34. Melawan
"GILINGAN LO, SAY!"
"Bo..." Teana mencengkeram lengan gemuk Bobo dan mengguncangkannya. Rasanya seperti mengguncang kasur. "Lo sendiri kan tahu kalau Milk lagi low-batt. Apalagi sejak dia kena tembak itu. Dia lagi nggak fit. Dia nggak mungkin melawan Koda sendirian!"
"Tapi mana mungkin kita nyusul Milk!" teriak Bobo panik. "Kita manusia biasa, Tea! Bisa metong kita semua diinjek-injek itu monster. Jadi rempeyek!"
Teana tahu Bobo benar. Aku tak bisa menyerah. Di kejauhan terdengar bunyi berderak keras seperti batu yang pecah. Milk baru saja meninju Koda. Monster itu terhuyung sedikit.
Menyaksikan Milk bertarung melawan monster itu membuat Teana kembali dilanda rasa bersalah. Seandainya T2 tidak rusak... Meski Milk sudah meyakinkan berkali-kali bahwa dot miliknya tak lagi berfungsi bukan karena Teana, tapi tetap saja gadis itu sulit merasa bebas. Apalagi Teana teringat kata-kata Milk tadi sewaktu mereka mencari bintang Sirius. Milk mau pulang. Dia mau mencari tahu tentang keluarganya. Dia tak akan bisa kembali ke planetnya jika sisa daya Jigu-nya terpakai habis di sini...
"Ya udah kalo lo nggak mau nolongin." Teana menguatkan hati. Milk bisa mati. Tekad gadis itu membara. "Gue pergi sendiri."
"Kak Tea benar!" timpal Boni. "Kita nggak bisa ninggalin Kak Milk! Kalau Kak Milk kenapa-napa, gue ke prom sama siapa?"
"'Set dah bocaaaaah!" hardik Bobo pada adiknya. "Lagi gawat begini lo malah mesum."
"Gue serius kak!" Boni mendorong kursi roda Oma Phi Khun ke bagasi mobil. Sang nenek menutup mata dengan tangan, ketakutan untuk melihat. "Ayo, Kak Tea. Kita susul Kak Milk. Pasti sebentar lagi polisi dan TNI bakal datang."
Teana masuk ke kabin pengemudi. Lalu dia ingat bahwa dia tidak bisa menyetir. Gadis itu keluar lagi dan menarik Bobo. "Bo, ayo. Please."
Bobo kelihatan ragu-ragu. Cowok tambun itu melihat Milk yang bertarung dengan Koda, dan raut wajahnya melembut. "Lo yakin, say?"
"Bo..." Kesedihan, rasa bersalah dan kecemasan bercampur aduk di dada Teana. "Gue nggak bisa memaafkan diri gue sendiri kalau Milk sampai mati di sini, di Bumi, sebelum sempat pulang ke rumahnya. Lo sahabat gue. Kita temenan sejak balita. Lo pasti ngerti perasaan gue, Bo."
Bobo menatap Teana. Sesuatu telah terjadi pada sahabatnya itu. Dan Milk... Bobo tak mungkin tega meninggalkan cowok polos dan agak bodoh itu. Bobo mengangguk penuh pengertian dan menggenggam tangan Teana. "Ya udin. Cuz, shay. Cuuuuuuz!"
Mereka bertiga berbondong-bondong masuk ke dalam mobil. Teana dan Bobo di depan, Boni di baris kedua menjaga neneknya. Mereka keluar dari halaman rumah dan melaju menuju Koda.
"Rencana lo jadinya apa, say?"
"Kalo nggak salah ada danau di sekitar sini, kan?"
"Nggak bisa Kak Tea," potong Boni. "Koda nggak mungkin ditenggelamin di danau. Monster itu tinggi banget."
Teana menyesali ide bodohnya itu. "Oke. Sori. Maap. Ada ide lain?"
"Di dekat sini ada pembangkit listrik tenaga panas bumi," kata Boni. Cewek itu sedang mencari-cari di ponselnya. "Kita bisa memancing Kodak ke sana. Mungkin sengatan listrik bisa membuat monster itu pingsan..."
