14. Uang Kaget dari Mama


Kalian pernah dikejar-kejar debt collector?

Bukan berarti aku pernah, lho. Mungkin sebagian dari kalian bahkan nggak tahu apa itu debt collector. Aku akan coba terjemahkan ke Bahasa Indonesia – oke, aku nggak ahli bahasa, tapi tetap harus mencoba. Debt collector artinya tukang tagih hutang. Biasanya para debt collector ini akan muncul di dalam hidup kalian dan mengusik ketenangannya yang hakiki kalau kalian punya utang satu milyar ke bank dan harus dilunasin lewat cicilan dua belas bulan beserta bunganya pula.

Kalau kalian nggak punya hutang, itu bagus. Kalau kalian nggak pernah dikejar-kejar debt collector, itu lebih bagus lagi. Karena rasanya dikejar-kejar debt collector itu lebih parah dari dikejar-kejar anjing gila, mantan yang masih belum move-on, atau Mama saat ketahuan kamu dapat nilai nol dalam empat ulangan berturut-turut.

Milk nggak pernah dikejar-kejar debt collector karena, yah... sudah jelas alasannya, kan? Di Planet K3NT4LM4N13S, nggak ada yang namanya debt collector karena semua orang cukup mapan. Namun apa yang dirasakan Milk saat ini kurang lebih mirip seperti perasaan orang yang dikejar-kejar debt collector, anjing gila, mantan yang belum move-on, dan Mama yang ngamuk, empat-empatnya sekaligus.

Bisa dibayangkan kan bagaimana rasanya?

Kalaupun kalian tak sanggup membayangkannya akibat rendahnya daya imajinasi, sudah tugaskulah untuk menceritakan apa yang terjadi pada alien kita yang satu ini...


...


Ngik ngok ngik ngok ngeeekkk hoeeeek...

Ringtone Kuntilanak bengek keselek mengalun dari ponsel Teana (dia baru menggantinya kemarin). Teana meletakan sepotong kue lapis yang sedang dimakannya dan meraih ponselnya.

Dari Bobo.

"Halo?"

"SURPRISE!"

"Haiiii cantiiiiik!"

"Cantik, sembarangan lo! Gue laki, say!"

"Iya, iya. Laki pake k. Lakik." Teana terkikik geli. "Ada yang bisa dibanting?"

"Gue di bawah nih," kata Bobo. Di latar belakang Teana bisa mendengar suara Boni. 'Kak Milk itu bel rumah, bukan telepon.'

"Ooh, kenapa say? Rumah lo meledak lagi? Lagi musim ya, ledak-ledakan..."

"Gue bawa teman lo, si cakep yang aneh. Gue pencet-pencet bel lo kayaknya rusak. Ke bawah ya, say! Sekarang! Panas nih!"

Teana melompat dari kasurnya dan cepat-cepat turun. Bel rumahnya memang rusak sejak kemarin karena korslet kena cipratan air hujan.

Di bawah, Teana mendengar Mamanya sedang bersenandung kecil di halaman belakang sambil menjemur pakaian. Gadis biasa-biasa itu menuju ruang depan dan membukakan pintu.

"HALILEOOOO! SPADA SPIDI SPEEDBOAT!" kata Bobo dan Boni berbarengan.

"SPADA SPIDI SPEEDBOAT!" timpal Milk, terlambat tiga detik. "Jadi kalau kita berkunjung ke rumah penduduk Bumi kita harus bilang 'SPADA SPIDI SPEEDBOAT'?"

Bobo mengibaskan tangan mengabaikan Milk sementara Boni menahan tawa. Mereka bertiga berdiri berhimpitan di ambang pintu – atau lebih tepatnya Milk terhimpit di antara dua tubuh subur kakak-adik Antahberantah.

"Si Donna nggak datang lagi, kan?" Teana menyilakan sahabat-sahabatnya itu masuk ke ruang depan. "Nggak ada masalah lagi, kan? Orang-orang BIN itu nggak bikin gara-gara, kan?"

Bobo melengos terus ke ruang makan, layaknya berada di rumah sendiri. "Enggak, kok. Nggak ada yang aneh-aneh, cuma..." Dia membuka kulkas, mencari-cari makanan. "Menurut gue sebaiknya si Milk tinggal bareng lo aja, say."

"Bareng gue?" Teana melirik Milk yang sedang diajari caranya memakai remote televisi oleh Boni. Cowok itu terlihat lebih kinclong, rambutnya yang kemarin kusam sudah kembali putih susu bersih. Di benak Teana muncul gambaran kucing putih yang kecebur di got dan sudah dimandikan. "Tapi kenapa, Bo? Bukannya lo senang Milk tinggal di rumah lo?"

"Bukan gue sama Boni masalahnya, tapi si ibu negara," kata Bobo, menggigit sepotong puding dari kulkas. "Emak gue jadi parno setelah kedatangan Donna dan orang-orang BIN itu. Dia mengira Milk itu teroris yang lagi diburu polisi. Gue udah coba jelasin tapi susah, say. Jadi gue pikir sebaiknya Milk tinggal di tempat lo dulu."

