Sweet Moment When I Meet You
Halo, ketemu lagi sama tulisan lamaku yang masih amburadul.
Duh, aku malu sebenernya posting cerita ini. Kalau nggak bagus-bagus amat, maafkan, ya. Namanya aja tulisan lama yang belum aku remake. :"D
Jan lupa kasih vote dulu sama komen yang banyak biar aku semangat. ^_^
Happy reading. :)
====***====
Meja bundar di lobi kantor penerbit menjadi sarana berkumpul para tim redaksi. Termasuk Mei yang juga masih asyik mengobrol sembari menunggu Miko menjemput. Mili tampak menggebu bercerita, semalam ia baru saja jadian. Dan parahnya, Mili ternyata mengikuti jejak Mei memiliki pacar seorang gamer. Hanya saja pacar Mili itu pribumi asli Indonesia.
"Apa jadi pacar seorang gamer itu juga harus tahu masalah dunia game, Mei?" Mili bertanya antusias sembari menggeng-gam tangan Mei erat.
Mei hanya meringis. Karena sayangnya ia hanya tahu sedikit masalah game. Bahkan ia cenderung mengekor pada Miko saat bermain di game zone. Mei cenderung memaksa Miko untuk bermain ding dong agar dapat panci atau wajan anti lengket untuk Mama di rumah. Lagi pula Miko tak pernah memaksa Mei untuk mengikuti dunia game seperti Miko. Miko cukup menghargai bakat Mei di bidang literasi. Ada kalanya memang Miko dan Mei bermain PS4 bersama di private room Miko di game center. Tapi, semuanya berakhir dengan hilang fokus di antara kedua manusia yang sedang dirundung cinta itu. Mei lebih memilih bergelayut manja di lengan atau bahkan punggung Miko yang sedang bermain PS4 ketimbang fokus pada permainan di layar LED. Dan Miko membiarkan kelakuan manja Mei itu.
"Mei!" Mili menepuk bahu Mei yang mulai melayangkan pikiran pada Miko.
"Eh, iya ... apaan tadi?" Mei tergagap dan menggaruk sebelah leher untuk menghilangkan kekikukan di depan Mili dan Ratna.
"Mei baper, nih. Mili ngingetin sama pacarnya!" Ratna terkekeh.
Mei nyengir menampakkan deretan gigi putih nan rapi.
"Kamu dicurhatin malah baper sendiri!" Mili kesal, kemudian menabok lengan Mei.
"Iya, maaf ... habis kamu ngingetin aku sama dia, sih!" Mei terkekeh sembari mencebikkan bibir.
"Eh, entar juga dia jemput. Mau ngajarin aku main DOTA katanya. Selama ini dia juga jualan apa nggak tahu tuh, yang ada di DOTA. Apanya yang dijual Mei?" Mili mulai mencecar informasi demi mendekatkan diri pada sang pacar.
"Set hero? Ponakan aku juga jualan set hero DOTA, kalau Miko sendiri nggak begitu minat ngejual. Dia fokus sama kerjaan di developer game," cerita Mei.
Mei kembali teringat rencana Miko melamar dengan puluhan set hero DOTA-nya. Mei tersenyum tipis. Ah, sejauh ini hubungan mereka berjalan. Entah akan ada masalah apa lagi yang akan menghadang. Mei tak tahu, yang jelas tidak ada hubungan yang selalu berjalan dengan mulus, bukan? Dan Mei harus kuat apa pun masalah yang akan menghadang mereka berdua nanti. Cinta seharusnya tak semudah itu roboh dengan banyak halangan dan rintangan.
Mei menghela napas. Sedang apa Si DOTA Lover-ku sekarang? Jadi, jemput nggak, ya? pikir Mei. Matanya menatap ke arah pintu keluar kantor penerbit yang terbuat dari kaca. Belum ada tanda-tanda Miko datang di sana. Mata Mei memindai ke area luar sebentar kemudian kembali fokus dengan Mili yang sedang menggebu.
Tunggu! Mei kembali menoleh keluar pintu kaca. Itu yang mengenakan kemeja kotak-kotak di atas motor, siapa? Ia melambaikan tangan pada Mei disusul senyum manis yang Mei rindukan. Kerutan di kening dan mata Mei yang menyipit berusaha meyakinkan pandangan itu benar. Mei sedikit terkejut menemukan wajah yang dirindukan, tidak bertemu sebulan ini. Mei bergegas bangkit, mengenakan tas gendong. Matanya masih saja lekat menatap ke arah Miko di luar sana.
"Aku pulang duluan, dia udah jemput!" Mei berpamitan sambil menepuk-nepuk bahu Mili dan Ratna.
Mili dan Ratna hanya terbengong menatap kepergian Mei. Mili merasa miris, karena ia belum selesai bercerita dan mencari petuah Mei. Tentu saja karena Mili menganggap ia lebih pengalaman berpacaran dengan seorang gamer. Mili mendengus kesal.
Mei tak peduli, ia berlari kecil menghampiri Miko. Mendorong pintu dari kaca yang berat tapi menjadi seringan kapas bagi Mei sekarang. Miko sudah bersiap dengan pola tingkah Mei yang akan menerjang begitu saja. Menghambur dalam pelukan. Bisa saja membuat mereka berdua terjatuh, bila Miko tak sanggup menjaga keseimbangan tubuh yang diterjang hamburan pelukan Mei.
"Hai, Mei ... Apa kabar, Mei?" lirih Miko sembari menggoyang-goyangkan tubuh mungil Mei dalam dekapannya ke kanan dan ke kiri. Dan Mei mengikuti saja irama gerakan Miko.