"DEMI BENCONG-BENCONG TAMAN LAWANG!" Bobo berteriak geram. "LO BERDUA PIKIR KITA LAGI MAIN PETAK UMPET? Mana bisa kita dekat-dekat itu monster!" Bobo menunjuk Koda. Monster itu sedang balas menyerang Milk, tapi agak kesulitan karena cowok itu kecil sekali dibandingkan dengan Koda dan terbang dengan cepat. "Kalau kena sambaran ekor Koda, kita bisa tamat. Lagian gue bawa Oma... Kalo nggak tamat diinjek-injek tu monster, gue bakal habis diamuk-amuk emak gue!"
Rupanya Bobo lebih takut pada ibunya ketimbang kadal raksasa setinggi seratus meter.
"Oke, oke, baik..." Teana buru-buru memutuskan. "Kita dekati Koda sedekat mungkin dan ajak Milk untuk kabur bareng kita. Itu rencananya."
"Gue pesimis, say," kata Bobo. "Milk itu kan prajurit. Pasti dia mau bertempur-"
"Kak Milk!" Boni menurunkan kaca jendela dan berteriak keras-keras. "AWAAAAAS!"
Koda membuka mulutnya yang selebar lapangan voli dan memuntahkan semburan api berwarna biru ke arah Milk. Teana memekik ngeri, jantungnya hampir copot. Milk berhasil menghindar dengan terbang ke bawah dan memutar melewati punggung Koda. Dari kejauhan cowok itu hanya terlihat sebagai titik putih kecil, seperti kunang-kunang yang berputar-putar mengitari si monster.
"BOBO!" Oma Phi Khun berteriak, mendadak ingat nama cucunya. "AWAS!"
Bobo cepat-cepat membanting stir ke kiri. Mobil mereka berdecit nyaring dan berputar tak keruan di perempatan jalan. Sebuah Humvee – mobil perang – berwarna hitam baru saja muncul dari balik tikungan dan hampir menabrak mereka. Dua mobil lain menyusul, memadati jalanan itu.
"Kita nggak bisa maju!" Bobo menginjak-injak rem dengan panik. "Kita terkepung."
Boni menjulurkan kepalanya melewati celah jendela. "Itu TNI, kak!"
Seorang laki-laki berbusana serba hitam turun dari mobil Humvee pertama dan menghampiri mereka. Dia melepas kacamata hitamnya dan Teana langsung mengenalinya. Mendadak gadis itu dipenuhi rasa syukur, rasanya seperti bertemu malaikat.
Itu si anggota BIN! "Pak Bastian!"
Bastian meneliti wajah-wajah yang ketakutan itu. Tiga remaja. Dan satu lansia. Para pemuda ini pernah bertemu denganku sewaktu di Bojong Kenyot dan dalam insiden penyerangan Superwoman kemarin di parkiran kampus. Dia kaget sekali begitu tahu siapa mereka. "Kalian... Apa yang kalian lakukan di sini?"
"Pak!" Seorang perwira TNI berseru dari dalam mobil dan menunjuk Koda. Monster itu baru saja menyembur api lagi. Milk tidak terlihat. "Kita harus bergegas. Sepertinya Milka kewalahan."
"Milka teman saya!" Teana langsung menyambar informasi itu. Entah bagaimana caranya Bastian tahu soal Milk tak jadi masalah. Yang terpenting sekarang adalah menyelamatkan Milk. "Kami mau menolong teman kami, pak!"
Alis Bastian berkerut. "Tapi kalian tidak bisa mendekati Koda. Daerah ini sudah disterilisasi. Monster itu berbahaya."
"Milk sedang terluka." Teana turun dari mobil dan mendekati Bastian. "Kondisinya sedang tidak baik. Bapak ingat kejadian di lapangan parkir kampus itu, kan? Milk kena tembakan dan daya aliennya sedang lemah sekali..."
"Daya alien?" Bastian terbelalak. Ternyata gadis ini tahu banyak! "Maksud kamu, Energi Alpha?"
"Milk menyebutnya Daya Jigu," kata Teana, berusaha menjelaskan sesingkat dan sejelas mungkin. Aku tak punya waktu! "Daya itu yang memberinya kekuatan super. Perwira Anda benar, pak. Bisa jadi kali ini Milk nggak bakal sanggup melawan Koda seperti waktu itu."
"Pak! Lihat!" Perwira itu menunjuk ke langit lagi. "Ada yang datang!"
