Fanfic: Maybe in Another Life
oleh: Sinnera_
Disclaimer: MESS milik rizkywahyufir
Rate: T
Genre: AU, YA, slice-of-life
Sinnera_
.
.
.
Makka bersenandung pelan seraya menatap daftar barang yang harus ia beli. Ia berencana memasak sesuatu untuk ulang tahun Iky. Makka awalnya hampir tidak bisa memasak, bahkan untuk membedakan antara garam dan gula saja Makka terkadang kesulitan. Namun setelah beberapa kali belajar memasak bersama Syam—kakaknya, Makka kini tidak begitu buruk dalam memasak.
Iky beberapa kali mencoba masakannya, dan perempuan itu bilang jika rasanya tidak terlalu buruk untuk seorang pemula. Sudah sejak lama Iky mencicipi masakannya, kini kemampuan memasak Makka cukup hebat untuk seseorang yang telah belajar selama berbulan-bulan.
Setelah memastikan tidak ada barang yang terlewat, Makka bergegas membayar semua belanjaannya ke kasir. Karena supermarket cukup sepi, Makka tidak perlu menunggu lama mengantri untuk membayar belanjaannya.
Ekspresi wajah Makka yang benar-benar cerah, membuat kasir yang sedang melayaninya tidak tahan untuk tidak mengucapkan sesuatu. "Anda terlihat sangat senang."
"Benarkah? Hari ini adalah ulang tahun kekasihku, aku berencana membuatkannya sesuatu." Wajah Makka sedikit merona, membuat kasir yang melayaninya hampir menjerit histeris karena gemas. Ia berharap bisa memiliki pasangan seperti pria di depannya. Bukan hanya tampan, tapi juga romantis.
"Kalau begitu semoga berhasil." Kasir melambaikan tangannya, setelah selesai menghitung dan memasukkan semua barang milik pelanggannya.
"Terimakasih." Makka membalas lambaian tangan itu dengan senyuman tipis. Ia tidak seperti ini jika tidak dalam suasana hati yang sangat bagus.
Jarak antara supermarket dan rumahnya tidak terlalu jauh, sehingga Makka hanya perlu berjalan beberapa menit untuk pulang.
Rumah dengan gaya minimalis yang menjadi tempatnya pulang itu terasa dingin dan sepi. Kakaknya Syam memilih untuk tinggal gedung apartemen yang dekat dengan kantornya. Makka tinggal sendirian, terkadang Taiga dan Baek akan menginap setiap akhir pekan untuk menemaninya.
Makka menyalakan lampu dapur. Ia jarang menyentuh tempat ini, sehingga lapisan debu tipis melapisi hampir semua permukaan di dapur. Untuk makan, Makka biasanya akan pergi ke apartemen Syam atau terkadang Iky akan memasak sesuatu untuknya jika ia sedang luang.
Butuh waktu lebih lama dari yang Makka kira untuk membersihkan debu di dapur. Beberapa tempat, memiliki tumpukan debu yang lebih banyak.
Setelah membersihkan dapur, masih ada beberapa masalah yang Makka hadapi. Ia benar-benar lupa dimana semua letak peralatan memasak. Makka lebih sering memasak di dapur milik kakaknya, sehingga ia tidak familiar dengan isi dapur rumahnya.
Karena jika memasak di apartemen Syam, Makka tidak perlu mencuci piring. Syam melarangnya, karena kemampuan Makka dalam mengerjakan urusan rumah tangga benar-benar buruk. Lelaki itu khawatir jika adiknya malah akan memecahkan semua peralatan makan, dan bukannya membersihkannya.
Syam terlalu berlebihan, namun terkadang terasa bagus bagi Makka. Kedua orang tuanya telah meninggal dalam kecelakaan maut saat Makka masih kecil, Syam yang merupakan kakak satu ayah Makka mengambil tanggung jawab untuk mengasuhnya. Jadi, meskipun menyebalkan Makka tidak dapat menyangkal jika ia menyukai segala perhatian dari Syam.
Setelah mencari beberapa saat dengan teliti, Makka akhirnya menemukan semua yang ia butuhkan.
Makanan yang ingin Makka buat adalah sebuah hidangan sederhana yang Iky sukai. Tangannya bergerak dengan cekatan mengupas bawang, membersihkan sayur, dan daging. Ia melakukan semua pekerjaan itu, dengan sangag terampil.
Di tengah-tengah kesibukannya, suara dering ponsel mengalihkan atensi Makka. Ia memeriksa siapa yang meneleponnya. Jika itu Taiga atau Baek, Makka tidak akan segan untuk langsung mematikannya. Namun, orang yang meneleponnya adalah Syam.
Makka memecet tombol hijau di layar ponselnya, ia mencuci tangan lalu mengambil ponselnya.
"Ada apa?" Makka bertanya langsung, tanpa basa-basi atau sapaan terlebih dahulu.
"Kau sedang dimana?" Suara Syam terdengar khawatir.
"Di rumah." Makka menjawab dengan pendek.
"Kenapa kau di sana?"
