Jurnal 10: Kepingan Memori

Hari ke-1 - 714 keping energi

Pertama kali gadis itu 'menemukannya', lengan dan sebagian wajah sebelah kirinya rusak.

Si gadis menghampiri sesosok pemuda yang terkapar di tepian rel kereta api itu dengan hati-hati. Sepasang mata milik si pemuda mengerjap terbuka, berusaha mengenali sekitarnya, kemudian akhirnya pandangannya jatuh ke si gadis.

"Siapa namamu?" tanya gadis itu.

"CRF-1411." pemuda menjawab otomatis, lalu mendudukkan diri dengan gerakan kaku. Dia balik bertanya. "Siapa namamu?"

"Zoe. Zoe Scarlet. Tapi kau bisa memanggilku Zoe."

"Senang bertemu denganmu, Zoe."

"Sama-sama. Ngomong-ngomong di mana pemilikmu?"

"Para Pengawas. Pemilikku mendorongku keluar dari kereta untuk menyelamatkanku, karena itu aku mendapat luka ini. Alat pelacakku rusak, jadi aku tidak bisa melacak mereka. Sepertinya mereka sudah mati."

Zoe mengernyit muram, "Oh."

Pemuda itu bangkit berdiri dengan perlahan. Dia lalu memandangi kerusakan pada tubuhnya. Sebagian lapisan kulit pada wajah dan lengan kirinya mengelupas dan menunjukkan komponen-komponen penyusun tubuh mekanik di bawahnya.

"Aku perlu diperbaiki. Aku harus kembali ke pabrik." ucapnya, namun Zoe buru-buru mencegahnya.

"Jangan. Kau akan diprogram ulang di sana dan dijadikan Pemburu."

"Pemburu?"

"Kau tidak tahu?"

Pemuda itu menggeleng.

Zoe mengangkat bahu, "Orang-orang pemerintahan dan Pengawas dulu mengambil Cosbo dari keluargaku dan memprogram ulang sistemnya untuk menjadikannya Pemburu yang—"

Kata-kata Zoe terhenti. Dia buru-buru menggeleng.

"Kau beruntung mendapatkan keluarga yang melindungimu dari mereka." Zoe berujar.

"Cosbo adalah android milik keluargamu?"

Zoe mengangguk, "Nama aslinya CBO-2218."

Pemuda itu mengangguk, "Aku mengenal CBO-2218 di pabrik. Kami dipasangi chip bersebelahan."

Zoe mendengus geli, "Oke."

Langit sore semakin menggelap. Terdengar suara-suara mobil dan seruan-seruan Pengawas yang semakin mendekat. Sadar akan bahaya yang mengancam, Zoe cepat-cepat mengulurkan tangannya.

"Ikutlah denganku. Aku punya kenalan yang bisa membantu memperbaikimu."

Pemuda itu menyambut uluran tangan Zoe. Kemudian gadis itu menuntunnya menjauhi keriuhan dan suara-suara langkah kaki, menyusuri rel kereta dan merunduk melewati pagar kawat yang berlubang. Dari situ, mereka bersama-sama berjalan di jalan setapak sempit yang terlindungi dari pandangan karena semak-semak tinggi di kiri-kanan mereka. Ketika akhirnya sudah berada cukup jauh, Zoe menyeletuk.

"Mulai sekarang aku akan memanggilmu Red."

"Red?"

"Nama barumu." Zoe mengangkat bahunya enteng, "CRF. Itu mengingatkanku pada er... seseorang yang lumayan terkenal. Dia semacam... legenda. Seorang prajurit. Dia melawan puluhan-mungkin ratusan-mayat hidup dan menyelamatkan hari. Namanya Chris Redfield."

"Chris Redfield?"

Zoe melihat pandangan pemuda itu sesaat berubah tak fokus dan tubuhnya berdiri tak bergerak. Setelah beberapa detik, matanya kembali fokus dan menatap Zoe.

