29. Kawan dan Lawan


Donna menyepak tanah dengan kesal.

Sialan!

M1LK sudah dalam genggamannya. Cowok itu hanya ditemani dua orang manusia yang jelas bukan tandingan Donna. Mengajak M1LK pulang akan semudah merebut dot dari bayi. Namun rencana itu gagal total gara-gara kehadiran orang-orang bersenjata itu.

Donna mengatur napasnya yang menderu. Aku harus tenang.

Dia mempelajari sekeliling. Tak ada yang curiga. Wanita itu sedang bersembunyi di loteng gedung kampus Universitas X. Setelah M1LK kabur tadi, Donna memutuskan untuk mengejar cowok itu. Tapi niatnya digagalkan oleh si pria bersenjata yang menembaknya. Donna memantulkan peluru itu – dia geli sekali melihat senjata manusia Bumi yang mirip mainan – dan mundur. M1LK bersama seorang gadis, dan Donna memilih untuk menghindari korban yang tak perlu.

Tujuanku kemari adalah M1LK. Donna mengusap rambut kuningnya. Siapapun yang menghalangi harus segera dimusnahkan.

Donna ingat wajah pria bersenjata itu. Sebelumnya mereka pernah bertemu di lapangan parkir swalayan bernama Indomaret. Ketika itu si pria bersenjata berpura-pura menjadi reporter.

Pembohong yang payah, pikir Donna. Dia seorang prajurit. Rupanya dia mengikutiku...

Itu adalah satu-satunya alasan logis yang bisa menjelaskan mengapa si pria bersenjata itu muncul di lapangan parkir kampus. Pria itu berani menyerang Donna, bahkan sampai menyebabkan M1LK terluka. Pasti waktu itu Daya Jigu M1LK sedang rendah, sehingga dia tak mampu membuat perisai. 

Ini juga tak boleh dibiarkan. Berarti pria bersenjata ini juga harus dimusnahkan!

Ada ribut-ribut kecil dari tangga yang menuju loteng. Sepasang remaja muncul sambil cekikikan, mereka saling bergelayutan seperti cacing. Donna cepat-cepat bersembunyi di balik kipas-kipas pendingin udara.

Komputer... Donna memakai pelindung wajahnya dan menyalakan komputer. Temukan pria itu.

Untung saja komputer merekam kejadian tadi, sehingga Donna bisa melihat jelas wajah pria itu.

'Pria asing ditemukan,' kata komputer. 'Lantai tujuh gedung sebelah kiri.'

Donna meregangkan jari-jarinya. Kali ini dia tak boleh mengambil resiko untuk dikenali lagi. Dia mengintip sepasang remaja itu. Mereka sedang berciuman dengan penuh nafsu dan terkikik-kikik geli. Tangan si pria mulai bergeriliya di tubuh pasangannya. Donna menilai. Postur gadis itu sama denganku.

Lalu dia menghampiri kedua remaja itu.


...


Bastian mengecek para anak buahnya. Mereka kelelahan, tapi baik-baik saja.

"Target tak bisa dilumpuhkan dengan senjata kita, pak," kata Satya. "Apa kita perlu minta bantuan ke Polri dan TNI?"

"Tidak perlu," kata Bastian. Dia mulai memutar-mutar cincinnya lagi. "Lagipula sekarang kita tidak tahu di mana keberadaan wanita itu."

"Putaran Gogon melemah, pak," kata Galih sambil mengintip koper Gogon. "Di sini tertulis, 'Baterai Lemah',"

"Pas sekali, bukan?" kata Bastian. "Kita sedang berada di Universitas X. Kita hanya perlu mencari Profesor Piktor..."

Tiba-tiba pintu ruangan tempat Bastian dan pasukannya sedang memulihkan diri terbuka. Kemudian, seolah mendengar namanya disebut, Profesor Piktor Pirmansyah masuk bersama dua orang pria lain yang bertampang cemas.

"Saya Ridwan." Pria yang berperut paling buncit mengulurkan tangannya. "Rektor Universitas X. Bagaimana bapak-bapak sekalian bisa menjelaskan peristiwa di lapangan parkir barusan?"

Bastian menjabat tangan sang rektor dan mengguncangkannya dengan kuat. "Kami sedang memburu seorang alien. Kami menduga target berniat jahat."

