22. Mukus VS Mikroorganisme
Dibandingkan keluar dari zona nyaman, kayaknya masukan dari Lord Algis ini lebih cocok disebut keluar lobang buaya buat ketemu macan raksasa, dah. Nyaman enggak, aman enggak ... ngibrit iya! Ya udah, sih. Iya, iya. Hidup Sherin emang enggak seru buat dijadiin sinetron bersambung, apalagi kalau jumlah episodenya nandingin Bubur Tukang Naik Haji. Tapi, ya ... selagi masih berkesempatan napas di Bumi, sih, Sherin tetep ogah mempertaruhkan kemaslahatan hidupnya hanya untuk bersosialisasi, ya, Bang!
Demi membayangkan perkiraan tingkat prik yang mungkin terjadi jika ia sungguhan memberanikan diri untuk sok asik bersama teman sekelas lainnya ... Sherin refleks bergidik ngeri. Horor banget, Cong! Reaksi Hana sama temen-temennya kemarin aja masih terngiang-ngiang di kepala Sherin. Bayangkan segimana awkward-nya kalau itu terjadi lagi di lingkup society yang lebih luas nan diverse ini! Apa tidak gosong kepala Sherin, saking besarnya damage yang ia dapat dari gejolak overthinking? Ocehan Algis tak mampu lagi Sherin tangkap. "Hadeuh, Gis! Gue emang udah niat pengin berubah biar enggak jadi pribadi yang nolep lagi, tapi ... please, enggak mesti segala di-sekarang-in, 'kan?"
Akhirnya, cerocosan Algis mampu direm. Anak lelaki itu mendengkus singkat. "Iya, betchul. Enggak usah sekarang ... besok lagi, kan, bisa. Santai dulu, enggak, sih?" Saking bagusnya akting Algis, Sherin sampai mengusap dada sekaligus menghela napas lega dengan dramatis. Sayangnya, Sherin lupa kalau yang sedang berada di hadapannya ini adalah Algis si Iblis Najis yang non-humanis abis. Sherin syok berat ketika Algis tiba-tiba tepuk tangan dua kali tepat di hadapan mukanya. "Terus aja gitu. Berubahnya dientar-entar. Entar aja, deh. Entar lagi, deh ... entar tahu-tahu nangis kejer kalau praktik biologinya enggak dapet temen kelompok. Kalau udah kayak gitu, siapa juga yang repot? Ya elo sendiri, lah! Gue mana peduli, enggak ngurusin."
Bjir, baperan amat, dah. Habis ketemu yang nagih utang apa gimana, nih bocah? Bibir Sherin praktik BIMOLI alias bibir monyong lima senti. Mager banget berurusan sama orang yang hormonnya enggak jelas begini. Anjay, canda.
Kalau bukan karena Algis, belum tentu Sherin dapat hidayah buat coba les dan secara enggak langsung udah bikin Mama bahagia juga, tadi. Apa sekarang malah Sherin yang berutang budi?
Kesadaran itu bikin kejiwaan Sherin mendadak beberapa persen lebih stabil untuk merespons Algis dengan lebih baik lagi. "Enggak gitu juga, dong. Gue masih takut aja kalau perubahannya sedrastis itu. Pelan-pelan, kan, bisa. Strategi gue mau deketin Hana dulu. Sisanya entar nyusul. Terlalu berat kalau langsung satu kelas. Gue masih banyak takutnya. Takut gaya komunikasi dan interaksi gue kaku kayak yang lo bilang kemarin."
Waduh! Diingetin sama omongan jahatnya itu bikin Algis jadi tersentil oleh setitik rasa bersalah, deh. Sherin masih inget aja, ya? Algis berdeham keras seraya mengangkat bahu, bersiap pura-pura tak terpengaruh walau sudut hatinya digerogoti rasa malu dengan brutal. Jadi enggak enak gini. "Ya. Apa pun itu ... poin yang mau gue highlight adalah ... gue enggak mau dengar kata 'takut' lagi dari lo, oke? Kuis, kuis! Jawab dalam tiga detik tanpa perlu mikir kelamaan! Menurut lo, kenapa lo harus merasa takut? Lo penjahat, hah? Ada salah? Abis nyolong pulpen? Nyembunyiin uang kas? Kabur dari lapas? Hah? Hah?"
Ya elah! Jangankan mikir jawaban, denger bombardir pertanyaan dari Algis aja udah bikin Sherin kena pressure sedemikian rupa. "Ya ... takut. Takut kalau ... anu."
"Waktu habis! Enggak ada satu pun alasan logis yang bisa diterima." Algis melotot dengan ekstra. Kadang, Sherin sampai heran sendiri dengan hidup Algis yang serba-hyper. Lihatlah aksinya yang totalitas bersidekap menghadap Sherin dengan tampang songong alias halal ditabok bolak-balik! Algis sok batuk biar terlihat bijak. "Kalau yang lo takutkan itu pikiran orang-orang atas segala minusnya elo ... plis, inget ini baik-baik. Lo itu bukannya enggak bisa apa-apa, lo cuma perlu belajar buat jadi manusia."
