28. Kejutan dari BIN
"MILK!" Teana langsung menarik Milk. "Masuk ke dalam mobil! Itu Donna!"
Milk membeku. Susah payah Teana menyambar kaos Milk dan mendorong cowok itu masuk ke kursi depan. Bobo yang baru menyalakan mesin kelihatan bingung.
"Kenapa, Tea? Itu siapa?"
"Itu Donna, Bo! Si alien yang waktu itu ngobrak-abrik rumah lo!"
"Kok dia bisa ada di sini?"
"Mana gue tahu!"
Teana menjulurkan tangan dan memencet tombol power window di pintu samping pengemudi sehingga semua jendela tertutup rapat-rapat. Bobo menekan pedal gas, bersiap meluncur dari parkiran. Namun Donna berdiri tepat di depan mobil, menghadang mereka.
"Demi udel ondel-ondel!" Bobo cepat-cepat menginjak rem. "Mau ngapain dia? Kok dia bisa tahu kalau kita ada di sini?"
"Udah jelas, kan?" Teana menarik pundak Milk supaya cowok itu mundur. "Dia ngincar Milk! Sejak dari rumah lo waktu itu, dia nyariin Milk!"
Donna mengatakan sesuatu tapi suaranya teredam oleh kaca mobil. Wanita itu menunjuk Milk dan menyeringai mengerikan.
Bobo berteriak histeris. "DIA NAIK KE KAP MOBIL!"
Teana mencelos. Donna memanjat naik ke kap depan mobil, seperi zombie. Dia mengangkat tinjunya, siap menghancurkan kaca depan mobil.
"Tabrak aja, Bo! Tabrak!"
"Gila lo, Tea! Mana mungkin gue nabrak orang di tengah hari bolong begini!"
"Lo mau kita semua dibunuh?"
Donna menancapkan jari-jarinya ke kap depan mobil, lalu mencabut bagian atasnya dengan mudah, seperti mencabut plester dari luka. Mobil berdesis mengerikan. Teana dan Bobo menjerit-jerit ketakutan.
"MOBIL BOKAP GUEEEEE! TIDAAAAK!"
"GAS, BO! GAS! SEKARANG!"
Marah dan takut, Bobo menekan pedal gas kuat-kuat. Mobil itu merangsek maju, melontarkan Donna hingga wanita itu terjatuh. Bobo memutar setir layaknya pembalap profesional, mobil itu berderum, mesinnya bekerja keras memutar keempat rodanya, tapi mereka tak bergeming.
"Kok kita nggak gerak?" Teana menatap kap depan yang terbuka. "Kenapa nih?"
"Donna menahan mobilnya!" Bobo mati-matian menginjak gas. "GILA YA TU ORANG!"
Teana memeriksa semua spion, mencari-cari Donna. Di mana wanita sinting itu? Mobil sedikitpun tidak beranjak, meski pedal gas sudah diinjak-injak. Sudah tentu tak ada manusia yang sanggup melakukan hal semacam ini.
Tiba-tiba Milk menurunkan kaca jendelanya. "Tunggu."
"Milk! Kamu mau ngapain?" Teana menghambur ke arah Milk. "Jangan keluar!"
"Donna mencariku," kata Milk. "Aku harus bertemu dengannya. Donna juga berasal dari Planet K3NT4LM4N13S, sama sepertiku. Dia pasti tahu tentang Daya Jigu. Aku akan bertanya padanya soal T2."
"Tapi kamu bisa dibunuh!"
"Aku bisa melawan Donna."
Deruman mesin mobil terdengar semakin kepayahan. Ada bunyi berkeretakan keras dan bumper belakang terlepas jatuh.
"Jangan, Milk!" Bobo mengunci kembali pintu Milk. "Daya Jigu kamu kan lagi rendah!"
"Aku akan baik-baik saja."