"Seorang karakter fiktif yang sangat... berkarisma."

Zoe terkekeh dan meneruskan berjalan, "Kau mencaritahu tentangnya barusan?"

Pemuda itu mengangguk, "Nama itu cukup terkenal di masanya."

"Nama itu cocok untukmu."

"Tapi..." pemuda itu terdiam, kernyitan kecil timbul di antara alisnya. "Aku tidak mirip dia. Aku tidak berotot."

Kali ini, protes bernada datar dari Red sukses membuat Zoe terbahak-bahak.

💠


Hari 8 - 652 keping energi

"RED, AWAS!"

Mendengar itu, Red merunduk, dengan gesit menghindari senjata laser yang mengarah ke kepalanya. Zoe menariknya hingga berdiri dan keduanya berlari, secepat dan sejauh mungkin kaki-kaki mereka bisa membawa. Zoe menuntun Red menjauhi jalan raya dan melompati semak, kemudian berbelok memasuki kawasan ramai penduduk, menyelip di antara orang yang berlalu lalang sambil sesekali menoleh ke belakang untuk memastikan para Pengawas gagal mengikuti mereka.

"Ke sini!" Zoe tiba-tiba berhenti dan menarik Red ke antara celah gedung yang sempit, lalu berjongkok di balik tempat sampah dengan punggung-punggung mereka rapat ke dinding. Zoe terengah-engah.

"Kita aman." Red melongok ke arah jalan, menyadari para Pengawas berlari melewati gang tempat mereka bersembunyi.

"Aku benci kau." gadis itu mengerang dengan iri, nyaris kehabisan napas karena berlari sementara Red tetap kalem dan tak terpengaruh seperti biasa.

Red mengangkat kedua alisnya bingung sambil mengeluarkan sesuatu dari kantung jinsnya, "Tapi kita berhasil mendapatkannya."

Benda menyerupai kubus kecil seukuran dadu berwarna perak kebiruan itu berkilau tertimpa sinar matahari. Zoe mengambil kubus itu dari tangan Red, mengaguminya. Kemudian dia mendesah berat.

"Mari berharap benda ini masih menyimpan cukup keping untukmu." gumam Zoe. Dia tidak mau usaha mereka menerobos gudang penyimpanan komponen cadangan android yang dijaga ketat para Pengawas berakhir sia-sia. Kemudian setelah memastikan kondisi aman, dia bangkit dan mengulurkan tangannya pada Red, "Ayo. Kita kembali ke markas dan lihat apa yang bisa dilakukan Bobby dengan ini."

Red menyambut uluran tangan gadis itu dan berdiri. Dia menatap Zoe selama beberapa saat.

"Apa?" tanya Zoe.

"Zoe." Red berujar, "Kapan kau akan membawaku ke tempat rahasiamu?"

Zoe terhenyak mendengar pertanyaan Red yang tiba-tiba, "Kau ingat soal perkataanku itu?"

"Aku android, Zoe. Aku tidak bisa lupa."

"Aku tahu. Tapi kenapa?"

Red mengerjap, "Kau selalu menyebutkan bahwa itu adalah tempat spesial bagimu. Dan kau berjanji akan memperlihatkannya padaku. Ayo pergi ke sana bersama."

Zoe terkekeh, "Kau serius? Mengapa sekarang?"

Sebelah tangan Red naik menyentuh titik di dekat leher kirinya sendiri, mengetuknya dengan satu jari. Lapisan pelindungnya yang menyerupai kulit membelah dan terbuka, menampilkan layar kecil bertuliskan sederet angka.

"Untuk jaga-jaga." kata Red, "Sebelum aku kehabisan sumber tenagaku dan-"

"Jangan." Zoe memotong dengan nada tajam. Ekspresinya mengeras, "Jangan berani-beraninya meneruskan perkataanmu."

Gadis itu lalu berbalik dan memanggil ketus, "Ayo, kita tidak punya banyak waktu sebelum mereka memutuskan untuk melapor dan mengirim lebih banyak Pengawas untuk menyisir area dan menemukan kita."