Bisul bangsul! Beliau ini memang sungguh beliau. Apakah anak laki-laki itu benar-benar menganggap Sherin sebagai alien yang tersesat saja selama ini? "Gue, kan, emang manusia. Lo kira gue upil gajah? Kurang manusia apa lagi, coba, gue ini? Walau punya banyak aib yang ...."
"Belajar jadi manusia." Siapa yang suruh Sherin bicara? Jelas bakal Algis potong! "Manusia yang enggak lepas dari salah. Manusia yang tugasnya terus belajar dari kesalahan-kesalahan yang ia perbuat. Cukup sampai di sana aja. Lo mau nunggu diri lo sempurna dulu? Buat apaan? Situ mau nyari temen apa mau nyaingin malaikat?"
Oalah, pembicaran yang dikehendaki Mamang Algis ini ke arah sana ternyata. Bilang dari awal, dong! Sherin menampilkan reaksi bombastic side eyes, sudah seperti sedang kena ayan. Gila aja! Nyaingin malaikat, katanya? Bersaing sama manusia-manusia hingga melawan nasib buriknya sendiri pun Sherin kalah telak. Gimana mau tanding sama malaikat? Sherin mana berani!
Mending, deh, kalau saingannya sama setan ... karena sesetan-setannya setan, kayaknya tetep lebih setan setannya setan alias Sherin, deh. Pusing, ya, bacanya? Enggak apa-apa. Emang cuma setan, kok, yang bisa ngerti. Lah, kenapa jadi ethnosentricm dengan memihak budaya setan, ini? Wanderspace_ enggak jelas, targetnya mau bikin lapak Sherin dimasukkin ke reading list setan apa gimana?
Di saat Sherin masih asyik-asyiknya memikirkan segala per-setan-an, Algis kembali mengambil alih atensinya. "Minus 10 poin! Bengong dan kurang responsif."
Sherin mangap lebar, syok berat. Mana bisa ia terima? "Gue curiga, lo sebenarnya cuma dendam gara-gara kemarin gue dapat poin kompensasi, ya? Makanya hari ini lo ngotot banget nambah poin minus gue! Enggak berperikemanusiaan! Apa salah gue, coba? Gue cuma diem dari tadi!"
"Justru itu! Lo emang cuma diem, tapi diem itu bisa bikin orang-orang kabur dan males ngomong lagi sama elo. Inget perumusan dua poin penting dari proses de-nolep-isasi alias peniadaan kepribadian nolep yang sempat gue bilang kemarin?"
"Uhm, aaa, euuu. Oh, anu."
Enggak berniat nunggu otak Sherin yang kecepatannya bahkan kalah dari angkot kuning 01 yang suka ngetem di Lawang Awipari seabad lamanya ... Algis menginterupsi lebih dulu seperti biasa. "Interaksi! Komunikasi! Poin-poin ini enggak bisa jalan kalau enggak ada keterlibatan dari kedua pihak. Ini mesti berlangsung secara dua arah! Coba latihan banyak merespons omongan orang."
Oh, harus jawab, ya? Sherin gelagapan. "Hah? Oh, uhm, oke."
"Senatural mungkin!"
"Siap!" Sherin refleks pasang pose hormat.
"Sekarang apa?"
Nah, ini. Ini dia. Sekarang apa, apanya yang apa, coba? Pertanyaan Algis emang suka enggak jelas, 'kan? Ditambah sama Sherin yang loading lama, yaaa, jelas perlu melalui fase bengong tiga dasawarsa, dong.
Akan tetapi, Sherin lupa kalau lawan bicaranya punya kesabaran setipis tisu dibagi tujuh. "Minus 5 poin. Baru aja dibilang, harus responsif! Sekarang apa?"
"Eh, mana bisa kayak gitu? Gue, kan ...."
"Minus sepuluh poin. Jawab yang bener! Mau poin minusnya gue kuadratin, hah? Sekarang apa?"
"Ya apa!" Yang penting respons! Urat-urat Sherin sudah menegang. "Belajar lagi mimik muka? Nada bicara yang asyik? Praktikum ilmu SKSD? Upgrade skill bergibah?"
Algis geleng-geleng dengan mata menyipit dan tangan mengelus dagu, sudah seperti sepuh yang hidup dengan berjuta kearifan. "Sekarang, menggunakan ilmu yang telah saya curahkan sepenuh hati pada Ananda ... mulailah misi pencarian kelompok praktik biologiii!"
"Tidaaak!"
Demi sandal hiunya yang sedang asyik-asyikan tidur dalam keresek karena SMANDATAS tidak bisa menoleransi penggunaan sandal di jam pelajaran! Sherin sungguhan terjepit sana-sini. Mau keluar dari zona nolep terlalu melelahkan ... mau mundur dari misi pun tidak mungkin bisa karena kurikulum Master Algis akan mengancam hidup dan matinya.
Iya! Sherin udah kayak mikroorganisme yang dijebak mukus sehingga enggak bisa masuk ke saluran pencernaan maupun pernapasan. Maju kena, mundur kena! Kalau sudah begini, trabas aja, enggak, sih? Sherin tinggal menunggu silia yang akan mengeluarkannya dari sistem kehidupan. Simpel, 'kan? Simpel?
Yang kayak gitu masih aja ditanya. Jawabannya ya jelas enggak, dong!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top