4. Jari Berpasir

"Apa ini?" ucapku dengan lirih. Aku mengaduh sakit saat Kak Oscar melayangkan ujung buku ke puncak kepalaku.

"Seharusnya aku yang bilang begitu, 'apa ini?'. Nggak ada satu pun data isian tentangmu yang benar-benar transparan! Memangnya data pribadi kamu itu rahasia negara, ya?"

"Apa ... aku memang tidak pernah mengisi sesuatu seperti data pribadi."

"Nah, kan. Jadi bagaimana kamu bisa masuk ke sekolah ini?"

"Aku pindahan," ralatku.

"Iya, itu maksudnya. Bagaimana kamu bisa pindahan ke sini? Meski lewat jalur belakang pun seharusnya kamu tetap mengikuti prosedur dengan mengisi formulir."

"Aku tidak—"

"Minimal ada mengisi informasi dasar seperti pet dan damage," potongnya.

Helaan napas keluar dari mulutku. "Aku sungguh tidak tahu apa yang Kakak bicarakan."

"Ini masalah serius." Kak Oscar mengatupkan bibir sejenak. Tatapannya intens. Mungkin karena melihatku yang sedang kebingungan, ia lantas menutup buku tersebut. "Tunggu di sini sebentar. Sebagai contoh yang baik, aku mau memperlihatkan kepadamu catatan data pribadi milikku."

Aku mengangguk singkat. "Oke."

Sembari menunggu Kak Oscar, kualihkan pandangan ke samping. Di sebelah kanan terdapat sebuah ranjang pasien dengan butiran pasir di atasnya. Butiran-butiran kusam tersebut menggunung.

"Lihatlah kekacauan yang kalian lakukan. Pasir hitam di mana-mana dan membuat balai kesehatan tampak kotor."

Lalu mengikuti keluhan gadis itu, aku menurunkan pandanganku ke bawah. Benar saja. Sebagian pasirnya telah tercecer di lantai. Lagian, kenapa pula mereka membawa pasir?

Dia tampak berat hati menyentuh tumpukan pasir hitam tersebut. Agak lama. Pelipisnya mulai mengeluarkan keringat. Kemudian, apa yang kulihat selanjutnya cukup mencengangkan. Mataku tak mampu berkedip.

Butiran pasir di telapak tangannya saling menyatu dan membentuk jari-jari tangan milik gadis lain sampai bagian siku. Gadis itu tampak bersikeras memegang erat jemari lentik yang bertaut padanya, tetapi pada detik berikutnya, jemari itu luruh kembali menjadi semula; pasir.

Aku mengerjapkan mata heran.

Apa itu tadi?

Sudah cukup Belicia yang mampu membakar sesuatu hanya dengan setuhan. Atau Kak Awal yang sentuhan tangannya terasa sejuk. Sekarang ada sentuhan lain yang dapat memunculkan anggota tubuh.

Mimpi.

Aku harap semua ini adalah mimpi. Sepertinya aku mulai berhalusinasi sebab terlalu banyak melihat hal-hal mustahil yang bahkan sulit untuk diterima akal sehat. Tanpa sadar aku menahan napas selama beberapa detik.

"Hei, kau!" sentaknya kesal, membuatku berjengkit. "Cepat panggil petugas kebersihan kemari. Dia sudah nggak tertolong."

Ada tiga orang yang mengelilingi ranjang tersebut. Dua orang petugas kesehatan dan satunya lagi mengenakan seragam seperti murid biasa. Dia adalah satu-satunya orang yang terkejut di ruangan ini selain aku.

"Ti-tidak ... kumohon. Tolong selamatkan temanku, Kak. Dia pasti bisa terselamatkan. Kalian adalah undo, kan?" Suaranya bergetar.

Dia menyanggah, "Kemampuan kami juga ada batasnya."

