37. Kontraksi VS Relaksasi
Mat yang lain? Bintang yang lain? Sherin ... enggak akan pernah benar-benar merasakan kesendirian di penjuru muka bumi mana pun?
Demi apa, sih? Demikian?
Terus terang saja, Sherin memang mulai membuka diri dan mencoba beradaptasi dengan kehidupan nyata yang ia punya. Akan tetapi, Sherin belum mau meninggalkan habitat MaFiKiBi Society. Sherin belum bisa menerima seutuhnya.
Selagi menyelesaikan setoran hafalan rumus-rumus fisika di lapak Bubur Ayam Mang Iyam, Sherin malah kepikiran soal nasibnya jika betul-betul diusir dari dunia ini. Harusnya, Sherin tidak perlu mendramatisir segala ketakutan yang masih berupa kemungkinan semu. Sherin tidak perlu mengkhawatirkan segala sesuatu yang belum bisa dipastikan benar terjadi adanya. Sherin tidak perlu ... Sherin tidak perlu melebih-lebihkan kesedihan ini, karena pada hakikatnya, jauh sebelum Sherin kecelakaan hingga mampu transmigrasi begini, Sherin juga masih bisa bertahan hidup.
Transmigrasi ke dalam raga Bintang ini baru terjadi beberapa pekan ke belakang! Konyol sekali kalau Sherin sudah merasakan ketergantungan dalam rentang waktu yang sebetulnya singkat itu. Bagaimanalah ia hidup selama tujuh belas tahun sebelum mengenal dunia MaFiKiBi Society di setiap lelapnya? Bukankah ia masih baik-baik saja? Masih bisa makan seblak Abah, minum air tiap hari, napas tak terlupa ... ya ... normal-normal saja, 'kan? Lantas, apa yang mesti Sherin cemaskan dari hilangnya kemampuan transmigrasi ini?
"Percepatan tangensial dihasilkan dari ...." Meski diliputi banyak aura negatif, Sherin masih melanjutkan dialog Bintang. Air mukanya keruh. Agen MS lainnya mungkin mengira Bintang sedang mengekspresikan ketidaksukaannya pada rumus turunan fisika. Sherin menarik napas panjang, berusaha menetralisir segala sedih yang mungkin bisa berpengaruh pada perkembangan alur cerita. "Pembagian jarak benda atau partikel ke pusat lingkaran, yang dikalikan dengan ... perubahan kecepatan sudut, lalu ...."
Linglung total. Sekelilingnya gelap, kelam ... seolah ada tangan jahil yang mematikan sakelar dari keseluruhan nyala yang ada di alam semesta. Sherin tak ingat apa-apa. Kesadarannya menguap entah ke mana, menyisakan badan yang tergeletak lunglai di kamar aslinya. Perlu beberapa saat yang tidak menyenangkan untuk akhirnya Sherin terbangun di dunia nyata, merasa tak tentu arah, lantas kedua manik cokelat terangnya mendadak menitikkan air mata yang terus menderas hingga banjir di buntalan pipi.
Keluar dari ... dunia MaFiKiBi Society? Meninggalkan segala nyaman yang teredam di dalam sana? Setelah merasakan betapa sesaknya Sherin dapati ketika pertama kali bangun dari koma saat itu ... apakah Sherin masih harus kembali jadi kupu-kupu yang gagal, untuk kedua kalinya?
Sherin menutup kedua matanya yang sudah basah, berusaha membendung ledakan tangis yang sudah seperti keran bocor. Sherin sendiri tak mengerti. Sherin sendiri tak dapat mencari diksi yang tepat. Sherin sendiri tak mampu mendeskripsikan apa yang ia rasa dengan akurat.
Yang pasti, Sherin hanya ingin terus menangis. Membiarkan air mata mengisi penuh ceruk-ceruk kosong yang baru ditinggalkan MaFiKiBi Society dalam dirinya.
Sherin memang baru saja mengalami durasi transmigrasi yang teramat panjang dalam semalam. Rekor terlama Sherin sejak pertama kali koma dari kecelakaan. Meski begitu, tanpa alasan konkret, Sherin merasa bahwa ada sesuatu yang janggal dari transmigrasi ini. Ada sesuatu yang salah, ada sesuatu yang berbeda. Sherin hanya berpegang pada keyakinan bahwa dirinya—mau tidak mau, suka tidak suka, sekarang ataupun nanti—pasti akan mengalami fase kekosongan ini.
Waktu berjalan merangkak ketika Sherin sibuk menekuri resah yang membombardir seisi jiwa. Hasilnya, Sherin tak kunjung mau terbangun. Suhu badannya naik drastis. Sherin mengalami demam tinggi. Kedua manik cokelat terangnya sudah kembali terpejam. Aduh ... apakah ini suatu efek samping setelah Sherin menggunakan obat tidur tadi malam?