"Not better before i meet you," keluhnya.
"Kalau sekarang?" Mata hazel Miko menatap lekat ke manik mata Mei.
Mei tak menjawab, hanya tersenyum dengan rona wajah di pipi. Kemudian menyembunyikan wajah di dada Miko. Menghirup aroma parfum maskulin yang menenangkan. Dan yang terjadi selanjutnya, Miko menyembunyikan wajah di ceruk leher Mei, menghirup aroma lembut dengan wangi vanila.
Miko sempat melirik suasana pintu kaca kantor penerbitan. Segerombol teman Mei sibuk mengamati mereka berdua dengan takjub. Ada yang menunjukkan wajah baper ada pula yang nelangsa terbawa perasaan karena masih berstatus jones (jomblo ngenes).
"Mei, kita dianggap tontonan gratis," bisik Miko di telinga Mei.
Mei mempererat pelukan dan menghirup aroma parfum Miko lebih dalam. "Never mind! Mereka nggak tahu gimana kita nahan kangen," ucap Mei. Mei melonggarkan pelukan. Menatap wajah Miko dengan saksama. Ia tampak kusut tak seperti biasa. Wajahnya juga sedikit pucat. Mungkin kelelahan.
"Kita ke game center aja, kamu sepertinya lelah," usul Mei.
Miko mengangguk, melepas pelukan meski masih enggan. Mei sempat menoleh ke arah pintu masuk kantor penerbit. Dan yang terjadi pada mereka yang sedari tadi mengintip adalah berpura-pura sibuk. Sibuk mengelap kaca dengan ujung lengan kemeja, atau bahkan berpura-pura menepuk nyamuk dalam khayalan mereka. Dan Ratna hanya melambaikan tangan diiringi cengiran tak enak karena ikut sebagai peserta pengintip. Begitu pula Mili yang cengengesan. Mei menanggapi mereka semua dengan lambaian tangan dan tersenyum dengan tatapan yang seolah berkata, apa lihat-lihat?
**
Mei kesal sembari meletakkan telapak tangan Miko di atas lututnya. Beberapa tetes Betadine ia teteskan di atas luka jemari Miko. Sisa Betadine meleleh mengotori celana jeans-nya. Berulang kali Mei mengomel tak jelas. Tentu saja ini karena ia begitu mengkhawatirkan tangan Miko yang terluka. Sudah lecet-lecet begini dibiarkan saja. Bagaimana nanti kalau sampai infeksi? Diamputasi? Bisa gawat, Miko tak bisa bermain game lagi. Mei mendecakkan lidah berkali-kali karena kesal.
"Apa nggak sempat ngobatin luka seperti ini?" tanya Mei sembari menutup luka dengan plester. "Kalau sampe infeksi bagaimana? Nanti kamu nggak bisa main game lagi. Kamu bisa gila kalau kehilangan hobi yang hampir dikatakan tak waras kalau sehari saja tak menyentuh game." Mei terus meracau tak jelas. Matanya masih sibuk fokus mengobati luka.
"Aku nggak apa-apa, ini cuma luka kecil aja, kok. Nggak sengaja nabrak cermin," lirih Miko. Ia menumpukan kening di bahu Mei. Mei menghela napas mengatur irama degup jantung yang mulai melompat-lompat tak keruan. Ia lebih memilih mengusap rambut Miko yang berwarna kecokelatan itu. Tersenyum dan merasa lega bisa sedekat ini setelah terpisah dengan jarak belasan ribu kilometer.
Mei memberi jarak di antara mereka dan segera bangkit meletakkan kotak obat pada tempatnya. "Aku belikan makanan di minimarket sebentar, ya? Kulkasnya kosong," ucap Mei sambil bergegas.
Namun, yang terjadi adalah Miko lebih memilih menarik Mei ke dalam pelukan dan membawanya berbaring di sofa.
"Aku tidak lapar. Lupakan makanan, nanti kita beli sama-sama." Miko memeluk Mei. Memejamkan mata yang mulai mengantuk. Lelah memang, tapi bersama Mei seperti ini lebih baik.
"Capek?" tanya Mei sembari mendongakkan.
Miko hanya menggeleng. "Percayalah padaku, Mei," racau Miko. Ia kembali teringat masalah George dan kedua sahabat keji di San Francisco. Helaan napas ia embuskan. Harapan Mei mendukung dan memercayai dirinya sungguh besar. Semoga Mei mengerti.
Mei mempererat pelukan. Pertemuan yang jarang ini membuatnya mau tak mau mengakui bahwa ia kerap jatuh cinta saat bertemu kembali. Pertemuan sungguh menjadi terasa manis dan membawa kelegaan serta kebahagiaan.
"Miss you," lirih Mei.
Miko tersenyum. Mereka berdua saling mempererat pelukan hingga tertidur pulas bersisian di sofa.
====***====
Aduh, aku malu banget sumpah! T_T
Nggak bagus banget ini naskah. Maafkan, ya. Aku gampang insecure kalau udah ngulik-ngulik naskah lama. Tapi kalau dari cerita ini aku mulai banyak belajar. Dari cerita Miko Mei versi lama aku banyak dipertemukan dengan orang-orang baik yang ikut bantuin edit ejaannya yang berantakan. Dari cerita versi lama ini aku mulai punya semangat menulis.
Terima kasih sudah mau baca cerita ini, ya. Terima kasih juga sudah membersamaiku lewat cerita-cerita yang aku tulis di Wattpad.
Semoga semua yang baca cerita-ceritaku sehat selalu dan lancar rezekinya. Aamiin.
Bahagia selalu. ^_^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top