34. Insomnia VS Doxylamine
Enggak mungkin! Masa Sherin harus melepas dunia MaFiKiBi Society begitu saja?
Baiklah, baiklah! Sherin akui bahwa kehidupan nyatanya memang mulai terasa menyenangkan. Dan selamanya, cerita fiksi tidak akan pernah cukup untuk menggantikan dinamisnya realitas. Namun, setelah segala yang Sherin dapatkan dari proses transmigrasi? Setelah MaFiKiBi Society sukses memperlihatkan sisi lain kehidupan yang tak pernah Sherin huni sebelumnya? Setelah scene demi scene yang bikin Sherin sadar hingga berkeinginan untuk memperbaiki diri, terutama dalam aspek kehidupan sosial dan akademisnya?
Sherin bisa ada di titik ini, tak lepas dari proses transmigrasi yang telah memberinya perspektif baru tentang dunia. Kompleksitas jalinan takdir, lebih-kurang yang selalu jalan bersisian, siang yang tak selalu terang, juga malam yang tak selamanya kelam ... semua Sherin saksikan lewat mimpi-mimpi panjangnya di habitat MaFiKiBi Society. Sekarang, apakah Sherin sanggup menghadapi kenyataan bahwa lelapnya tak lagi menuntun Sherin pada ruang nyaman dalam cerita fiksi tersebut?
Tidak. Sherin tak terima. Ini, sih, kayak dijepit dari dua sisi. Sherin memang sudah mulai membuka diri pada orang-orang di luar sana, tetapi realitas ini belum menerima dirinya seutuhnya. Sementara itu, di sisi yang lain, Sherin juga sudah ditendang keluar dari MaFiKiBi Society. Jika suatu saat nanti, kehidupan kembali menampilkan sisi kejamnya pada Sherin ... apa yang bisa ia lakukan tanpa adanya proses transmigrasi yang biasa Sherin jadikan sebagai bahan pelarian?
Di antara sekian banyak mata pelajaran, Sherin paling suka olahraga. Walau dirinya bukanlah seorang anak atletis dengan penampakan body goals dan berenergi full power, Sherin tetap dikategorikan ke dalam klasifikasi kelas menengah ke atas di pelajaran olahraga. Sherin suka lari-lari, itu kata kuncinya. Berhubung lari ini merupakan induk dari segala olahraga, posisi Sherin jadi cukup diuntungkan. Akan tetapi, dalam tes menembakkan bola basket ke dalam ring?
Enggak dulu, deh. Enggak ada lari-larinya. Sekalipun ada, Pak Uzaz tidak akan mengizinkan Sherin untuk turut serta, mengingat anak perempuan itu baru saja pulih dari kecelakaan. Mau tahu skill shooting Sherin sehancur apa? Anggap saja bola basket sebagai usaha, sementara keranjang ringnya merupakan tujuan hidup. Mau sekeras apa pun Sherin mencoba, bola basket di tangan Sherin tak akan pernah mau menurut untuk masuk ring. Again, biar Sherin tekankan kembali, it's all about Sherin against the entire world. Bahkan benda mati pun bisa memilah-milah kualitas sumber daya manusia dari tangan yang sedang mengendalikannya.
Padahal, niat awal Sherin berinisiatif turun ke lapangan ini adalah meredakan gejala overthinking-nya yang menjadi-jadi. Dia ingin membungkam suara-suara resah di kepalanya. Caranya? Ya, melarikan diri pada olahraga.
Meskipun begitu, pada akhirnya, karena bola di tangan Sherin selalu meleset, anak perempuan itu malah jadi tambah mumet. Bad mood parah! Semua yang dilakukannya jadi selalu terasa salah. Eh, sejak awal juga emang udah kayak gitu, sih. Emangnya ... apa, coba, hal yang bisa Sherin lakukan dengan benar? Mukbang seblak level setan di kedai Abah, walau kemudian mencret habis-habisan kayak mau keluar sama usus-ususnya? Skill enggak guna! Membagongkan!
