5. Perlahan Mulai Terbuka

— ■ —

"Aw!"

Gerakan tangan Stephanie terhenti tiba-tiba ketika mendengar rintihan pria di hadapannya. Ia mematung. Memandang luka memar yang terlukis di wajah Patrick.

Hari ini adalah hari terakhir masa percobaan Stephanie sebagai partner sewaan untuk seorang Patrick Melrose. Tentu, ia berharap hari terakhir ini berjalan lancar dan damai. Tak ada kendala, kecuali hasil dari percobaan tujug harinya. Namun ia salah.

Patrick tiba-tiba pulang ke rumahnya dengan keadaan terluka. Sekitaran mata kanannya terlihat memar biru, dan sudut bibir kanannya koyak karena sesuatu. Tentu saja, keadaan semacam itu langsung melahirkan sebuah tanda tanya di diri Stephanie. Ia langsung mempertanyakan ada apa, dan mengira Patrick akan berdalih ataupun menolak untuk menjawab.

Namun ternyata, Stephanie salah. Patrick justru mengatakan jawabannya dengan jujur. Yang sejujurnya, ia cukup mengejutkan wanita pekerja Metanoia itu.

"Lain kali, tolong jangan bertingkah sok hebat," ujar Stephanie memberi nasihat--menceramahi--dan kembali melanjutkan mengobati luka sang pria. "Anda ini lemah. Tak punya dasar beladiri ataupun sejenisnya,"

"Jadi kau ingin mengatakan, biarkan saja mereka membawa jam tanganku, begitu?" protes Patrick tak terima. Dan seketika tampak meringis kesakitan.

"Itu hanya jam tangan," balas Stephanie dengan santai. Mengabaikan ringisan Patrick, yang sebenarnya jelas ia sadari. "Toh Anda bisa membeli yang baru. Anda ini orang kaya, 'kan,"

"Ini bukan jam tangan yang kubeli sendiri. Ini hadiah dari Johnny,"

Mendengar nama itu, kembali Stephanie menghentikan kegiatan mengobatinya. Dan matanya tanpa sadar memandang manik biru kehijauan milik Patrick.

"Anda sangat dekat dengan Mr.Hall ya," komentar Stephanie secara tak sadar, "apa kalian sudah lama dekat?"

Patrick terdiam.

"Oh, maaf," Seolah menyadari ia baru saja menanyakan hal yang tak semestinya, Stephanie segera melanjutkan. "Saya—"

"Dia satu-satunya yang peduli tanpa memandang latar belakangku," sela Patrick bercerita. Yang langsung membuat Stephanie menutup mulut. "Aku ... merasa beruntung bisa memiliki sahabat sepertinya,"

"Oh? Rupanya Anda masih bisa merasakan rasa syukur," celoteh Stephanie tanpa sadar.

"Apa maksudmu?" sahut Patrick menyipitkan mata curiga. "Kau mengejekku?"

"Tidak," Stephanie menggeleng pelan, dan kembali melanjutkan pengobatannya. Namun beralih ke sudut bibir Patrick. "Saya tidak mengejek Anda. Saya hanya ... terkejut."

'Dan iri.' Sambung Stephanie berucap dalam hati. Ia tak mungkin merasa iri dengan kliennya sendiri. Karena itu jelas tidak profesional.

Patrick memandang curiga. Merasa bahwa wanita di hadapannya tidak jujur terhadap sesuatu.

"Bagaimana denganmu?" tanya Patrick tiba-tiba.

"Hm?" Salah satu alis Stephanie terlihat naik. Sebuah tanda bahwa ia mendengar, dan menanti pertanyaan yang lebih lengkap dari Patrick.

"Apa kau punya sahabat di tempatmu bekerja?" ulang Patrick lebih jelas.

Itu membuat Stephanie tersentak. Dan memandang Patrick dengan tatapan tak percaya--mata membulat.

"Saya ...," Ada jeda cukup lama. Dan tatapan dari cokelat amber itu, seketika jatuh ke permukaan. "Tidak memilikinya. Semuanya tidak lebih dari sekedar rekan kerja saja,"

"Sungguh? Kau tak memiliki teman dekat?"

Stephanie menggeleng. "Karena itu tak ada gunanya. Karena pada akhirnya, saya tetap akan ditinggalkan," jelasnya tanpa sadar.

'Tetap akan ditinggalkan?' batin Patrick.

"Ah, Anda tidak perlu memikirkannya," ujat Stephanie segera meringankan suasana, dan menyelesaikan pengobatan Patrick yang terus-terusan tertunda. "Toh ini sudah berakhir,"

"Berakhir? Apanya?" tanya Patrick bertingkah--atau memang--bodoh.

"Peran saya sebagai partner sewaan," jelas Stephanie menggedikkan bahu. "Selama seminggu ini, belum ada perubahan yang nampak dari diri Anda. Yang berarti, saya tidak berhasil dimasa percobaan satu minggunya,"

"Oh, soal itu ya. Aku nyaris melupakannya, andai kau tak menyebutkannya,"

"Maksud Anda?"

Patrick terdiam memikirkan sesuatu. Tatapannya mengarah ke arah lain, jemarinya mengusap-usap dagunya.

"Kau masih belum merapikan tempat tidur yang kau gunakan selama seminggu ini," ujar Patrick kembali memandang Stephanie. "Jadi setidaknya, kau harus merapikannya hingga seperti sedia kala, sebelum kau menyelesaikan tugasmu sebagai partner sewaan,"

Sephanie mengerjap.

"Maksud Anda?" tanya sang wanita polos.

"Ck. Kau sungguh ingin mendengar itu?" komentar Patrick menggaruk kasar belakang kepalanya dan mendengus. Tapi kemudian—

"Stay here and please help me, Willkerson." Lanjut Patrick memberikan sebuah jawaban yang jelas.

Dan Stephanie dengan senang hati menerima permintaan tersebut.

— ■ —

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top