15. Menjadi Penduduk Bumi


Teana menatap Milk. Hatinya gondok. "Disimpen aja duitnya, Milk. Ntar dijambret lho."

"Dijambret?"

"Dicuri orang."

"Mengapa orang mau mencuri ini?" Milk mencabut selembar uang kertas seratus ribuan dari genggamannya. "Ini hanya kertas bergambar. Kertas berasal dari pohon. Ada banyak pohon di Bumi."

"Itu bukan kertas biasa. Itu namanya uang," kata Teana tak sabar. "Di Bumi kita memakai uang untuk mendapatkan sesuatu, seperti pakaian atau makanan. Intinya, kertas-kertas itu berharga."

"Jadi..." Milk menatap segepok uang pemberian Mama Teana itu. "Milk punya uang."

"Iya."

"Teana tidak punya uang."

Sialan. "Bener banget."

"Tapi Teana disuruh belanja macam-macam. Kalau begitu Teana bisa pakai uang ini saja."

Ummm.... "Jangan. Mama ngasih uang itu buat kamu." Sisi malaikat Teana baru saja menang. "Lagipula kamu nggak bisa terus-terusan pakai baju pinjaman dari Beo. Baju-baju kakakku kependekan buat kamu yang jangkung, Milk. Aku... masih punya tabungan."

Sambil memprotes dalam hati atas ketidakadilan Mamanya, Teana mengajak Milk untuk belanja. Teana memutuskan untuk pergi ke swalayan MartTrans di dekat rumahnya. Biasanya sih dia belanja di Mall Pondok Cabe-cabean tapi sekarang mall favorit Teana itu sudah rata dengan tanah. Setelah mengantar Teana, Bobo dan Boni segera pulang karena harus membantu Ci Cincay menggoreng cakwe.

Mereka masuk melewati pintu otomatis. Di dekat pintu, tiba-tiba Milk menghampiri seorang bapak-bapak yang sedang asyik menikmati keripik jengkol.

"Hei, Milk! Mau ngapain!"

"Kamu!" Milk menunjuk bapak-bapak itu. "Kamu membuang sampah sembarangan!"

Bapak-bapak itu mendelik tak terima. "Ya terus? Urusan Anda apa?"

"Anda mengotori planet ini!" Milk memungut bungkus plastik bekas tahu keripik jengkol yang dilempar begitu saja oleh bapak-bapak itu. "Di sebelah kamu ada tempat sampah. Ayo, buang pada tempatnya! Sekarang!"

Teana menonton dengan deg-degan. Dia takut untuk ikut campur. Bapak-bapak itu ngotot-ngototan dengan Milk selama beberapa saat tapi akhirnya mencibir kalah (karena tingginya hanya sampai di pundak Milk) dan memungut bungkus plastik itu dan memasukkannya dalam tempat sampah.

"Tidak heran mengapa komputer memberitahuku bahwa planet kalian sangat tidak disarankan untuk ditinggali," gerutu Milk kesal. "Kalian tidak peduli sama sekali pada lingkungan! Di planet asalku, pengotor lingkungan seperti itu dipotong tangannya."

"Di-dipotong tangannya?"

"Akan tumbuh lagi seperti semula setelah beberapa waktu," kata Milk enteng, seolah memotong tangan seseorang itu sesederhana memotong wortel. "Tapi tetap saja sakitnya bukan main. Planet yang rusak dan kotor dapat berdampak bukan hanya pada hidupmu sendiri tapi juga orang lain."

Teana manggut-manggut. Pasti Kentalmanis adalah planet yang sangat bersih. "Memang sih, di Bumi masih banyak orang yang belum sadar kebersihan."

"Kenapa Teana tidak menegur bapak-bapak itu?"

Umm... karena takut? "Eh, Milk. Aku mau beli roti. Ke sini, yuk. Jangan jauh-jauh."

Teana buru-buru mampir ke konter bakery untuk membeli roti. Dia merasa malu ditanyai Milk seperti itu. Bukan berarti Teana termasuk cewek yang nggak cinta kebersihan, tapi... kalau kalian berada di posisinya seperti itu, apa kalian akan menegur si bapak-bapak "pengotor lingkungan"?