Perempuan berponi sealis terlihat bimbang. Ia iba. Jari telunjuknya bertautan di depan dada. "Uhm, kamu tenang dulu ya, Sher. Kita belum memanggil Aress, jadi masih ada harapan semisal orangnya mau datang."

"Kapan dia mau datang, Kak?"

"Kalau itu ... aku juga kurang tahu. Soalnya hari ini dia bebas tugas. Doakan saja, ya, semoga dia mau membantu. Dia pasti mau bantu, kok. Kamu bisa kembali ke kelas aja dan tinggalkan temanmu di sini sampai Aress datang."

Ia melirik gadis di seberang ranjang. "Apa Kakak bisa jamin bahwa temanku aman di sini? Dia tidak akan dibuang, kan?"

Kak Awal mengangguk sambil tersenyum. "Insyaallah aman," balasnya menenangkan.

"Kamu apa-apaan, sih?" sembur gadis bermata sipit. "Aress kan sudah menolak permintaan kita berkali-kali!"

"Itu karena dia lagi dapat tugas mendampingi murid baru. Tunggu aja sepulang sekolah, nanti juga dia datang."

"Sok tahu! Dia terus menolak karena bisa nebak hasil akhirnya bakal begini. Lagian percuma membawa seonggok pasir ke mana-mana, kalau tertinggal satu butir ke tanah ya susah balik ke normal! Kamu jelas-jelas udah tahu soal hal ini," cecar rekan petugas kesehatan yang tadi menyentaknya.

Sambil jari telunjuk menusuk dada kanan Kak Awal, dia mendorong partner kerjanya seolah berusaha memojokkan. Namun, Kak Awal sama sekali tidak merasa terintimidasi.

Ia meniup poni dengan menahan napas kasar seperti memperbesar kesabaran. "Tenanglah, kita belum mencoba lihat kemampuan Aress sejauh mana. Aku lumayan yakin dia bisa mengembalikannya ke keadaan semula mengingat efek sentuhan anak itu sedikit berbeda dengan kita."

Lawan bicara mendengus kesal, lantas meninggalkan Kak Awal yang mengalihkan tatapannya sebentar ke arahku.

Ia segera disibukkan lagi oleh kedatangan murid lain dengan gejala tak wajar. Kali ini, seorang anak datang tertatih-tatih di ambang pintu dan sebelah kakinya berwarna gelap kebiruan alias membusuk. Bau menyengat tak sedap pun menyeruak ke segala penjuru.

"Ck, wangi banget!" sarkas Kak Oscar yang mencapit kedua lubang hidung.

Entah sejak kapan dia sudah berada di sampingku. Sambil memandangnya aneh, aku mengerutkan dahi saat ia menyerahkan buku berisi catatan data pribadi milik seseorang. Terdapat gambar laki-laki bermata cokelat pada halaman pertama. Dengan rambut pendek yang ikal dan tatapan sayu. Ia tersenyum tipis. Aku pikir orang ini berbeda antara foto dengan kenyataan.

Aku mendongak menatap Kak Oscar. Sekarang rambutnya jauh lebih panjang. Jika dilihat secara langsung pun, tarikan senyumnya yang menyebalkan itu tak pernah berubah.

"Kapan foto ini diambil?" tanyaku penasaran.

"Dua tahun lalu—ah tunggu, kenapa fokusmu malah ke arah sana? Lihat lebih teliti bagaimana aku mengisi setiap format dengan lengkap." Dia menekan kepalaku agar terus menunduk.

"B-baiklah," balasku sambil mengedikkan bahu.

[ Informasi dasar ]

Nama : Oscar / G.
Status : Undo
Pet : Mono hamster
Tipe damage : neutral
Jumlah efek : 2
Efek sentuhan mayor : Melihat masa depan pada makhluk hidup.
Efek sentuhan minor : Membatalkan sekaligus mencegah efek sentuhan terakhir baik pada makhluk hidup maupun benda mati.
Skala kendali : 10/10

.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top