💠

Hari ke-22 - 401 keping energi

"Dia sebuah android, Zoe. Dia bisa dihidupkan kembali."

Kata-kata Bobby Sullivan membuat Zoe menghembuskan napas kesal. Gadis itu berputar di kursinya. Mereka sedang berada di ruang pantau dalam markas dan Zoe sedang berusaha melacak keberadaan gudang penyimpanan kubus lainnya. Pria itu mengganggu konsentrasinya.

"Dengan batasan waktu." Zoe menyahut dingin, "Setelah itu dia akan ter-reset. Seluruh memorinya akan hilang."

Bobby mendengus, "Memorinya? Itukah yang kau utamakan saat ini dibanding keselamatanmu sendiri saat kau kabur dan dengan nekatnya menerobos masuk gudang berpenjagaan ketat untuk mencuri kubus, tanpa berdiskusi denganku? Dengan teman-temanmu?"

Zoe tidak menjawab. Dia kembali menghadapi monitor komputer di hadapannya, meneruskan apapun yang sedang dilakukannya tadi sebelum interupsi dari pria itu.

"Zoe..." Bobby memutar kursi gadis itu dan berlutut di hadapannya, menatapnya lurus-lurus, "Kau tahu kau sudah seperti adikku sendiri. Kita sudah seperti keluarga. Misha, Derek, Abigail, Lance... semua yang selamat. Semua orang mengkhawatirkanmu dan untuk apa? Sebuah kubus yang kosong. Itu jebakan, Zoe. Kau tahu Red sedang jadi incaran para ilmuwan gila itu dan kalian berdua praktisnya menawarkan diri untuk ditangkap..."

"Kau masih belum berhasil menemukannya?" potong Zoe.

Bobby menggeleng perlahan, "Pasangan Walters menyembunyikan data itu dengan sangat baik di dalam tubuh Red. Aku tidak bisa membongkarnya terlalu lama tanpa membuatnya kehilangan lebih banyak kepingan. Dia juga tidak tahu apa-apa tentang isi data yang ditanamkan di dalam tubuhnya. Dia tidak pernah diberitahu oleh pemilik lamanya."

Zoe terdiam. Bobby menghela napas.

"Kau mau melihatnya?" pria itu bertanya lembut.

Mereka berdua kemudian bersama-sama keluar dari ruang pantau dan Zoe mengikuti Bobby menyusuri koridor menuju ruang laboratorium kerjanya. Bobby membuka pintu-setelah sebelumnya merunduk sedikit di depan kotak pemindai retina untuk membuka akses-dan di sana, Zoe menemukan Red tengah berbaring di meja periksa dengan mata terpejam. Kali ini lengan kiri bawahnya yang dibongkar oleh Bobby. Untaian kabel-kabel tipis berwarna abu-abu keperakan menjuntai dari salah satu titik di dalam lengan Red dan ujung lainnya terhubung pada komputer milik Bobby. Monitor komputer menunjukkan semacam loading bar yang perlahan semakin penuh.

Zoe berjalan mendekati sisi Red, memandangi sosok pemuda itu yang terbujur tak bergerak.

"Aku sedang memindainya." ujar Bobby, "Mungkin akan selesai sekitar dua puluh men-"

"Tak bisakah kita menghentikan semua ini?" potong Zoe.

"Zoe..." Bobby mendesah letih, "Kita sudah sama-sama sepakat ini penting untuk-"

"Aku tahu." Zoe berusaha keras mejaga agar suaranya tidak bergetar, "Hanya... cukup untuk hari ini."

Bobby tak langsung menyahut. Akhirnya dia menyerah. Pria itu berjalan menuju komputernya dan menghentikan proses pemindaian.

Sebelah tangan Zoe tanpa sadar terangkat dan menyentuh pelan jemari tangan kiri Red, membuat pemuda itu membuka kelopak matanya perlahan. Lalu dia menoleh.