Dengan segera perhatian Milk teralihkan. Ekspresi wajahnya berubah seperti anak kecil yang masuk ke toko mainan. Dia menoleh ke sana kemari, terbengong-bengong melihat sayur, buah, dan daging kemasan yang sudah dipotong. Dia bercerita kalau di Planet K3NT4LM4N13S, para penduduknya sebagian besar mendapatkan nutrisi dari Daya Jigu sehingga tak perlu sering-sering makan daging, sayur atau buah.

Teana menelusuri daftar belanjaan titipan Mamanya dengan tekun, mengambil setiap barang-barang yang ditulis di situ. Tak butuh waktu lama sampai keranjang tentengnya jadi penuh.

"Sekarang tinggal perlu... coba lihat. Beras yang dua puluh kilo. Ah... itu dia."

"Teana!" Milk memanggil. "Coba lihat. Ini aku."

Milk sedang berdiri di depan rak pendingin yang berisi minuman-minuman. Teana cepat-cepat mendatanginya, takut kalau cowok itu bikin masalah lagi.

"Ini..." Dia mengangkat sebotol susu. "Ada nama aku. Di sini tertulis 'Full Cream Milk'."

"Itu susu, Milk."

"Susu itu apa?"

"Err... susu itu semacam, umm... minuman yang dihasilkan sapi, sejenis binatang berkaki empat. Jadi susu sapi itu diambil, diolah, dan dimasukkan ke dalam kotak-kotak karton ini."

"Kalian mengambilnya begitu saja? Tanpa meminta izin dari sapinya?"

Teana terbahak. "Sapinya nggak keberatan kok."

"Kalian kejam sekali. Kasihan si sapi."

Milk menaruh kembali kotak susu itu ke rak pendingin. Beberapa orang yang berdiri di dekat situ menonton mereka dengan geli. Teana mengisyaratkan kepada mereka kalau Milk mengalami gangguan jiwa. Orang-orang itu mengangguk prihatin.

"Milk, kayaknya kita perlu troli, deh."

"Buat apa, Teana?"

"Buat mengangkut sekarung beras ini," kata Teana sambil menunjuk beras.

Milk memandangi sekarung beras itu seperti sedang menilai kekuatannya. "Sepertinya tidak terlalu berat." Dia mengangkat sekarung dan oooh... Teana melongo. "Tidak berat sama sekali..." Sekarung lagi, kali ini hanya dengan satu tangan. "Ini ringan sekali, Teana."

Teana mencelos. Seharusnya dia tahu mustahil mengajak Milk belanja tanpa jadi pusat perhatian. Orang-orang mulai berkerumun di sekitar mereka, terheran-heran menyaksikan Milk melempar-lempar delapan karung beras seolah hanya terbuat dari busa.

"Milk! Balikin lagi berasnya! Kita cuma perlu satu karung aja!"

Teana membatalkan niatnya membeli beras dan buru-buru menarik Milk dari situ. Mereka berdua pindah ke bagian pakaian-pakaian.

"Oke, sekarang pakaian..." Teana menunjuk deretan baju-baju wanita di depannya. "Eh, salah deh. Ini baju cewek. Kalo pakaian cowok..."

Mereka tiba di bagian pakaian cowok. Teana merasa seperti berada di planet asing. "Kamu perlu... umm..." Dia mengamati Milk dari atas ke bawah. "Atasan sama celana. Sama pakaian dalam juga."

Teana mulai memilih beberapa pakaian yang ada di situ. Milk punya dua juta rupiah pemberian Mamanya, jadi uangnya cukup untuk membeli beberapa set pakaian sekaligus. 

Di hadapan rak-rak itu Teana mendadak kebingungan. Aku sama sekali nggak tahu pakaian apa yang cocok buat Milk! Teana mengingat-ingat. Bobo adalah cowok termodis yang Teana tahu dan itupun bukan cowok tulen. Kakaknya Tito dan Papanya tidak modis, mereka tergolong biasa-biasa saja.

"Milk, kamu mau baju yang mana?"

"Ini terlalu banyak," kata Milk. "Apa tidak ada pakaian tempur yang tahan api?"

"Nggak ada, Milk..."

"SILAKAN KAKAAAA! BAJU KAOSNYAAAA, CELANA CHINO-NYAAAA, KEMEJA MOTIFNYAAAA, BAN PINGGANG KULITNYAAAA, SEPATU KETS-NYAAA! SEMUA LAGI DISKOOOOOON!"

Teana dan Milk nyaris menabrak rak karena kaget. Seorang Sales Promotion Girl (SPG) yang memakai kaos merah muncul di belakang mereka begitu saja.