"Sherin! Sherin! Udah, jangan dulu dipaksakan. Kamu istirahat saja ke pinggir. Minum yang banyak!" Oh, bagus. Pak Uzaz cukup peka untuk menyadari ada sesuatu yang salah pada Sherin. Tak lagi banyak berbual, kini Sherin langsung merealisasikan titahan guru olahraganya. Sherin sudah malas berargumen. Jadilah dirinya memutuskan menyingkir ke pinggir lapangan, menenggak botol air putih, lantas memainkan ponselnya tanpa gairah.
Setelah terbangun dari koma, Sherin jadi bertransmigrasi setiap kali terlelap. Hm ... apa mungkin Sherin gagal masuk ke dunia MaFiKiBi Society karena durasi tidurnya lebih singkat akhir-akhir ini? Kalau dicermati lebih baik, teori yang satu ini memang make sense, sih. Lebih dari satu pekan ke belakang, Sherin hanya bisa tidur tiga hingga empat jam dalam sehari. Iya. Sherin memang sudah biasa jadi agen insomnia yang hobinya begadang total. Akan tetapi, dengan asyiknya realitas yang tentu jadi menghabiskan lebih banyak energi ... porsi tidur Sherin tak lagi mencukupi.
Betul! Mungkin anomali di dunia MaFiKiBi Society itu berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas tidur Sherin. Enggak ada yang tahu, 'kan? Sherin semangat sekali mengetikkan sesuatu di mesin pencarian. Sherin tidak bisa asal menyimpulkan. Ia harus melakukan uji coba dan verifikasi data. Begitu hasil pencariannya muncul, Sherin tak berkedip sama sekali.
Berikut ini adalah beberapa jenis obat tidur tanpa resep dokter yang bisa Anda konsumsi.
Nice! Berhubung hari ini ada jadwal les dan lokasi Bimbel JAMAL tinggal menyeberang kemudian jalan sedikit dari gerbang SMANDATAS sehingga tidak perlu melibatkan peran Pak Daud, Sherin bisa memanfaatkan celah waktu tersebut. Kalau Sherin baru beraksi saat pulang les nanti, mungkin Pak Daud keburu datang menjemput dan rencana Sherin bisa hancur total. Tentu Sherin lebih memilih jeda waktu antara pulang sekolah dengan sebelum berlangsungnya jadwal les.
Anak perempuan itu sudah menandai apotek di dekat simpang lima. Selain berdasarkan pertimbangan jarak dan efisiensi, Sherin rasa, ini jalan terbaik yang bisa ia ambil karena kalau belinya lewat online bakalan lebih riskan, deh. Mencurigakan! Ada jejak digitalnya pula. Agak ngeri, ya. Gimana kalau Mama tahu Sherin beli obat tidur begituan? Pasti sedih. Sherin enggak mau itu terjadi.
Peluit dan sorak sorai yang menyesaki atmosfer sekitar tidak lantas membuyarkan fokus Sherin. Anak perempuan itu sudah betul-betul mantap memutuskan. Ma, Sherin cuma mau uji coba dalam penelitian berjudul Pengaruh Doxylamine terhadap Proses Transmigrasi, kok. Hasil penelitiannya penting banget buat Sherin!
Dan benar. Malam harinya, sehabis Sherin makan malam dan posisi Mama belum sampai rumah, Sherin melangsungkan praktik tersebut. Ditenggaknya satu tablet SleepTabs Doxylamine 30 menit sebelum tidur. Obat tidur itu akhirnya bereaksi.
Kepala Sherin terantuk sesuatu. Ketika mengangkat kepalanya agar bisa menghadap lurus ke depan, tahu-tahu, Sherin ada di dalam kelas XII MIPA-1 Persatas. Perlahan-lahan, pemandangan ini makin terasa familier di matanya. Di saat ia masih menggemakan rasa syukur dalam jiwa karena berhasil kembali ke habitat ini, Sherin terpaksa melotot begitu mendapati keributan yang terjadi di sebelah bangkunya.
