6. Hubungan Yang Tak Stabil

— ■ —

"Tidak biasanya Anda menunjukkan obat-obatan Anda secara terang-terangan didepan saya," komentar Stephanie berdiri bersedekap di sisi belakang sofa yang tengah diduduki Patrick.

Sang pemilik rumah mengembuskan napas.

"Apa kau tak lelah mengomentari soal itu?" tanya Patrick sedikit melirik Stephanie dengan mata kirinya. Karena mata kanannya masih tertutupi penutup mata hitam. Ia malu menunjukkan luka memar itu.

Walau jelas, Stephanie mengatakan bahwa itu bukanlah masalah. Ia takkan mengejeknya ataupun sejenisnya. Sungguh.

"Tidak," Stephanie menggeleng menanggapi pertanyaan--yang konyol menurut Stephanie. "Selain itu, bukankah Anda sendiri yang meminta saya untuk membantu Anda? Jangan bilang, Anda sudah lupa dengan ucapan Anda sendiri,"

Sudah dua hari berlalu semenjak masa percobaan Stephanie berakhir. Dan secara teknis, Stephanie gagal melalui masa percobaannya, karena dalam waktu satu minggu itu, ia belum bisa mengubah Patrick sedikit pun. Yah, walau faktanya itu bukan hal yang mengherankan. Maksudnya, tidak mungkin, 'kan kebiasan ataupun sifat seseorang bisa berubah hanya dalam waktu 7 hari?

Stephanie tidak sesakti itu. Jelas.

Mendengar ceramah dari Stephanie, Patrick berdecik pelan. "Berisik," gerutunya, "dan aku hanya sedikit menggunakannya. Jadi—"

"Tidak," potong Stephanie membungkuk, dan meraih salah satu tangan pucat Patrick yang hendak meraih obat terlarangnya. "Mau itu sedikit atau banyak, saya tidak akan mengizinkan Anda menggunakannya,"

"Dimana keadilan?" komentar Patrick merengek.

"Ha?" Kening Stephanie mengerut. "Apanya yang keadilan?"

"Kau bisa bebas meminum obatmu. Kenapa aku tidak boleh?"

Stephanie mengembuskan napas panjang.

"Yang saya minum, bukan obat-obatan terlarang semacam ini," ungkap Stephanie, masih menahan tangan Patrick. "Tapi obat untuk mengatasi gejala narkolepsi saya,"

"Tetap saja itu adalah obat, 'kan?"

"Tapi jelas obat yang berbeda dengan milik Anda."

Patrick mendengus dan membuang muka kemudian. Menyentakkan tangannya agar terlepas dari genggaman Stephanie.

Melihat sikap diam Patrick, wanita Metanoia itu terlihat melangkah melewati sofa yang diduduki Patrick. Mengumpulkan semua obat terlarang milik Patrick, yang berserakan di atas meja di hadapan sang pria.

Patrick diam-diam kembali melirik ke arah Stephanie. Namun tepatnya, tatapannya tertuju pada leher belakang sang wanita. Yang hari ini, lagi-lagi tertutupi oleh surai honey blonde-nya.

"Saya akan pergi berbelanja sebentar," ujar Stephanie tiba-tiba, tepat saat Patrick hendak mengutarakan sesuatu yang terpikir di dalam kepalanya.

"Dan kau ingin aku ikut juga?" tanya Patrick menebak.

"Well, baguslah jika Anda bisa langsung menebaknya." Balas Stephanie tersenyum.

***

"Ah,"

Langkah Patrick seketika terhenti ketika matanya menangkap sesuatu, yang berada di dalam sebuah lorong. Stephanie yang sadar langkah Patrick terhenti, dirinya pun langsung mengikuti. Mundur beberapa langkah untuk menghampiri Patrick. Tentunya, dengan memeluk tas belanjaannya.

"Mereka yang tempo hari," jelas Patrick refleks mengusap pergelangan tangan kirinya. Merasakan kekosongan di bagian tersebut. "Yang mengambil jam tanganku,"

Stephanie menoleh ke sisi dalam lorong yang dilihat Patrick. Dimaba di sana, tampak ada 3 sosok laki-laki yang tengah sibuk sendiri sembari menyesap rokok.

"Anda yakin mereka?" tanya Stephanie menoleh ke arah Patrick.

Sang pria mengangguk. "Sangat, amat yakin," jawabnya, "karena aku masih mengingat wajah-wajah berengsek itu. Yang rasanya, hal tersebut terasa mengingatkanku dengan wajah laki-laki setan itu,"

'Laki-laki setan?' batin Stephanie mengangkat sebelah alisnya.

Tapi kemudian, ia tampak melempar pandang. Ganti menatap tiga laki-laki jalanan tersebut.

"Mr.Melrose," panggil Stephanie.

"Hm?" Baru saja Patrick menolehkan kepala, ia tiba-tiba disodorkan dengan dua paper bag yang masing-masingnya penuh dengan bahan makanan. "Tunggu. Apa ini?"

"Tolong bawa dan jaga baik-baik," ujar Stephanie sembari menggulung lengan bajunya. "Karena saya tak bisa menjamin, semua belanjaan saya akan tetap bersih dalam pegangan saya."

"Memangnya kau mau ap—!?"

Belum selesai Patrick mempertanyakan pertanyaannya, Stephanie terlihat sudah melangkah meninggalkan Patrick, untuk menghampiri tiga laki-laki sebelumnya.

Dan dalam hitungan detik, satu orang tumbang oleh pukulan bertenaga Stephanie.

'Oh shit.' Batin Patrick seketika merasakan firasatnya tak enak.

— ■ —

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top