"Haduh, mbak. Ngagetin aja."

"DIBELI KAKAAAA... LEBIH MURAH DARI TOKO SEBELAAAAAH..."

"Loh, di sebelah kan kantor Pegadaian, mbak."

"Di Pegadaian kan nggak jual baju cowok, mbak. Gimana sih," kata si SPG nyolot. "Mas sama Mbaknya mau nyari apa? Sini aku bantuin."

"Ini, mbak..." Teana menunjuk Milk. "Aku lagi nyari baju buat-"

"LAGI ADA PROMO KAKAAA KAOS COUPLE-NYA BELI SATU DAPAT DUAAAA."

"Loh, di mana-mana kan kaos couple beli satu dapat dua, mbak?"

"Mbak sok tau deh! Kan saya yang SPGnya," balas si SPG. Mendengar ini Teana merasa ingin menggampar si mbak-mbak SPG pakai troli belanjaan. "Mas yang ini ya?"

"Iya, mbak. Masa yang mana lagi? Tapi kita bukan couple lho."

Si SPG mengangkat tangannya ke arah Teana dengan galak. "Mbak, plis ya. Mau couple apa enggak itu urusan pribadi mbak! Nggak usah diumbar ke publik gitu. Saya nggak tertarik, oke?"

Jika pembunuhan bukan tindakan pidana, Teana ingin sekali melakukannya saat ini.

Si mbak SPG mengitari Milk lalu menunjuk-nunjuknya dari atas ke bawah. "Masnya ini tinggi, langsing, dan..." Dia meremas lengan Milk dengan agak centil. "Uuhh... berotot. Kayaknya baju apa saja cocok buat kamu, mas."

"Baguslah," kata Teana lega. Dia ingin mengusir si mbak SPG secepatnya. "Nih, Milk. Kamu coba pakai yang ini..." Teana mengambil tiga potong kaos dari rak. "Sama celana ini."

"Baik."

Milk membuka kaosnya dan memelorotkan celananya.

"EH, JANGAN DI SINI! SANA, DI KAMAR GANTI!"

"Ayo, Mas..." Si mbak SPG tiba-tiba menggandeng Milk dan bergelayut mesra di lengannya. "Aku tunjukin kamar gantinya."

Teana langsung merasa tidak enak. "Mbaknya nggak usah ikutan masuk, ya!"

Si mbak SPG mencibir. Karena khawatir Milk dilecehkan, diam-diam Teana mengikuti mereka ke kamar ganti. Sebenarnya sih Milk nggak perlu mencoba pakaian itu karena Teana yakin pilihannya itu pasti pas di tubuh Milk yang ideal. 

Sambil menunggu, Teana mencari-cari baju lainnya di rak. Dia nggak punya pengalaman memilihkan baju untuk cowok. Seperti apa gaya yang disukai Milk? Apa dia suka dengan gaya kasual? Atau mungkin sedikit hip-hop dicampur street style, mengingat rambut Milk yang sudah berwarna putih? Atau mungkin gaya serius, seperti Papa? Eh, tapi tunggu dulu... Sebenarnya berapa umur Milk?

"Teana?"

Suara merdu itu mengalun masuk ke telinga Teana, seperti dentingan harpa. Teana mendongak dan menemukan...

"Kai?"

Kai Elian, cowok teman sekelas Teana yang blasteran separo malaikat berdiri di balik rak pakaian. Wajah Kai yang runcing dan mulus bak aktor Korea seperti berpendar, memancarkan aura surgawi.

"Kamu?" Kai tertawa lebar. "Kamu ngapain di sini?"

Teana nyaris kejang-kejang dibuatnya. "Umm... itu... anu..."

Alis Kai terangkat. Cowok itu menunggu dengan sabar. Tapi setelah satu menit yang canggung, Teana tak sanggup menjawab. Dia masih tersihir dengan Kai yang alamak, keterlaluan tampannya. Kok bisa ada manusia seganteng ini?

"Umm, aku cabut dulu, ya," kata Kai akhirnya. Dia melambai pada Teana dan melengos pergi.

YAAAH! KOK PERGI?

Seolah tubuh Kai terbuat dari magnet, Teana bergerak otomatis mengekor cowok itu. Ngapain Kai di sini? Apa dia sedang belanja juga? Apa dia datang seorang diri ke sini?

