25. Darah Emas


Bastian mencoba untuk tidak sering-sering menatap benda itu.

Sulit baginya. Berbeda dengan benda-benda lain yang ada di ruang kantornya, alat itu adalah hal paling baru. Bentuknya bulat sederhana, mirip seperti mutiara raksasa atau bola lampu. Ukurannya sebesar bola sepak.

Apa benda ini betul-betul berfungsi?

Benda itu diberi nama Gogon oleh penciptanya. Pencipta Gogon adalah Profesor PIkor Pirmansyah, seorang pakar astrofisika ternama di negara ini. Dan profesor itu kelihatan yakin soal kemampuan Gogon...

Sejak Bastian membawa Gogon ke kantornya, alat itu tidak bereaksi apa-apa. Bastian berharap Gogon dapat melakukan sesuatu, seperti bersinar, berdenyut, berputar, entahlah... atau bahkan berbicara, tapi bola perak itu hanya diam saja di rak. Itulah yang membuat Bastian jadi skeptis.

Seharusnya Gogon dapat menangkap pancaran energi alien.

Dua hari lalu, Bastian seperti melihat Gogon bersinar. Ya, waktu itu dia baru selesai makan siang dan sedang mengamati cincin di tangannya. Lalu tiba-tiba ada yang bersinar di ruangan itu – bukan ponsel, karena Bastian mengantongi ponselnya – dan bukan juga komputer. Bastian tidak sempat mengecek karena atasannya menelepon. Selesai menerima panggilan telepon itu, Bastian mengecek Gogon di rak. Bola perak itu masih tidak bereaksi.

Apa waktu itu aku salah lihat?

Bastian memindahkan Gogon dari rak ke atas meja kerjanya. Dia memeriksa benda itu untuk kesekian kalinya, mencoba mencari tombol, slot baterai, atau colokan kabel, tapi tidak menemukan apa-apa. Gogon berbentuk bola sempurna tanpa celah, lubang atau apapun di permukannya. Alat itu terbuat dari semacam kaca. Sebetulnya Bastian bisa meminta bagian lab di lantai bawah memeriksa Gogon untuk mencari tahu cara kerjanya, tapi dia tidak melakukannya. Belum. Setidaknya sampai aku bertemu sendiri si alien itu...

Soal pertemuan dengan si alien, Bastian sudah merencanakannya masak-masak. Dia hanya ingin bertemu alian itu dan memastikan sang Superman tidak berniat jahat. Lagipula, bukankah itu memang sudah menjadi tugasnya sebagai anggota BIN? Bastian tahu ada orang-orang jahat yang mengincar kekuatan super sang Superman. Seperti para teroris itu... Jika sampai jatuh ke tangan yang salah, kekuatan itu bisa menyebabkan malapetaka besar. Oleh karena itu aku harus bertemu Superman dan meyakinkannya untuk membantu pemerintah.

Superman sudah membasmi Koda. Kemungkinan besar dia orang baik. Aku hanya perlu memastikannya...

BZZZZT!

Seberkas cahaya menyinari ruangan itu.

Bastian tersentak. Dia mempelajari Gogon. Apa alat ini baru saja menyala?

Dan seolah menjawab pertanyaan Bastian, sekonyong-konyong Gogon memancarkan cahaya putih yang terang sekali. Cahaya itu berpendar seperti hidup, menyinari wajah Bastian sampai dia kesilauan. Seperti matahari mini. Bastian cepat-cepat mengangkat alat itu.

Gogon menyala!

Bastian menyambar telepon untuk menghubungi anak buahnya. Aku harus bergerak!

Seolah setuju dengan niat Bastian, muncul sebaris tulisan di permukaan Gogon yang mengilat. Sederet angka-angka. Bastian mempelajari tulisan itu dan tersenyum senang.

Dapat!


...


Jalanan itu tampak seperti umumnya jalan raya di Jakarta. Gersang dan ramai. Para pedagang kaki lima duduk di belakang gerobak dagangan mereka, kelihatan capek dan kepanasan. Motor dan mobil hilir mudik. Sebuah metromini reyot lewat dengan bergegas, knalpotnya menawarkan asap hitam yang menyesakkan secara cuma-cuma. Sekumpulan tukang ojek online berteduh di bawah sebuah pohon besar, warna hijau di jaket mereka membuat pria-pria itu kelihatan mencolok. Seorang petugas parkir berseragam biru langit sibuk mengatur kendaraan yang hendak keluar masuk, peluitnya yang berisik menjerit-jerit nyaring.