"Zoe." Red berujar, kemudian tatapannya teralih pada Bobby yang berdiri tak jauh di belakang Zoe, "Apakah kalian menemukannya?"

"Belum." Bobby menjawab seraya menyisiri rambut abu-abunya, "Zoe berpikir cukup untuk hari ini."

"Apakah pemindaiannya sudah selesai?"

"Kami menghentikannya di tengah-tengah."

"Kenapa?" tanya Red lagi. Zoe akhirnya tak sanggup lagi. Dia berputar dan berjalan cepat menuju pintu dan keluar dari ruang lab.

Tatapan Red kembali pada Bobby.

"Ada apa dengan Zoe?"

Bobby tersenyum tipis seraya mencabut kabel-kabel dari lengan Red dan menutup lapisan kulitnya kembali, "Terkadang sulit baginya melihatmu-melihat android sepertimu-dalam kondisi seperti ini."

"Mengapa?"

"Karena..." Bobby menepuk pelan pundak Red, "...kau mengingatkannya pada android milik keluarganya dulu."

"CBO-2218?"

"Ya. Mereka..." Bobby terhenti sejenak, "...mereka memprogram ulang android itu untuk membunuh orangtua Zoe."

💠

Hari ke-48 - 193 keping energi

"KAU GILA, ZOE!"

Raungan marah Derek terdengar hingga sanggup menembus dinding markas yang tebal. Bobby berdiri menatap Zoe dengan raut murka. Sementara si gadis sendiri sedang dipapah ke salah satu kursi oleh Misha dan Derek, sementara Abigail buru-buru memeriksa luka sobek di beberapa bagian kaki dan tangannya, serta memar di wajahnya.

Zoe kembali ke markas pada tengah malam dalam keadaan babak belur dan penuh luka. Dan Bobby tidak merasa perlu repot-repot meminta penjelasannya. Apa lagi yang bisa membuat gadis itu sengotot ini selain kubus yang tak kunjung ditemukannya?

"Apa yang ada di otak sempitmu itu, mengendap-endap di gudang penuh Pengawas sendirian? Lagi?" Derek terdengar sengit, "Tidak masalah kalau kau ingin bunuh diri sendirian, asal pastikan cecunguk-cecunguk itu tidak mengikuti jejakmu sampai ke sini..."

"Derek." Bobby memperingatkan. Pemuda itu terpaksa menelan kemarahannya sementara Bobby berjalan mendekati Zoe dan berlutut di hadapan gadis itu, hingga mata mereka sejajar, "Ini terakhir kalinya aku mentoleransi tindakanmu. Kau membahayakan semua orang. Kau tidak boleh meninggalkan markas kecuali atas seizinku."

"Dia akan mati!" jerit Zoe putus asa, "Red akan mati dan ingatannya akan lenyap!"

Bobby berdiri. Dia menatap Zoe dengan ekspresi keras.

"Tujuanku adalah mempertahankan keselamatan kita. Bukan mempertahankan memori sebuah android demi alasan sensitifmu."

Tiba-tiba, pintu ruangan menggeser terbuka. Red muncul dari baliknya.

"Apa yang terjadi?" kemudian pandangannya jatuh pada Zoe yang terluka, "Zoe, apa yang--"

"Red, kembali ke lab, sekarang." perintah Bobby.

Red mengerjap, "Tapi--"

"SEKARANG!" Bobby kehilangan kesabarannya dan berteriak. Seisi ruangan menjadi hening, karena ini pertama kalinya mereka menyaksikan kemarahan Bobby. Namun Red bergeming. Dia menatap Zoe lurus.

"Zoe adalah pemilikku. Dia yang berhak memberi perintah padaku." katanya dengan kalem.

Gadis itu menyerah. Dia bangkit perlahan dan menghampiri Red, "Ayolah, Red... kita kembali ke lab."