Kai berbelok ke koridor yang menjual boneka-boneka. Hati Teana langsung ciut. Dia merapat hati-hati ke rak, supaya nggak ketahuan sedang menguntit. Ngapain Kai nyari boneka? Mau dikasih ke siapa bonekanya?

Kai mengambil sebuah boneka beruang berwarna cokelat. Teana jadi semakin geram. Apa Kai sedang naksir seorang cewek? Teana mencoba mengingat-ingat cewek yang dekat dengan Kai. Itu jelas sulit, karena Kai selalu dikerumuni cewek-cewek ke mana pun dia pergi. Nggak cuma mahasiswa, para dosen wanita yang terlambat puber juga ikut mengejar-ngejar Kai.

Kai! Kasih ke aku aja bonekanya!

Kai berpindah koridor, kali ini ke bagian alat tulis dan kertas-kertas. Cowok itu berhenti di depan rak kertas kado. Dia mengambil satu yang berwarna merah muda.

Pasti buat cewek!

"Panggilan kepada Teana Alexandra." Sebuah panggilan dari pengeras suara tiba-tiba bergema di seisi gedung itu. "Kak Teana Alexandra ditunggu di kasir dua, segera."

Teana bergidik, mencoba fokus. Dia sedang berdiri tiga meter jaraknya dari Kai, cowok yang ditaksirnya sejak semester satu. Cowok itu begitu... dekat. Dia bisa berlari ke arah Kai dan jika cowok itu membuka tangannya, Teana siap menjatuhkan diri ke dalam pelukan hangat makhluk Tuhan paling tampan ini...

"Sekali lagi, panggilan pada Kak Teana Alexandra," panggilan di pengeras suara itu terdengar semakin mendesak. "Ditunggu di kasir dua!"

Apaan sih... Teana mengacuhkan panggilan itu. Dia harus tahu untuk siapa boneka beruang itu. Cewek macam apa yang berhasil merebut hati Kai?

"KAK TEANA ALEXANDRA KE KASIR DUAAA! CEPETAAAAAN!"

Teana terlonjak kaget dan kembali jatuh ke Bumi. Ternyata bukan hanya Teana yang terlonjak, Kai juga. Cowok itu sampai menjatuhkan boneka dan kertas kado yang dipegangnya. Dia berbalik dan melihat Teana yang sedang bersembunyi di balik rak pulpen.

Sialan, maki Teana. Terciduk!

Cewek itu cepat-cepat kabur.Ya ampun, Kai mergokin aku lagi ngikutin dia! Sambil mengutuk panggilan tak senonoh dari pengeras suara itu, Teana menuju ke kasir dua.

"Kak Teana, ya?"

Petugas kasir berdiri berkacak pinggang, tampangnya kesal. Milk ada tak jauh dari situ, sedang memandangi es krim di dalam kotak pendingin dengan tampang lapar.

"Kenapa ya mbak?" tanya Teana pada si petugas kasir. "Kok manggil saya sampai nyolot begitu?"

"Uang si Masnya nggak cukup," jawab si petugas kasir. Bibirnya mencibir, gayanya ngajak ribut. Teana menduga apa semua SPG di supermarket selalu nyolot seperti ini. "Makanya si Mas minta Mbak Teana dipanggil."

Perasaan Teana mulai nggak enak. "Lho, memangnya berapa total belanjaannya?"

"Sebelas juta rupiah."

"Se-se..." Teana melihat ke arah yang ditunjuk si petugas kasir. Di samping meja kasir, berjejer sembilan troli yang penuh terisi pakaian bertumpuk-tumpuk. Saking penuhnya, awalnya Teana nggak menyadari kalau itu adalah troli-troli belanjaan. "Sebelas juta?"

"Mereka lagi ada diskon, Teana!" kata Milk riang. "Kata Arum, petugas yang tadi membantu aku mencoba pakaian, hari ini lagi ada promosi beli satu gratis satu. Semua pakaian di rak tadi sedang promo itu! Kata Arum, gratis artinya tak perlu membayar. Jadi kupikir ambil saja semuanya!" Cowok itu mengambil sebuah kemeja batik cokelat tua ala bapak-bapak mau ke kondangan. "Lihat kemeja yang ini! Sepertinya bagus untuk Bobo, ya kan?"

"MIIIIILK!" Lutut Teana langsung lemas. Seharusnya aku nggak ninggalin Milk seorang diri tadi. "Yang nggak bayar cuma yang gratisannya aja, anak pinteeeer! Bukan semuanya gratiiiiis!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top