Dengan satu hentakan pelan, Milk mencopot pintu di sampingnya. Bobo melenguh seperti sapi yang akan disembelih. Teana tercabik di antara keinginan untuk menyetop Milk atau melindungi dirinya sendiri. Dengan nanar, dia melihat Milk pergi ke depan mobil, rambutnya yang berwarna putih susu terbang ditiup angin.
BRRRRRRMM!
Mendadak mobil bisa melaju lagi. Kekuatan yang semula menahannya sudah terlepas. Bobo cepat-cepat menginjak rem dan mematikan mesin.
Donna muncul dari belakang mesin.
"Sorega," kata Milk pada wanita itu. Dia mengangkat tangannya, seperti tentara memberi hormat.
"Sorega," balas Donna. Wanita itu juga mengangkat tangan.
Milk menurunkan tangannya. "U batla eng ho'na?"
"Mereka ngomong bahasa apa?" Bobo keherenan. "Kok kayak kumur-kumur gitu?"
"Itu Bahasa Gulug-gulug," jawab Teana. Dia mengamati kedua alien itu mengobrol, mencoba menebak-nebak apa artinya.
DAR!
Sesuatu berdesing cepat dan menghantam bagian samping bodi mobil. Teana terlonjak dan Bobo berteriak kaget. Donna menggeram marah. Lalu... DAR! DAR! DAR! Mobil mereka mulai diserang sesuatu.
Teana otomatis tiarap. Dia tidak tahu apa yang menyerang mereka, tapi kedengarannya seperti suara peluru. "Apa itu?"
"KITA DITEMBAKI!" Bobo menutupi kepalanya dengan tas dan meringkuk di balik dasbor. "KOK ADA BIN SEGALA SIH?"
Sebuah Fortuner hitam menabrak tiang portal lapangan parkir sampai terlepas dan melaju cepat ke arah mereka. Seorang pria berkacamata hitam mengeluarkan tubuhnya dari jendela dan dia memegang sebuah pistol. Teana mengenalinya sebagai Bastian, orang BIN yang waktu itu datang ke Bojong Kenyot.
"AWAS!" Bastian berteriak dan membidikkan pistolnya pada Donna. "WANITA ITU BERBAHAYA!"
Milk dan Donna melompat untuk menghindari tembakan itu. Bastian menembak lagi, kali ini pada Donna. Orang-orang berteriak-teriak ketakutan dan lari kalang-kabut. Donna mencabut topinya, rambutnya yang panjang dan berwarna kuning cerah seperti lemon berkibar. Wanita itu menjentikkan jari dan setitik pusaran angin muncul, meliuk-liuk cepat dan membesar menjadi tornado lalu menghantam mobil Bastian sampai oleng.
"MILK!" Teana berteriak sekuat tenaga sambil membuka pintu mobil. "Ke sini! Ayo!"
Milk memandang Teana dan mengangguk. Cowok itu sedang bersembunyi di balik sebuah sedan. Setengah lusin pria berpakaian serba hitam meloncat keluar dari Fortuner yang terbalik itu dan mulai menembaki Donna. Bastian memimpin, mereka berkelit menghindar di balik mobil-mobil. Donna mundur hingga sampai di batas parkiran motor. Dia melihat Milk dan meraung murka. Wanita itu mengangkat sebuah motor dari atas tanah dan melemparkannya seolah benda itu hanyalah sebuah bola kasti.
BRAAAAAK!
Motor itu mendarat di atas sebuah mobil yang diparkir tak berapa jauh dari Fortuner Bastian. Bastian tetap tak gentar. Dengan penuh perhitungan dia dan timnya bergerak maju mendekati Donna, mereka membentuk formasi setengah lingkaran yang makin lama makin rapat. Pistol-pistol meletus nyaring, motor-motor beterbangan di udara. Donna mengangkat lengannya seperti perisai dan sebutir peluru terpantul di kulitnya.