Red pasrah saja ketika Zoe menggiringnya kembali ke dalam lab dan menidurkannya di atas meja periksa, kembali memasangkan kabel-kabel pada tubuh android Red.

"Zoe." Red menolehkan wajahnya untuk memandang gadis itu, "Mengapa kau terluka?"

Zoe tidak menjawab, dia berpura-pura sibuk memperhatikan monitor kondisi fisik Red.

"Zoe...?"

"Red, kumohon." Zoe menatapnya letih, "Tidurlah. Kau perlu menghemat energi, sebanyak mungkin."

Kemudian Zoe beranjak dari sisi ranjang Red, lalu meninggalkan laboratorium setelah memastikan Red menutup matanya.

"Selamat malam, Red."


💠

Hari ke-87 - 15 keping energi

Zoe cukup yakin dia sudah menyetel alarmnya pada pukul enam pagi. Lantas mengapa saat ini dia terbangun ketika jam masih menunjukkan pukul dua tiga puluh?

Sebuah guncangan pelan pada bahunya ternyata penyebabnya. Zoe mengucek matanya dan mendapati Red telah berdiri di sisi ranjangnya, menunduk menatapnya di tengah keadaan kamar yang gelap.

"Red?!" bisik Zoe keheranan seraya mendudukan dirinya cepat, "Apa yang kaulakukan? Kau akan menghabiskan energimu dengan lebih cepat..."

"Aku tahu tempat rahasiamu." Red berujar.

Zoe terbelalak syok, "A-apa?"

Namun Red tidak menjawab. Di malah menarik sebelah lengan Zoe hingga gadis itu terpaksa berdiri dan mengikutinya dengan tergopoh-gopoh.

Mereka berdua menyelinap keluar dari markas diam-diam, Zoe segera mengenakan jaketnya karena di luar anginnya kering dan dingin.

Bersama-sama mereka menyusuri padang tandus menjauh dari area markas, menuju ke rel kereta api tempat di mana Zoe menemukan Red tempo hari, namun seolah membaca pikiran Zoe, Red melewati rel itu hingga tiba di dataran yang melandai ke atas. Mereka berdua menaiki dataran itu, melewati pepohonan dan menemukan kawasan pemukiman terbengkalai yang berada tak jauh di baliknya. Di balik salah satu rumah, terdapat semacam undakan yang tersusun dari kotak-kotak kayu usang, kardus-kardus barang tak terpakai, kerat-kerat minuman, dan rongsokan lainnya.

Red menaiki susunan rongsokan itu dan berbalik menghadap Zoe, lalu dia mengulurkan sebelah tangannya untuk diambil gadis itu seraya bertanya, "Di sini, kan?"

Zoe hanya memandangi tangan Red selama beberapa saat hingga akhirnya dia menyerah. Dia menghembuskan napas jengkel seraya menyambut uluran tangan Red dan ikut naik.

Keduanya tiba di atap rumah kosong itu. Zoe mendudukkan dirinya, sementara Red berdiri di sebelahnya dengan canggung.

"Duduklah." perintah Zoe.

Red menurut. Dia melipat kakinya dan duduk di sebelah Zoe. Lutut-lutut mereka saling bersentuhan.

"Bagaimana kau bisa tahu tempat ini?" tanya Zoe.

"Aku membuntutimu dua hari yang lalu ketika kau ke sini sendirian." Red menjawab, "Aku harus menjagamu. Mungkin saja kau menerobos gudang demi mencari kubus dan mencelakai dirimu lagi."

Zoe hanya terkekeh.

"'Harus'..."

Red menoleh menatapnya, "Apa?"

"'Aku ingin menjagamu' kedengaran lebih baik daripada 'aku harus menjagamu', tahu." Zoe balas menatapnya.

Red mengangguk, "Dimengerti. Aku ingin menjagamu."

Zoe tertawa. Lalu mengulurkan tangannya untuk mengacak rambut Red, "Dasar penurut."

Red hanya terdiam pasrah sementara rambutnya diacak-acak.