"Aduh, gimana ya..." Teana ragu-ragu. "Takut diomongin tetangga."

"Kalo ada cowok asing yang tinggal di rumah lo?" todong Bobo. "Yah, namanya juga mulut tetangga. Hidup terasa hambar say, tanpa nyinyiran tetangga!"

Teana menimbang-nimbang. Dia sendiri tidak keberatan. Ada satu kamar kosong di atas. Tapi...

"Anggap aja lo lagi di dalam cerita novel favorit lo itu, say. 'Teman Kos dari Neraka' karya si Kai Elian," kata Bobo sambil melahap potongan pudingnya yang entah ke berapa. "Cuma bedanya si Milk ini nggak ngeselin kayak tokoh cowok di novel itu."

"Eeh, ada Bobo sama Boni!"

Mama Teana masuk ke ruang makan sambil menenteng keranjang pakaian yang kosong. "Aduh, tante nggak tahu ada kalian. Kebetulan tante baru bikin puding – nah, iya. Yang itu, Bo. Habisin aja satu loyang itu, nggak apa-apa. Ada cheesecake juga di kulkas atas, dimakan sekalian, ya. Boni mau puding juga? Tante bikinin satu loyang lagi, ya?"

"Makasih, Tante Ara," kata Bobo dengan mulut penuh. "Ada brownies juga nggak?"

"Puding, cheesecake, brownies... diet lo apa kabar?" goda Teana. "Nggak sekalian minta di-kreditin mobil sama emak gue?"

Bobo mengacuhkan Teana dan lanjut makan. Mama Teana meletakkan keranjang kosong itu di atas meja dan berdiri di samping Milk. "Kalau kamu siapa? Tante baru lihat. Rambut kamu lucu ya. Itu kesiram Bayclean apa gimana sampai jadi putih begitu?"

"Ma!" Teana cepat-cepat menyerobot. "Ini Milka, teman sekelas Teana. Dia baru datang dari luar negeri. Bahasa Indonesianya belum terlalu lancar."

"Oh, gitu..." Mama Teana mengulurkan tangan pada Milk. "Dari negara mana?"

"Umm..." Teana dan Bobo saling lirik cemas. "Antartika."

"Antartika?" Mama Teana mengernyit. Teana panik memikirkan apa reaksi mamanya. "Wah, asyik dong. Pasti banyak penguin di sana, ya?"

"Tante, boleh nggak si MIlka tinggal di sini?" tanya Bobo tiba-tiba. "Sementara doang. Kosannya yang di umm... Dufan kebakaran dan baru mau direnovasi."

Ya ampun... Teana mencelos. Masa Bobo baru saja bilang kalau Milk ngekos di Dufan? "Maksud Bobo di dekat Dufan, Ma..."

"Ooh, boleh banget!" kata Mama Teana sambil tersenyum ceria. "Kan kamar kakak kamu si Tito Carnivora kosong tuh di atas. Milka bisa tinggal di sana. Lagian Mama sama Papa juga nggak tahu kapan kakak kamu pulang. Jadi lebih baik kamarnya kita kasih orang aja, ya kan?"

Teana melongo. Respon Mama-nya betul-betul di luar dugaan. Bobo menyikut pelan gadis itu dan berbisik. "Emak lo ajab, ya..."

"Kamu nggak bawa koper, Milka?" kata Mama Teana lagi. "Atau masih ada di mobil Bobo?"

"Umm, sebenarnya..." Teana menyahut. "Baju-baju Milka habis semua dilahap api pas kebakaran itu."

"Oh, begitu. Pasti apinya besar ya, kebakarannya. Seru dong, kayak api unggun raksasa gitu. Kamu nggak selfie, Milka? Di depan api unggunnya? Bisa dapat banyak Likes tuh di Instagram."

"Ma... plis deh..."

"Hihihihihi!" Mama Teana terkikik geli. Tiba-tiba wanita itu merogoh saku dasternya. "Ya udah. Nih, tante kasih dua juta buat Milka beli baju baru. Teana, Bobo sama Boni temenin, ya..."

Rahang Bobo, Boni dan Teana melorot jatuh. Milk baru saja diberi uang dua juta cash oleh Mama Teana. Milk menatap setumpuk uang itu dengan bingung.

"Sama sekalian Mama titip beli ikan asin, terasi, tape, sama bahan-bahan makanan lainnya ya, Tea. Ini daftarnya." Mama Teana mengulurkan secarik kertas sepanjang satu meter. "Buat masak di rumah. Kaki Mama lagi pegel baru jalan jauh banget dari dapur ke teras belakang."

Teana mempelajari daftar belanjaan super panjang itu. "Umm. Terus uangnya gimana, Ma?"

"Pakai duit kamu dulu. Mama lagi bokek, Tea."

"Tapi... tapi... Barusan Mama ngasih-"

"Sama titip kue cubit lima puluh biji ya di Mamang Emang di dekat portal. Makasih ya, Tea."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top