Itu bangku Mat, yang saat ini sedang dikerumuni banyak anak perempuan, padahal yang punya bangkunya sendiri baru saja kembali dari pelaksanaan tugasnya sebagai staf Departemen Kedisiplinan. Sherin merengut tidak suka. Oke. Di sini Bintang marah-marah, 'kan? Sherin mengingat kembali narasi MaFiKiBi Society di bab dua belas. Detik berikutnya, Sherin menggebrak meja dengan keras.
"Mata kalian mendadak disfungsi?" Sherin menatap Prima, salah satu spesies yang mudah Sherin kenali di antara kerumunan itu. "Dia baru selesai jaga gerbang, berdiri lama-lama, bahkan mungkin mengejar berandalan sekolah yang kabur karena tak mengenakan atribut lengkap. Urusannya bukan sekadar meladeni makhluk caper sepertimu, yang hanya mempermasalahkan soal Matematika sebagai metode modus sampah begitu!"
Air muka Prima beriak, tampak teramat sangat tersinggung. "Hei, apa-apaan? Aku hanya ingin memahami materi ini! Apa karena kau masuk ranking paralel satu angkatan, yang mampu mengatasi semua kesulitan ujian pelajaran mana pun dalam sekedipan mata, sehingga menganggap setiap usaha kami ini tak lebih dari omong kosong semata?"
Ranking paralel satu? Sori, deh. Sherin enggak merasa, tuh. "Kau butuh bantuan untuk memperbaiki nilai Matematika-mu? Come on! Kau ini manusia purba atau memang baru terbangun dari zaman pra-aksara? Biar kuberitahukan satu hal. Ponsel mahalmu itu bisa digunakan untuk mengakses Internet dengan menonton pembahasan soal. Apa aku perlu menunjukkan tutorialnya padamu?"
Wajah Prima menggembung, marah. "Siapa kau? Berani sekali mengatur hidup orang. Sangat rempong dan banyak omong. Justru aku yang harus bertanya padamu, Bintang. Apa kau punya mata? Lihat! Mat saja tak berkeberatan untuk kutanyai. Bukankah kita memang harus aktif untuk menyelami lebih banyak ilmu? Kenapa kau malah menghalangiku seperti itu?"
"Sebelum kau memahami materi, tidak bisakah kau memahami orang lain, lebih dahulu?" Sherin mengepalkan tangan, cukup pegal karena tubuh (mini) Bintang membuatnya terpaksa menengadahkan kepala terus-menerus untuk membalas tatapan intimidasi Prima yang memang jauh lebih tinggi darinya. "Dia itu manusia! Punya lelah dan penat. Kau sendiri mengetahui kesibukannya, tapi kenapa terus-terusan berlagak tak tahu diri lantas mengganggu tak kenal waktu? Kau juga mendengar bel sudah berbunyi sejak tadi. Kemungkinan, jam pertama ini memang kosong. Tapi tidakkah kau amati dulu kondisinya? Setidaknya, sampai jam istirahat tiba. Apakah itu masih terlalu lama bagimu?"
Prima masih bergeming di tempat. Tak sempat membalas karena rentetan kalimat yang meluncur deras dari bibir Bintang seolah meluap dari dinding yang baru saja roboh. Baik. Sherin sendiri tak percaya karena tingkat kemiripan dialognya dengan yang tercantum di Wattpad itu nyaris mencapai 99.999%. Kalau dialog Sherin dijadikan tulisan, bisa kena plagiarisme, nih!
Bibir Sherin bergetar. Walau bangga terhadap dirinya sendiri yang mampu meng-impersonate Bintang dengan baik, Sherin sejujurnya memang betul-betul emosi. Oktaf suaranya tak lagi tinggi. "Egois sekali. Kau tahu? Satu menit yang kau anggap tak lebih dari satuan detik tiada makna itu, bisa saja berarti segalanya bagi orang lain."
Sherin tahu bahwa hidupnya tak pernah memberi Sherin peran untuk jadi anak pintar yang bisa diandalkan teman-teman. Sherin tahu hidupnya tidak punya daya guna yang mumpuni. Jelas Sherin tidak bisa relate dengan kondisi Mat maupun Bintang saat ini.
Akan tetapi, setelah dipikir-pikir ... jadi anak pintar capek juga, ya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top