"Tea, lo liat nggak si Donna?" Bobo mengucak-ucak matanya. "Demi huru-hara di kantor kepala desa, dia anti-peluru!"
Teana menunduk menghindari pecahan-pecahan sepeda motor. "Kita harus segera pergi dari sini, Bo! Kalau di sini terus, kita bisa mati!"
"Terus si Milk gimana?"
Teana berdecak kesal dan berteriak, berusaha mengatasi keributan itu. "MILK!"
Dari dalam gedung, Pak Piktor meluncur cepat ke lapangan parkir seperti memakai sepatu roda. Sang profesor itu berteriak-teriak menyuruh para mahasiswa yang membeku ketakutan untuk menyelamatkan diri. Bang Mamat si satpam kampus sudah jatuh bersujud di tanah, gemetaran minta ampun.
Sekarang Donna mengangkat sebuah motor berwarna hitam - Honda CBR milik Kai - dan melontarkannya seperti sebilah tombak ke arah Bastian. Tapi motor itu terpelanting di udara dan siap jatuh di atas sekumpulan mahasiswa yang meringkuk ketakutan di dekat pos parkir.
BRAAAAAAK!
Ada kelebat sinar putih dan tak tahunya motor itu pecah seperti sebuah pajangan dari kaca. Kepingan-kepingannya berserakan di aspal, gagal mengenai target.
Bobo dan Teana menjerit berbarengan. "MILK!"
Milk baru saja meninju motor hitam itu hingga hancur. Cowok itu tak lagi bersembunyi. Dia berdiri tegap dan mendekati Donna.
"MILK!" Teana langsung bergerak. "JANGAN!"
"Tea!" Bobo menyambar lengan sahabatnya itu. "Lo gila? Jangan ke sana! Kalo kena lemparan si Donna, lo bisa jadi lemper!"
Apa yang terjadi di lapangan parkir sekarang nyaris serupa salah satu adegan di film-film Avengers. Motor-motor berterbangan ke arah Bastian tapi Milk menghantam semuanya dengan tinjunya sampai kendaraan-kendaraan malang itu remuk tak berbentuk.
Tertatih-tatih, Teana berkelit menghindari pecahan-pecahan motor dan mencoba mendekati Milk. Donna dan Bastian terlalu sibuk bertempur sampai-sampai mereka tidak menyadari kehadiran Teana.
"Ya amplop, ni orang!" Bobo memaki kesal dan menyetir mobilnya pelan-pelan mengikuti Teana. Sahabatnya itu sudah sampai di belakang tim Bastian yang masih menyerang sambil berlindung di balik Fortuner mereka yang terbalik. "Nggak takut mati apa!"
Bastian menukar pistolnya dengan senapan laras panjang. Dia membidik Donna dan menembak, suara letusannya keras sekali. Namun Donna menjentikkan jarinya lagi seolah sedang menyihir. Angin yang sangat kencang berhembus, mementalkan peluru itu.
Teana melihat tubuh Milk bergetar seperti terkena sesuatu, dan tiba-tiba cowok itu jatuh berlutut.
"MILK!"
Waktu seperti berhenti. Donna menggerung lantang, wajahnya merah padam karena murka dan rambutnya yang kuning berkibar seperti kobaran api. Dia mengangkat truk air yang dipakai petugas taman untuk menyiram halaman dan melemparkannya ke arah Bastian.
Teana melihat truk merah itu melesat ke arahnya. Dia mencoba kabur tapi otot-ototnya seolah membeku, dia tak sanggup bergerak sementara Bastian dan timnya refleks melarikan diri...
BRAAAAAAAAK!
Ada yang menyambar Teana. Gadis itu merasa kaki-kakinya tak lagi menjejak tanah. Angin berdesir di wajahnya dan dia merasa sedang dibawa naik, seperti terbang, ke angkasa. Sinar matahari yang suam-suam kuku terasa hangat di ubun-ubunnya...
