu?"

Teana dan Bobo saling pandang. Mereka adalah... S0D4 dan C0L4?

"Bastian, kau tidak boleh membunuh," kata S0D4, sang ayah. Dia menatap putranya dan kelihatan kecewa. "Kami tidak ingin kau menjadi pembunuh seperti kami."

"Tapi aku sudah menemukan Milk!" Bastian berlutut dan menggapai ayahnya tapi yang digenggamnya hanyalah asap. "Aku sudah mendapatkan T2 miliknya! Dengan sedikit Jigu dari cincin kalian, T2 ini bisa dinyalakan dan akan menunjukkan letak Costola!"

"Bukan itu alasan kami mewariskan cincin itu padamu dan menyimpan sisa Jigu kami di dalamnya," kata C0L4. Wanita itu tertunduk sedih. "Kau salah memahami semua ini."

"Apa maksud ibu?" Bastian tampak kebingungan. "Aku sudah mengirim kedua V4MPH4G itu untuk membantuku. Aku tinggal selangkah lagi menemukan sumber daya terkuat."

"Kami tidak meninggalkan para V4MPH4G untuk kau gunakan sebagai senjata," kata S0D4. "Mereka seharusnya menjagamu, tapi kau malah memakai Jigu kami untuk mengubah mereka menjadi monster mengerikan dan menyerang kota!"

"Tapi bagaimana dengan misi itu?" Bastian tidak percaya apa yang baru saja didengarnya. "Bukankah sebelum meninggal kalian menitipkan misi itu padaku untuk kulanjutkan? Mencari daya Jigu terkuat?"

"Kami memang memintamu untuk menemukan Jigu terkuat," kata C0L4 lembut. "Namun rupanya kau betul-betul salah memahami apa itu daya. Waktu kami berdua pergi, kau masih berusia tujuh tahun. Kami mengira ketika kau tumbuh dewasa, kau akan menyadari apa itu daya sejati dan menemukan sumber yang tepat dengan memanfaatkan sedikit kekuatan yang kami tinggalkan untukmu."

"Aku sudah menemukannya!" Bastian mengeluarkan kedua T2 milik Milk dan Donna. "Bukankah ini yang kalian cari? T2 yang bisa menunjukkan letak sumber daya terkuat di alam semesta?"

S0D4 dan C0L4 menggeleng perlahan. C0L4 menjulurkan jarinya dan menunjuk dada putranya. "Daya terkuat di alam semesta adalah... cinta."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top