"Alien?" Kengerian terpancar dari wajah Ridwan. "Apa ini ada hubungannya dengan meteor yang jatuh itu? Saya sudah lihat beritanya, katanya itu kapsul ruang angkasa..."

"Investigasi ini sedang berjalan dan kami terburu-buru." Bastian tak punya waktu meladeni sang rektor. "Saya ingin berbicara empat mata dengan Profesor Piktor sekarang juga."

"Ta-tapi..." Ridwan tergagap. "Bagaimana saya bisa menjelaskan peristiwa tadi pada para mahasiswa dan staf?"

"Saya yakin Anda terpilih sebagai rektor karena Anda cerdas," balas Bastian tajam. "Dan karena ini menyangkut keamanan nasional, saya yakin Anda tidak akan mengganggu penyelidikan BIN, pak rektor."

Bastian meminta koper Gogon dari anak buahnya dan menunjuk Piktor. Si profesor menelan ludah dan mengangguk enggan. Mereka meninggalkan ruangan itu dan pergi ke kantor sang profesor yang kebetulan berada di lantai yang sama.

Begitu memasuki ruangan, Bastian menguncinya. Dia membuka koper Gogon dan mengangkat mutiara raksasa itu. Di permukaannya tertulis; "Bateria Lemah".

"Saya butuh charger alat ini," kata Bastian.

"Sampai kapan Anda akan meminjam Gogon?"

"Sampai saya berhasil menangkap alien-alien itu."

Pak Piktor mencibir meremehkan dan menghilang sebentar ke bagian belakang kantornya. Pria itu kembali membawa seutas kabel dan colokan yang mirip colokan lampu. "Saya harap Gogon membantu pekerjaan Anda, Pak Bastian."

"Sangat membantu. Terima kasih. Kami akan menangkap wanita itu secepatnya."

"Jadi si Superman adalah seorang wanita?"

"Bukan," kata Bastian tak sabar. "Ada alien satu lagi. Kami menyebutnya Superwoman. Kami masih mencari Superman."

"Wanita berambut kuning itu. Ya, saya melihatnya." Piktor mengangguk-angguk. "Jadi Anda tidak melihat dengan jelas?"

Bastian mengernyit. "Melihat dengan jelas? Apa maksud Anda?"

"Apa Anda menyadari kehadiran seorang pemuda?" kata Pak Piktor. "Dia meninju motor-motor yang dilemparkan wanita berambut kuning itu sampai hancur."

"Kami sibuk menyerang dan bertahan. Seperti yang Anda tahu, kami dibombardir habis-habisan. Fokus kami adalah wanita itu..." Bastian mengingat-ingat. "Ada seorang pemuda. Saya memutuskan untuk langsung menerobos ke lapangan parkir, karena saya kira Superwoman akan menyakiti pemuda itu dan teman-temannya. Satu hal paling mencolok yang saya ingat dari pemuda itu adalah rambutnya..."

Piktor tersenyum. "Berwarna putih."

Seketika itu juga potongan-potongan teka-teki itu menyatu di benak Bastian dan seakan ada sebuah lampu yang menyala di kepalanya, dia bisa memahaminya dengan sangat jelas. "Pemuda itu adalah Superman!"

"Namanya Milka. Dia mahasiswa saya," kata Piktor. "Dia muncul satu hari setelah meteor jatuh di Mall Pondok Cabe-cabean dan mengaku sebagai mahasiswa pindahan. Tapi-" Piktor buru-buru menambahkan, karena Bastian sudah siap menyelanya. "Sejauh ini dia tampak baik-baik saja. Selain rambutnya yang berwarna putih, Milka sama seperti pemuda biasa."

Bastian meradang. Padahal selama ini akulah yang mencari-cari Superman! "Bagaimana Anda tahu kalau mahasiswa itu alien?"

"Dia punya pengetahuan yang luar biasa tentang astronomi," kata Piktor. "Dan bisa terbang. Selain itu, salah satu peluru Anda yang menyasar Superwoman terpantul dan mengenai Milka. Sebelum dia terbang pergi, saya melihat luka di dadanya. Darahnya berwarna emas."

"Jadi kedua alien itu sudah berhasil ditemukan. Mahasiswa Anda ini – Milka – dialah Superman."