"Zoe?"

"Yup?"

"Mengapa tempat ini penting bagimu?"

Zoe menurunkan tangannya dari puncak kepala Red. Dia memalingkan wajahnya seraya tersenyum sedih, "Ini dulunya rumahku dan orangtuaku. Sebelum para Pengawas dan Pemburu-Pemburunya mendatangi kami dan menghancurkan hidup kami. Karena orangtuaku menolak menyerahkan android kami untuk diprogram ulang menjadi senjata perang. Aku disembunyikan di sini oleh orangtuaku dan tetap tinggal beberapa saat setelah mereka dibunuh, berhasil lolos dari pencarian.

"Sejak saat itu aku bersumpah akan menemukan cara untuk mencegah mimpi buruk itu terjadi, kemudian Bobby menemukanku. Dia merawatku dan yang lainnya. Dan dia menemukan caranya."

"Bagaimana?"

"Pemilikmu. Pasangan Walters." jelas Zoe, "Mereka juga Pemberontak. Dan mereka juga para ilmuwan yang membuat prototipe pertama android sepertimu, dan berhasil menciptakan sebuah virus yang dapat ditanamkan di tiap robot, mencegahnya diprogram ulang dalam bentuk apapun."

"Virus yang sedang kau dan Bobby berusaha temukan." Red menangkap dengan cepat.

Zoe mengangguk, "Ya, virusnya ditanamkan di dalam dirimu, tetapi kami belum dapat menemukannya."

Keheningan menyelimuti keduanya selama beberapa saat. Yang terdengar hanyalah suara angin yang menyapu dedaunan kering di tanah dan gemerisik pepohonan di sekitar mereka.

"Bisakah kalian menemukannya?" Red memecah keheningan, "Bahkan setelah aku kehabisan energiku?"

"Red, lihat aku. Kami akan menemukannya." Zoe berkata tegas, "Juga kubus untukmu."

Mereka saling berpandangan, hingga akhirnya Red mengangguk.

"Terima kasih."

Zoe tersenyum.

"Zoe?"

"Hm?"

"Mengapa rasanya aku mengantuk sekali?"

Zoe terhenyak. Dia menyingkap sedikit leher jaket milik Red untuk memeriksa keping energinya.

Tidak.

"Hei, Red? Kau mau lihat bintang?"

"Bintang?"

"Yeah..." Zoe berusaha keras membuat suaranya tetap terdengar ceria, "Berbaringlah dan letakkan kepalamu di pangkuanku."

Red melakukannya. Zoe tersenyum menyambut wajah Red yang kini menatapnya dari bawah.

"Sekarang kau bisa lihat langit di atas dengan nyaman." kata Zoe, suaranya serak, "Kau bisa lihat bintang-bintangnya?"

"Tak ada satupun."

Zoe terbahak.

"Zoe..."

"Yeah?"

"Bisakah aku tidur sekarang?"

Kali ini, Zoe gagal menahan emosinya. Airmata menjatuhi kedua pipinya. Dia cepat-cepat menghapusnya.

"Apakah rasanya m-menyakitkan, Red?"

"Tidak sama sekali."

"Tidak bisakah kau menemaniku selama beberapa menit lagi?"

Red tersenyum lemah, "Maafkan aku, Zoe, tapi aku betul-betul mengantuk. Aku harus... maksudku, aku ingin tidur."

Zoe nyengir, selebar dan secerah yang sanggup dilakukannya, agar Red mengingatnya dengan bayangan seperti itu sebelum tidur panjangnya.

"Kalau begitu, tidurlah. Dasar tukang ngantuk."

Red memejamkan matanya.

"Selamat malam, Zoe."

Zoe mengelus rambut Red dan mengecup keningnya lembut.

"Selamat malam, Red."

💠


Hari ke-113

Terjadi keriuhan yang berasal dari salah satu barak di markas para Pemberontak.

"Detektornya! Detektor energinya!"

