28. Bagaimana Menyikapinya?

- ■ -

"Katakan padaku, bagaimana aku harus menyikapinya," pinta Stephanie menatap lurus wanita berambut hitam pendek, yang duduk di hadapannya.

"Ya hadapi saja dia seperti biasanya," jawab lawan main Stephanie dengan santai. "Begitu saja kok repot,"

"Yang jadi masalahnya adalah, aku tak tahu bagaimana menghadapinya, Siren!" balas Stephanie geram ketika mendapat jawaban tak memuaskan dari koleganya itu. "Pria itu terlalu absurd untukku!"

Wanita di hadapan Stephanie--Siren--terdengar mendengus ketika hendak menyeruput kopi panasnya.

"Sang jenius Stephanie Willkerson mengatakan tingkah seseorang terlalu absurd untuknya?" komentar Siren terdengar mengejek. "Dunia pasti akan segera berakhir,"

"Siren aku serius!" bentak Stephanie tanpa sadar menggebrak meja di hadapan mereka. Yang tentu saja, tindakan itu sukses membuat keduanya menjadi pusat perhatian.

Siren terdiam. Sejenak memberikan waktu agar suasana di sekitar mereka kembali kondusif. Dan perhatian para tamu cafe, tak lagi tertuju pada mereka.

Sehari setelah kejadian di dalam mobil yang dialami Stephanie, malamnya ia mengirim pesan singkat ke salah satu koleganya untuk bertemu secara pribadi. Ia butuh saran. Ia butuh seseorang yang memahaminya, untuk mendengar keluhannya.

Karena itulah, hari ini, tampak Stephanie tengah mengawali paginya dengan secangkir Americano panas. Ditemani sepiring Croissant dan kolega baik hati--sesungguhnya menyebalkan--bernama Siren, di sebuah coffee shop yang tak jauu dari kantor Metanoia. Tentu saja, Stephanie pergi setelah meninggalkan pesan untuk Patrick.

"Well ... kenapa juga aku harus memberikanmu saran?" tanya Siren akhirnya kembali angkat bicara, setelah dirinya yakin suasana telah normal. "Bukankah kau pernah berkata, aku payah dalam hal yang berhubungan dengan perlakuan khusus seperti ini,"

Sesuatu serasa menyadarkan Stephanie.

"I-itu, 'kan dulu," jawab Stephanie membela diri, "sekarang, 'kan ... lain cerita,"

Siren memandang setengah hati wanita jenius di hadapannya.

"Kau sungguh menyebalkan," komentar Siren, sebelum kembali menyeruput minumannya. "Dan soal masalahmu itu, aku berkata jujur. Hadapi saja dia seperti biasa. Toh tugasmu akan segera selesai tidak sampai seminggu lagi, 'kan?"

"Tapi ... itu tidak semudah kelihatannya," balas Stephanie.

"Kenapa?" tanya Siren mengangkat sebelah alisnya.

Stephanie tak langsung menjawab. Seperti memikirkan jawabannya matang-matang.

"Kau ...," Stephanie terhenti. Kedua tangannya tampak mengusap-usap cangkir miliknya yang permukaannya terasa hangat. "Apakah kau tahu bagaimana rasanya tak pernah dianggap normal? Dan untuk kali pertamanya dalam seumur hidupmu, ada seseorang yang memperlakukanmu setara. Tidak memandang kelebihanmu.

Apa kau tahu, bagaimana rasanya?"

- ■ -

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top