Teana membuka mata dan memekik kaget. Ternyata dia bukan bermimpi terbang, tapi betul-betul sedang terbang. Tangan kiri Milk melingkar di pinggangnya sementara tangan kanan cowok itu menopang punggungnya dengan lembut.
"Milk..." Teana mencoba menyesuaikan posisi tubuhnya agar tidak jatuh, dia tahu kalau sampai dia tergelincir dari ketinggian ini tubuhnya sudah pasti akan lumat tak berbentuk, tapi tangan-tangan Milk memeganginya dengan mantap. "Milk... kamu...."
"Teana tidak apa-apa?"
Pandangan mata Milk sayu, dia kelihatan seperti anak kecil yang mengantuk.
"Iya, Milk. Aku nggak apa-apa."
Mereka terbang meninggalkan segala kekacauan di bawah sana. Bastian, Bobo, Donna dan para manusia lain berubah menjadi titik-titik kecil seperti pasir. Tiba-tiba Teana merasa ada yang membasahi bagian depan kaosnya. Cairan kental yang mirip seperti emas cair mengalir keluar dari sesuatu di dada kanan Milk...
"Milk kamu..." Teana meratakan kaos Milk dan menemukan sebuah lobang sebesar koin yang menganga di dada cowok itu. "Tertembak?"
"D0NN4 memantulkan peluru dari orang BIN itu dan mengenaiku," kata Milk. "Syukurlah Teana baik-baik saja."
Oh. Tidak, tidak! "Milk, kita mendarat aja, yuk!" Teana menekan tangannya di luka itu, untuk menghentikan pendarahannya. "Kamu terluka begini!"
"D0NN4 juga..." Suara Milk mengecil dan matanya seperti hampir tertutup. "Bisa terbang..."
"Donna nggak mengejar kita! Pasti dia sedang bertarung dengan orang-orang BIN itu!"
"Milk harus... menolong... Teana..."
"Kita udah aman, Milk! Tolong, jangan buang-buang Daya Jigu kamu!"
Milk menatap Teana, iris matanya yang bulat penuh melebar. Cowok itu mengangguk pelan dan memejamkan matanya. Sekonyong-konyong Teana merasa mereka berhenti di udara, lalu layaknya roket yang mendadak kehabisan bahan bakar, mulai jatuh ke bumi.
Teana ketakutan setengah mati. Dia mengap-mengap berusaha bernapas, dadanya terasa mau meledak dan kepalanya berputar-putar. Namun Milk masih memeluknya dengan erat, melindunginya dan entah mengapa itu membuat Teana merasa aman. Mereka meluncur ke bawah, semakin lama semakin cepat, tertarik gravitasi.
Lalu tibalah saat-saat tabrakan itu. Teana meringkuk di dada Milk dan memejamkan mata, bersiap untuk menabrak tanah yang keras.
BUK!
Tepat sebelum mereka menumbuk tanah, Milk memutar tubuhnya sehingga posisinya berada di bawah. Efek tabrakan itu ternyata tak sekeras yang dibayangkan Teana. Mereka meluncur sejauh beberapa meter, rumput-rumput pendek menampar wajah Teana, kerikil dan tanah pekat menempel di mulutnya, hingga akhirnya mereka betul-betul berhenti.
Mereka terjatuh di atas sebuah lapangan rumput yang dijadikan lapangan sepak bola di sebuah kampung. Pendaratan mereka menimbulkan seleret galian di tanah sedalam kira-kira dua puluh senti. Mereka pasti mati seandainya Milk tidak menjadikan tubuhnya sendiri sebagai papan seluncur untuk pendaratan luar biasa itu.
Milk terkapar di tanah, matanya terpejam rapat.
"MILK!" Teana mengguncang tubuh cowok itu. "Kamu nggak apa-apa, Milk?"
Milk menghembuskan napas panjang. Dadanya yang kokoh bergerak turun.
"MILK!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top