Bastian dan Teana menengok ke langit. Milk sudah kembali tampak, tapi dia tak lagi sendiri. Ada sebuah titik kuning yang menyusulnya, mengejarnya dan berputar-putar di sekitar Koda.
Bastian terbelalak. "Superwoman."
"Itu..." Bobo ikut turun dari mobil. "Si Donna!"
"Donna?" Bastian menoleh pada Bobo. "Kalian juga tahu tentang Superwoman?"
"Namanya Donna. Kami tidak mengenalnya, tapi dia juga berasal dari planet yang sama dengan Milk," kata Teana cepat-cepat. "Donna mau membunuh Milk."
"Kak Milk..." Boni berkata lemah. Matanya yang menatap langit berkaca-kaca sedikit. "Nggak akan sanggup melawan Koda dan Donna sekaligus."
Teana mencelos. Ternyata ini lebih gawat dari yang dipikirkannya. Gadis itu membungkuk pada Bastian dan memohon. "Tolong, pak. Boni benar. Milk bisa mati."
Bastian mengangguk dalam-dalam. "Saya mengerti." Dia mengibaskan tangan pada dua Humvee yang lain. "Pasukan Bima satu dan dua! Segera menuju ke lokasi!"
Dua mobil tempur itu berderum pergi. Senapan-senapan meriam di atapnya teracung siap.
"Kalian." Bastian menunjuk Teana dan Bobo. "Ikut mobil ini. Kami akan membawa kalian ke tempat yang aman."
"Tapi-tapi..." Teana memprotes. Aku tak akan pergi. "Bagaimana dengan Milk? Dia tidak berniat jahat. Dia hanya ingin membantu."
Bastian melompat ke dalam mobil dan mengangguk paham. "Kami akan menyelamatkannya."
...
Milk melihat kedatangan wanita berambut kuning itu. Dia sudah menanggalkan samarannya, rambutnya yang kuning berkibar-kibar, membuat wanita itu tampak seperti terbakar. D0NN4 memakai pakaian tempur berwarna metalik yang berkilau, seperti punya Milk.
Donna... Milk cepat-cepat berkelit dari tebasan cakar Koda. Apa yang dia lakukan di sini?
Donna terbang menyusul Milk. Sebuah lampu merah berkedip-kedip di sudut atas pelindung wajahnya, pertanda darurat. 'Daya Jigu sekarat. Sisa daya delapan persen. Segera isi ulang T2.'
Milk mulai merasakan efeknya. Kecepatan terbangnya menurun dan pukulan-pukulannya tak lagi semematikan sebelumnya. Koda meraung marah, sepertinya monster raksasa itu masih punya sisa banyak energi untuk terus menghancurkan.
Komputernya otomatis mematikan diri untuk menghemat daya.
Apa yang harus kulakukan?
Donna tidak melawan Koda. Wanita itu terus-terusan mengikuti Milk, meliak-liuk dalam manuver terbang yang rumit, seperti jet tempur mini. Milk kesulitan menghindari Donna dan Koda sekaligus. Napasnya mulai berat. Dia kewalahan.
Milk melihat-lihat ke darat, mencari-cari Teana dan teman-temannya.
Jika aku tak bisa melawan Koda, setidaknya Teana dan teman-temanku selamat.
BOOOOOOOOM!
Milk berteriak kesakitan. Karena lengah dan kelelahan, Koda berhasil mengkemplang Milk dengan kibasan ekornya, melemparkan cowok itu ke bawah. Perisai pelindung Milk sudah non-aktif dan hantaman itu berakibat fatal padanya. Milk kehilangan kemampuan terbangnya, gravitasi Bumi menariknya dengan cepat ke tanah, dan cowok itu terjun bebas seperti meteor. Dia menabrak sebuah ruko bertingkat – punggungnya nyeri luar biasa – menyambar tiang lampu jalan sampai bengkok, terpental di udara sejenak dan jatuh...
Milk menutup mata, bersiap merasakan tabrakan dahsyat.
Aku minta maaf. Teana... Bobo... Boni... Aku tak bisa menyelamatkan kalian.
PATS!
Ada yang menangkap Milk.
Tabrakan itu tidak terjadi. Milk membuka mata dan melihat kelebat cahaya kuning terang.
Donna?
Wanita berambut kuning itu baru saja menangkapnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top