Bah! Peduli amat? Sherin tak mengindahkan pertanyaan yang terlintas di kepalanya. Sherin hanya bisa merasakan sentuhan lembut Mama yang memintanya beristirahat, meninggalkannya bekerja, lantas menitipkan Sherin pada Mbak Mirah karena Sherin tidak akan masuk sekolah hari ini.
Sherin kembali terlelap. Alam mimpi menyambutnya hingga kalap. Akan tetapi ... gerbang portal menuju MaFiKiBi Society seakan terkunci rapat dari segala pintu masuk akses yang biasa Sherin lewati. Sherin hanya bisa mengamati scene demi scene dengan resolusi yang kabur, jauh lebih burik dari tingkatan 144p yang YouTube punya. Anak-anak MaFiKiBi Society sedang merayakan pelaksanaan JAMET SMS, Ajang Kompetisi Pertengahan Semester MaFiKiBi Society. Gelak mereka terdengar nyaring di telinga Sherin, walaupun kasak-kusuk ala televisi rusak juga bisa terdengar sesekali. Sherin seolah hanya bisa mengintip segala kejadian lewat jendela yang kusam ... tetapi tidak pernah bisa benar-benar melangkah masuk ke dalam cerita.
Sherin frustrasi. Ia kembali sadar di realitas. Meski begitu, masih tak bisa menerima putusan semesta yang sudah menamparnya bolak-balik, Sherin masih ingin mencoba. Anak perempuan itu mencari celah waktu ketika Mbak Mirah sedang sibuk memasak sesuatu di dapur tanpa menyadari bahwa Sherin sudah terbangun. Dengan gusar dan tangan bergetar karena ia belum makan apa pun sejak pulang les kemarin, Sherin meraih Doxylamine dan menenggak beberapa tablet sekaligus. Ayolah, ayolah ... Sherin tak mau mengalah dan mengaku kalah begitu saja. Biarkan Sherin masuk dan menjalani hari sebagai Bintang untuk satu kali lagi!
Akses ditolak. Yang terjadi kali ini malah jauh lebih parah. Selain pandangan blur yang hanya menyisakan bayangan-bayangan kabur, Sherin hanya bisa mendengar suara-suara dari karakter MaFiKiBi Society yang bertabrakkan dan hanya menciptakan bising enggak jelas di telinga Sherin. Sakit! Sherin menutup telinganya rapat-rapat.
Detik berikutnya, yang dapat Sherin ingat setelah sekian lama tidur panjang ... Sherin mendapati Mama dan Mbak Mirah yang memandanginya dengan sorot mata penuh risau. Keduanya bicara banyak hal pada Sherin. Ah, biar Sherin tebak. Mungkin isinya juga tak jauh-jauh dari kekhawatiran mereka karena Sherin tak kunjung mau terbangun. Kehadiran Mama dan Mbak Mirah di scene kehidupannya yang ini seakan lupa belum menekan tombol unmute. Tak ada suara yang dapat diterima Sherin dengan baik.
Sherin hanya bisa membuka mulut dan mengunyah perlahan ketika Mama menyuapinya makan. Sherin bahkan tak benar-benar merasakan atau sekadar mengidentifikasi rasa dari apa yang baru saja masuk ke dalam mulutnya.
Oh, Tuhan ... bagaimana mungkin Sherin jadi bisa sampai sehancur ini?
Apakah ini yang betul-betul Sherin inginkan?
Apakah ini yang memang sungguh Mama harapkan darinya?
Apakah ... apakah sebetulnya boleh, jika Sherin sebegitu pesimisnya terhadap kehidupan nyata yang hendak ia jalani?
Kenapa bukan orang lain saja yang dapat kesempatan ini? Kenapa Sherin tak dibiarkan memeluk kematian sekarang juga? Kenapa ... Sherin ....
Entah ilusi ataupun apa, latar kamar yang ia tempati mendadak berganti dengan lapangan gelap yang tak pernah Sherin kunjungi sebelumnya. Mat ada di sana. Anak laki-laki itu memandangi Sherin dengan senyum tipis dan tatapan kosong.
"Tujuh belas tahun." Suara Mat terdengar jelas di telinga Sherin. "Jantung sudah mengabdi padamu selama tujuh belas tahun. Setidaknya, sudah 510 juta detak yang jantung ciptakan untukmu."
Detak jantung? Kenapa tiba-tiba ke sana?
"Kamu sudah melalui tujuh belas tahunmu itu dengan baik, Sherin. Seharusnya, tidaklah sulit untuk membiarkan jantungmu memompa 13.640 liter darah lagi, 'kan? Satu hari ... cukup satu hari lagi. Kumohon, 13.640 liter dan seterusnya. Untuk hari esok dan selamanya."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top