Bab Lima Belas

Tito hanya tidur beberapa jam setelah kejadian tadi. Bahkan ketika jam telah menunjukkan pukul tiga pagi, ia masih terjaga. Entah mengapa pikirannya hanya fokus pada surat itu. Lebih kepada siapa yang telah mengirimkannya pesan-pesan seperti itu.

Sangat tidak mungkin jika orang itu hanyalah iseng. Pasti ada sesuatu yang tersembunyi di balik maksudnya. Ia paham ini adalah bentuk dendam hingga sang pelaku memilih bekerja sama dengan makhluk-makhluk tak kasat mata itu. Ya, meskipun ia belum mengerti betul maksud dari penampakan wanita penuh seringai itu.

Tito juga berpikir pesan-pesan tak jelas itu ditunjukkan pada mereka, mengingat begitu banyak pesan yang masuk. Bahkan hampir setiap hari. Tapi ia tak tahu apa maksudnya. Mengapa pesan itu selalu saja menunjukkan penampakan wanita menyeramkan. Juga berisi ancaman-ancaman yang menurut Tito tak jelas.

Matanya menyapu seluruh isi kamar Abu. Sejauh ini masih sama. Tak ada kejadian aneh atau pun penampakan wanita itu selama ia terjaga.

Tito juga bergantian melihat keempat temannya yang masih terbuai dalam mimpi. Namun melihat gerakan gusar dari tubuh Abu, membuatnya yakin jika sebentar lagi cowok itu akan terbangun.

Dan benar, Abu membuka matanya setelah beberapa saat menggeliat.

"Bangun lo, To?" kata Abu dengan suara serak khas bangun tidur.

"Enggak bisa tidur gue." Abu mengangguk. "Lo sendiri?" kata Tito.

"Kebelet."

Tito tertawa pelan. "Ya udah sono pergi. Mau lo ngompol di sini?"

"Asem." Abu beranjak pergi meninggalkan Tito yang tengah tersadar sendiri.

Beberapa saat setelahnya, Abu datang. Tito yang tengah melamun sontak tersadar dan langsung teringat akan sesuatu yang tadi ia injak sampai terjatuh. Tito tak tahu itu apa? Oleh karena itu ia ingin menanyakannya pada Abu.

"Bu?" Tito bertanya saat Abu hendak memejamkan matanya.

"Hmm."

"Lo liat ada barang apa di luar?"

"Luar mana?" tanya Abu.

"Depan pintu kamar lo."

Abu menggeleng. "Enggak tuh."

Tito melebarkan pupil matanya. "Serius?"

"Seriuslah. Ngapain boong?"

Sesaat kemudian, hening. Mereka terdiam. Lebih tepatnya Tito yang terdiam, sedangkan Abu telah kembali terbuai dalam mimpi indahnya. Tito masih memikirkan apa kata Abu barusan. Ia merasa heran, tentu saja. Mengapa bisa benda yang tadi ia injak hilang begitu saja? Seharusnya masih ada di sana. Jika tidak, bagaimana mungkin Tito bisa terjatuh? Ia bahkan masih mengingat tekstur benda itu.

Karena penasarannya yang tinggi, ia beranjak dari pembaringannya. Melangkah keluar dengan perlahan, takut membangunkan teman-temannya yang masih tertidur.

Tito melihat kanan dan kiri, masih gelap seperti yang tadi. Meski begitu, ia masih bisa melihat dengan sedikit penerangan dari bawah. Tito masih memperhatikan sekeliling, melihat dengan seksama barang kali wanita itu menampakkan diri dan ia bisa menyiapkan diri.

Lelaki dengan tinggi sedikit lebih pendek dari Abu itu melangkah perlahan, kemudian berjongkok ketika tepat berada di depan pintu kamar Abu. Ia sedikit meraba karena pencahaan yang sangat minim. Tito kemudian memutuskan untuk menghidupkan fitur senter pada ponselnya.

Setelah beberapa saat menyenter Tito menyerah. Ia tak menemukan apa pun di situ. Tak ada benda apa pun. Persis seperti apa kata Abu. Namun Tito tetap yakin, jika ada benda di sekitar sini. Jelas-jelas ia terjatuh tadi, tak mungkin tak ada benda di sini.

Tito berdiri, melangkah ke kamar mandi. Siapa tahu benda itu terlempar saat ia injak. Setelah mencari selama beberapa menit, akhirnya Tito menemukan sebuah boneka di dekat tong sampah tempat ia membuang kertas itu. Boneka dengan tekstur keras, seperti boneka jaman dulu, bukan boneka kain yang lembut.

Tito berjongkok mengambil boneka itu. Aneh. Boneka itu aneh. Ia mempunyai ekspresi. Seperti menunjukkan bahwa ia sedang meringis sakit dengan tangan kakak memegang potongan tangan kirinya. Melihat hal itu, sontak Tito melempar boneka menyeramkan tadi ke tempat sampah.

Bersambung...

060119

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top