Chapter 5
“ᴀᴋᴜ ᴘᴇʀɴᴀʜ ᴛᴇʀᴄᴇʀᴀɪ ʙᴇʀᴀɪ ᴋᴇᴛɪᴋᴀ ᴋᴀsɪʜᴋᴜ ᴛᴀᴋ sᴀᴍᴘᴀɪ.”
“ᴀᴋᴜ ᴘᴇʀɴᴀʜ ᴛᴇʀᴛᴜsᴜᴋ ᴘᴇᴄᴀʜᴀɴ ʜᴀᴛɪᴋᴜ sᴇɴᴅɪʀɪ ᴋᴇᴛɪᴋᴀ sᴇᴅᴀɴɢ ᴍᴇɴʏᴜsᴜɴ, ʟᴀʟᴜ ᴋᴀᴜ ᴅᴀᴛᴀɴɢ ʟᴀɢɪ.”
✻ ═════ •❅• ═════ ✼
Untuk segala fakta yang ada. (Name) mencoba terima dengan lapang dada. Biar pun belum ada kejelasan dalam hubungan ia dengan Atsumu, (Name) sudah menganggap Atsumu sudah memutuskannya secara tidak langsung.
Menjalani hari-hari seperti biasa, meski tidak ada lagi Atsumu di dalamnya.
“Tinggal dua pesanan lagi yang perlu kuantar.”
(Name) dengan pertimbangan yang matang, ia memundurkan diri menjadi manajer tim voli dan beralih bantu toko bunga milik keluarga. Dirinya tidak boleh lemah, demi adik dan ibunya.
Ketegaran sang gadis diuji semenjak ayahnya mengkhianati keluarga dan pergi meninggalkannya begitu saja. Kala itu (Name) masih di bangku SMP dan sang adik masih dalam buaian seorang ibu.
Lupakan dulu masa lalu yang kelam, beralih ke masa sekarang. Di ujung hari milik (Name), sepertinya Dewi Fortuna sedang tidak berpihak padanya. (Name) lupa memeriksa alamat rumah pemesan. Ternyata rumah itu adalah milik seseorang yang akhir-akhir ini menjadi sumber masalah, rumah keluarga Miya.
“(Name), sedang apa kamu ke sini?” tanya Atsumu yang terkejut dengan kedatangan sang gadis.
(Name) menghindari untuk bertatap langsung dengan manik topas milik Atsumu. “Antarkan pesanan bunga ibumu.”
Satu paket bibit lili paris diserahkannya oleh (Name) pada Atsumu. Jika bukan karena ingat tugasnya, pasti (Name) langsung larikan diri saja daripada harus berhadapan lagi dengan Atsumu.
“O-oh, baiklah.” Atsumu masuk ke dalam rumahnya hendak mengambil bayaran.
‘Aku ingin cepat pulang. Tadi itu canggung sekali!’
Padahal (Name) sudah merasa baik-baik saja. Namun, setelah berhadapan kembali dengan Atsumu dirinya semakin kalut.
“Ini uangnya,” kata Atsumu menyerahkan uang bayaran pada sang gadis, “kamu mau langsung pulang? Tidak mau mampir dulu?”
(Name) menggeleng menolak tawaran tersebut. Ia tidak yakin mampu mempertahankan sisi kewarasannya jika terus bersama pemuda itu.
“Tidak, terima kasih. Aku harus segera pulang, pasti Ibu menungguku pulang,” tolak (Name) halus.
“Baiklah. Kalau begitu hati-hati di jalan.” Tanpa permisi Atsumu mendaratkan kecupan di dahi (Name). “Sampai jumpa besok di sekolah.”
‘Dasar tidak sopan!’ jerit (Name) dalam hati, tangannya memegangi dahi yang barusan menjadi target Atsumu. Kalau begini jadi bimbang dengan perasaannya.
__________
To be continued—-
Sudah, buang saja rasa simpatinya_-
______________
04 April 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top