Bastian mempelajari tempat itu.

Di sini?

Dia menatap Gogon. Alat itu masih bersinar dengan terang – begitu terang sampai Bastian harus memasukkannya ke dalam sebuah koper. Tulisan di permukaannya tidak berubah.

Bastian mengintip ke luar jendela. Ini adalah koordinat yang diberikan Gogon.

"Pak..." Galih, salah satu anak buah Bastian, memanggilnya. "Kita periksa sekarang?"

Bastian tidak menjawab. Dia masih mempelajari. Jalanan ini kelihatan normal. "Apa kamu melihat kehadiran si Superman? Rambutnya berwarna putih."

Galih ikut-ikutan mengamati sekeliling. Sejauh pengamatan, mereka tidak menemukan orang berambut putih seperti si alien.

"Mungkin di dalam Indomaret?" kata Galih. "Saya bisa periksa."

Bastian menyetujui usulan itu. "Tetap monitor."

"Siap."

Galih keluar dari mobil dan bergerak ke dalam Indomaret. Plat nama swalayan itu berbunyi 'Indomaret Pasar Selasa'. Bastian menyalakan alat penerima gelombang radio yang menempel di telinganya. Dengan alat itu, dia bisa berkomunikasi dengan Galih.

"Sejauh ini kosong," kata Galih saat dia sudah tiba di depan Indomaret. "Bergerak ke dalam."

Bastian mulai memainkan cincinnya lagi. Absurd rasanya menemukan seorang alien di dalam Indomaret. Apa yang mungkin dilakukan alien di dalam Indomaret? Membeli minuman dingin?

Sambil menunggu Galih, Bastian terus mengamati. Matanya yang terlatih memindai setiap orang yang ada disitu. Apa jangan-jangan alien itu sudah mengubah warna rambutnya? Jika rambutnya tak lagi putih maka...

Tunggu sebentar.

Bastian menyipitkan mata, mencoba melihat lebih jelas. Rambut kuning?

Dia menurunkan kaca jendela. Seorang wanita muda baru saja tiba di depan Indomaret. Usianya mungkin sekitar dua puluh lima tahun. Dia memakai kaos oblong dan celana jogger yang kebesaran dan sebuah topi. Tapi di balik topi itu Bastian menangkap sejumput rambut berwarna kuning terang, seperti lemon.

Bastian tidak pernah melihat orang mengecat rambut dengan warna kuning seterang itu, kecuali para badut. Ditambah lagi, penampilan wanita berambut kuning itu biasa-biasa saja, bukan seperti para seniman nyentrik yang gemar mewarnai rambut.

Bastian mengintip ke dalam koper. Gogon masih menyala.

Perhatian Bastian kini jatuh pada wanita berambut kuning itu. Bagi mata yang orang awam, mereka pasti tak akan mempedulikan warna rambut kuning terang itu. Tapi Bastian sudah dilatih untuk tidak melewatkan hal-hal yang tampak sepele. Wanita itu seperti mencoba menyembunyikan warna rambutnya – logo salah satu merk oli di depannya jelas-jelas menandakan bahwa itu topi pria.

Apa memang wanita itu sedang mencoba berbaur?

Bastian memutuskan untuk turun dari mobil.

Wanita itu mondar-mandir di lapangan parkir Indomaret. Dia seperti sedang mencari-cari sesuatu. Kepalanya condong ke depan, mirip seperti anjing pelacak. 

DRRTT... DRRRTTT...

Ada bunyi berkeletokan dari dalam kopernya. Bastian membuka koper itu. Di dalamnya, Gogon berdesing cepat seperti bola boling. Pendarnya semakin terang, alat itu kelihatan seperti akan meledak sesaat lagi. Di permukaannya angka-angka aneh bermunculan secara random, menggantikan titik koordinat yang sebelumnya ada.

Ada apa ini? Bastian takut menyentuh alat itu. Apa Gogon rusak?

"Permisi..."

Bastian mundur dan menabrak mobilnya. Cepat-cepat ditutupnya koper Gogon. Si wanita aneh berambut kuning sudah berdiri di hadapannya. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Apa Anda polisi?"

"Bukan. Saya hanya menunggu teman saya membeli minuman."

Wanita itu tidak kelihatan puas. "Apa Anda tahu soal kecelakaan di tempat ini kemarin?"

Kecelakaan? "Maaf, saya tidak tahu."

"Oh, yang heboh di YouTube itu ya?" Tiba-tiba si tukang parkir nyeletuk. "Yang kemarin itu kan?"