"Dia tidak berniat jahat. Saya bisa pastikan itu," kata Piktor sungguh-sungguh. "Kita semua tahu kalau dia menumpas Koda. Saran saya, sebaiknya Anda menggunakan Gogon untuk menangkap Superwoman. Dari kekacauan yang diciptakannya, saya yakin dia tidak berniat baik."

Bastian mengangguk-angguk. Milka malah membantu tim BIN untuk melawan Superwoman. Profesor Piktor benar. Pemuda itu bukanlah penjahatnya.

Namun masih ada satu hal yang mengusik benak Bastian. "Sebenarnya apa yang para alien ini rencanakan di Bumi, profesor? Jika mereka hanya mampir dan tidak membuat kehebohan seperti Milka, saya pikir kita tak keberatan dengan kehadirannya tapi bagaimana jika mereka punya rencana jahat?"

Profesor Piktor balas menatap Bastian dengan tajam. "Tahukah Anda bahwa delapan belas tahun yang lalu, ada sebuah meteor yang jatuh di dekat Selat Sunda?"

"Delapan belas tahun yang lalu?"

Piktor mengangguk. Dia menyalakan monitor komputernya dan menunjukan sederetan foto-foto. "Waktu itu saya masih seorang mahasiswa dan sedang magang di LIPI. Kami tidak menganggap serius meteor itu karena titik jatuhnya yang di laut."

"Apa meteor itu..." Bastian menebak-nebak. "Kapsul alien?"

"Kami tidak mendapat dukungan dana dari pemerintah untuk menelitinya, jadi kami tidak tahu. Tapi meteor itu memancarkan energi, semacam radiasi asing yang tidak kami ketahui. Air laut di sekitar lokasi jatuhnya meteor berubah menjadi keemasan."

Semula Bastian mengira misteri tentang meteor dan para alien ini sudah hampir terpecahkan tapi informasi terbaru dari Profesor Piktor ini mengubah segalanya. "Apakah ini berarti sudah ada alien yang lebih dulu datang ke Bumi? Apa Milka dan Superwoman datang kemari untuk mencari alien yang pertama itu?"

Piktor mengusap-usap dagunya dan tampak bimbang. "Saya tidak tahu. Saya sudah memberitahu hipotesis saya tentang Koda. Saya yakin radiasi daya dari meteor pertama itulah yang menyebabkan mutasi mahkluk hidup hingga berubah menjadi Koda. Atau bahkan meteor itu yang membawa benih-benih monster..."

Ini kedengarannya sangat acak bagi Bastian. Dia tak mau menebak-nebak. "Lantas apa hubungan antara monster itu dengan Milka dan Superwoman?"

Piktor mendongak dan menatap Bastian lurus-lurus. "Apa Anda masih ingat tentang Energi Alpha?"

"Energi terkuat," kata Bastian. "Energi Tuhan. Daya Ilahi."

"Tepat sekali. Energi yang memelihara kehidupan dan menjaga keseimbangan. Kedatangan meteor pertama itu berpotensi merusak keseimbangan Bumi," lanjut Piktor sambil manggut-manggut. "Milka dan Superwoman hanyalah prajurit yang dikirim ke Bumi oleh 'Tuhan' untuk mencegah kehancuran itu. Teknologi persenjataan umat manusia tidak cukup canggih untuk menghadapi Koda. Jika dibiarkan, monster-monster itu dapat memusnahkan peradaban kita. Kedatangan para alien itu semata-mata hanya untuk menolong kita."

Bastian diam dan memikirkan hal ini. Sekali lagi, hipotesis Profesor Piktor bisa jadi tepat. Milka si Superman langsung menyerang Koda begitu dia mendarat di Bumi dan dia belum melakukan apa-apa lagi. Tapi...

"Bagaimana dengan Superwoman? Dia malah menyerang kami dan Milka! Jika mereka punya misi yang sama, mengapa mereka tidak akur?"

"Soal itu..." Profesor Piktor menarik napas dalam-dalam dan tersenyum pada Bastian. "Sebagai wakil kepala BIN, tugas Andalah untuk menyelidiki."


...


Di depan ruang kerja Profesor Piktor, seorang wanita berkemeja putih dan bercelana jins sedang menguping. Rambutnya yang berwarna kuning tersembunyi di balik hijab lebar. Busana itu membalut tubuhnya dengan pas, meski semuanya hasil curian.

Orang-orang bodoh, pikirnya. Mereka salah besar. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top