Misha memasuki aula utama markas dengan berisik, tempat semua orang berkumpul, tampak seperti orang yang berhari-hari tidak mandi dengan rambut dan pakaian acak-acakan. Pemuda itu celingukan dengan liar.

"Zoe!" Misha menghampiri gadis yang sedang membaca bukunya itu dengan cepat dan mengguncang-guncang bahunya.

"Astaga, kau kena--"

"Aku menemukannya! Virus pasangan Walters!" dia tertawa seperti maniak saking girangnya. Seketika seluruh kepala di dalam ruangan itu mendongak.

"Apa kaubilang?" Bobby mengkonfirmasi.

"Ada alasan mengapa setiap kubus yang kita temukan selalu 'kosong'." Misha mulai berjalan mondar-mandir di tengah ruangan, setiap mata mengikutinya, "Padahal kenyataannya, kubus-kubus itu penuh."

Pemahaman mulai merayapi wajah Derek, "Jadi maksudmu... detektor Red--"

"Ya! Detektornya rusak!" Misha tampak benar-benar puas dengan pemikirannya, "Detektornya tidak berfungsi terhadap kubus lain, hanya terhadap kubus yang sudah tertanam di dalam tubuhnya. Aku mengetes kubus-kubus itu dengan mesinku, dan mereka ternyata berfungsi dengan baik. Kerusakan itu janggal, pasangan Walters pastilah sengaja mengacaukannya... dan alasan mengapa mereka berbuat seperti itu adalah—"

Zoe membelalak.

"Virusnya!"

Misha meremas kedua pundak Zoe, menatap gadis itu lurus-lurus.

"Ya... mereka menyembunyikan datanya di sana. Kita menemukannya, Zoe. Kita berhasil!"

Zoe merasa kedua kakinya lemas, dia jatuh terduduk ke lantai, nyaris menangis. Sementara Bobby dan yang lainnya masih sama-sama terlihat syok, namun sorot mata mereka memancarkan binar semangat yang sudah lama tak terlihat di tempat itu.

"Ba-bagaimana kau menemukannya?" Zoe masih gagal memahami bahwa solusinya sesederhana itu. Hal yang selama ini dicarinya ternyata terpampang di bawah hidungnya tanpa pernah disadari, "Kita sudah membuang kubus-kubus 'kosong' itu. Bagaimana kau bisa menemukannya?"

"Aku tidak menemukannya." Misha menunjukkan sebungkus plastik berisi kubus-kubus, secarik kertas, dan sesuatu berwarna gelap yang tampak seperti lipatan kain beludru berwarna gelap. "Ini ada di depan pintu semalam. Awalnya aku takut ini semacam jebakan, tetapi rasa penasaran menguasaiku."

Mereka mengamati barang-barang yang ditunjukkan Misha. Bobby meraih kertas lusuh dan membaca isinya.

'Kalian mungkin masih membutuhkan ini. Mereka berfungsi dengan baik, kok.'

Lalu Bobby membuka lipatan beludru itu dan menunjukkan sebuah topi tinggi berwarna hitam di dalamnya. Seketika, wajah Bobby diliputi pemahaman.

"Apa?" Misha mendesak, "Kau tahu siapa pengirimnya?"

Bobby tampak kehilangan kata-kata, pria itu terkekeh tak percaya, "Well, ya. Seorang teman lama. Aku tak menyangka dia... bertahan."

Bobby tak melanjutkan, mengindahkan tatapan-tatapan penasaran dari semua orang di ruangan itu.

Dia berlutut di hadapan Zoe, menatap gadis itu dengan hangat dan berkata, "Kita selangkah lebih maju. Mari kita selesaikan ini."

Zoe menatap uluran tangan Bobby di hadapannya selama beberapa saat sebelum menyambutnya. Kedua mata gadis itu berkaca-kaca, namun senyumnya terkembang lebar.

"Yeah, mari bangunkan anak itu."

End of Journal 10

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top