"Betul," kata wanita itu. Matanya berbinar. "Saya melihat di internet soal kecelakaan itu. Truknya seperti truk yang dikendarai oleh adik saya. Namanya Dani, dia seorang pengendara truk. Saya khawatir itu adik saya. Soalnya sejak dua hari yang lalu dia sulit dihubungi."

Si tukang parkir terkekeh. "Wah, mbak-nya nggak usah cemas. Nggak ada korban kok."

Bastian mengernyit. "Apa maksud bapak?"

"Iya, semuanya selamat. Pengemudi truk sama truknya. Terus si non yang hampir ketabrak itu juga selamat," kata si tukang parkir lancar. "Ada mas-mas aneh yang nolongin dia."

"Aneh? Aneh seperti apa?" kata Bastian dan si wanita berambut kuning berbarengan. Mereka langsung saling lirik.

"Rambutnya dicat, kayak rambutnya si mbak," kata si tukang parkir sambil menunjuk rambut kuning terang wanita itu. "Cuma yang mas itu rambutnya putih. Putih kayak susu."

Bastian tersentak. Jadi alien itu ada di sini kemarin? Si wanita berambut kuning tersenyum culas. Di dalam koper Bastian bisa merasakan Gogon berputar semakin cepat.

 "Tadi bapak bilang rekaman kecelakaan itu ada di YouTube?"

"Iya," si tukang parkir mengangguk. "Sampai heboh, kan? Dari pagi aja udah ada beberapa reporter yang datang ngeliput di sini..."

"Apa Anda tahu ke mana si pria berambut putih ini pergi?" desak si wanita berambut kuning. "Di mana dia tinggal? Bersama siapa dia kemarin di sini?"

"Wah, kalau itu saya kurang tahu," jawab si tukang parkir. "Tapi dia naik mobil Avanza warna hitam sama dua orang temannya. Mereka semua berempat dan nggak lama-lama di sini. Langsung pergi."

Bastian mencelos. Itu bukan petunjuk. Ada ribuan Avanza berwarna hitam di Jakarta ini. Dia memperhatikan si wanita berambut kuning itu. Gelagatnya resah. Tak diragukan lagi. Dia juga mencari si alien!

"Baik kalau begitu," kata wanita itu. Dia bergegas pergi.

"Tunggu sebentar," cegat Bastian. Gogon meronta-ronta di dalam koper, seperti binatang liar yang minta dilepaskan. "Mbak mau ke mana?"

"Saya harus mencari mobil itu," sahut wanita itu.

"Katanya tadi mbak sedang mencari adiknya yang hilang?"

Wanita itu tertegun. Seperti salah ucap, dia menutup mulutnya dan menyentakkan tangannya agar lepas dari Bastian. Tapi pria itu tetap menahannya. Di luar perkiraannya, ternyata wanita itu lumayan bertenaga.

"Maksud saya, mencari adik saya."

Bastian paham sekarang. Meteor kedua yang jatuh di Kepulauan Seribu itu... "Saya punya mobil." Aku tak bisa membiarkan wanita ini pergi! "Saya bisa antarkan mbak ke kantor polisi atau rumah sakit terdekat. Saya reporter dari stasiun TV Suka-suka."

"Tidak perlu."

Bunyi berkelotakan Gogon di dalam koper sudah sangat keras sekarang sampai-sampai si tukang parkir menatap koper itu dengan curiga. Bastian tahu dia tidak bisa memaksa wanita itu ikut dengannya saat itu juga. Di sini terlalu ramai.

Hanya ada satu cara.

Bastian memutar kunci mobil yang dipegangnya dan mengarahkannya ke telapak tangan wanita itu. Wanita itu mengibaskan tangannya lagi, kali ini lebih kuat dari yang sebelumnya dan Bastian melepaskannya. Tapi kunci mobil itu sudah berhasil melakukan tugasnya.

"Maaf," kata Bastian cepat-cepat. "Saya tidak sengaja."

"Tidak apa-apa," kata wanita itu. Ekspresinya biasa saja, tanpa meringis ataupun marah. Namun kini ada sebuah luka kecil di tangan wanita itu, akibat goresan kunci mobil.

Wanita itu berbalik dan pergi. Tapi Bastian sudah mendapatkan apa yang dicarinya. Meski hanya sekilas, dia bisa melihat luka yang dengan sengaja ditimbulkannya itu. Di dalam koper, Gogon berangsur-angsur mereda

Darah wanita itu berwarna emas.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top