Makka mengerutkan keningnya, merasa aneh dengan pertanyaan Syam. "Hari ini adalah ulang tahun Iky, aku ingin memasakkan dia sesuatu yang spesial." Makka menjawab dengan gumaman kecil, namun cukup untuk terdengar oleh Syam.
Suata tarikan napas, terdengar di seberang. "Aku akan ke sana."
"Apa? Tidak, kau ingin mengganggu waktuku dengan Iky?" Makka bertanya dengan suara cemberut.
"Jangan sentuh apapun selama aku belum datang."
Belum sempat Makka menjawab, Syam sudah lebih dulu memutuskan panggilannya. Ia memandang ponselnya sebentar, lalu menggerutu pelan.
Memilih untuk mengabaikan larangan Syam, Makka kembali melanjutkan kegiatannya memasak. Setelah menyelesaikan tahap mencuci dan mengiris, Makka mulai ke bagian utama memasak.
Tuangkan minyak ke atas wajan, tunggu sampai panas, lalu masukkan bawang. Tumis sampai harum, lalu masukkan sayuran yang telah dicuci.
Memasak terkadang mengingatkan Makka pada Iky. Masakan gadis itu terasa sangat sempurna, membuat siapa pun yang pernah mencicipinya pasti akan ketagihan. Makka beberapa kali berusaha meniru cara memasak Iky, namun hasilnya tetap berbeda meskipun penampilannya sama.
Makka kembali bersenandung dengan lembut, namun suara dering ponsel membuatnya mengerang dengan keras. Ia kesal karena terus diganggu.
Orang yang meneleponnya adalah Taiga. Bajingan menyebalkan itu. "Ada apa!" Makka membentak seseorang di seberang sana.
"Kasar sekali. Aku hanya ingin bertanya, kau sedang di mana."
"Kau meneleponku untuk menanyakan hal tidak penting?" Makka bertanya dengan suara tidak percaya.
Taiga bersenandung lembut, "Tentu saja."
"Dasar pengangguran." Makka memutuskan panggilannya, tanpa mendengarkan Taiga lebih lama lagi.
Sedangkan di sisi lain, Taiga yang awalnya sedang bersantai menonton salah satu film yang sudah puluhan kali ia tonton di apartemennya terpaksa harus bangkit setelah menerima pesan dari Syam. Yah, sejujurnya ia tidak terpaksa.
Angin dingin malam menyapu wajahnya. Taiga berjalan di trotoar dengan langkah yangg lumayan cepat, seraya sesekali memeriksa posisi seseorang di ponselnya.
Makka, teman sekaligus seseorang yang Taiga sukai sejak kecil. Sebagai teman.
Rumah keluarga Makka terletak tidak terlalu jauh dari apartemen milik Taiga. Syam meminta Taiga untuk menggantikannya menjaga Makka, karena ia memiliki pekerjaan mendadak yang tidak bisa ditunda.
Taiga menghela naPas dengan berat, ia memencet bel rumah Makka. Menunggu seseorang di dalamnya membukakan pintu.
"Apa yang kau lakuka di sini!"
Taiga terkekeh begitu mendengar suara bentakan Makka, bersamaan dengan pintu yang terbuka.
"Kau ini kasar sekali, ayo masuk." Mengabaikan wajah Makka yang keruh, Taiga menyeretnya masuk kedalam rumah.
"Hey, aku ada rencana makan malam spesial dengan Iky. Kau tidak seharusnya berada di sini."
"Apa aku terlihat peduli? Tidak."
"Lepaskan aku, kau bajingan menyebalkan!" Makka menepis lengan Taiga yang melilit lehernya. Ia sangat kesal dengan kelakuan Taiga yang benar-benar menjengkelkan, lebih dari biasanya.
"Aku akan membiarkanmu berada di sini sampai jam sembilan, lebih dari itu aku akan menyeretmu keluar." Makka memilih mengabaikan Taiga yang kini sudah duduk dengan santai di sofa ruang tamu.
Taiga yang berada di ruang tamu, memperhatikan Makka yang sibuk di dapur memasak sesuatu dengan lekat.
"Makka." Taiga memanggil dengan suara lembut.
"Apa?" sahut Makka tanpa menatap Taiga.
"Iky, sudah meninggal." Tiga kata itu diucapkan dengan pelan, namun Taiga tahu jika Makka bisa mendengarnya.
Pemuda 20 tahun itu tidak menghentikan kegiatannya. Matanya yang awalnya bersemangat, perlahan meredup. Taiga tidak mengatakan apa pun lagi, ia hanya menatap Makka yang perlahan-lahan terlihat mulai rapuh.
"Aku tahu." Makka menunduk, menatap potongan sayur di atas meja.
"Berhenti membohongi dirimu sendiri Makka." Kalimat Taiga mungkin terdengar jahat, untuk diucapkan pada seseorang yang masih terluka karena kehilangan kekasihnya. Tapi dia juga ikut terluka, melihat Makka yang tidak kunjung melupakan Iky.
Taiga bangkit, menghampiri Makka yang masih berdiri dengan kaku di dapur.
"Makka, kau harus merelakan kematian Iky. Dia tidak akan senang melihatmu seperti ini, setelah kematiannya." Taiga membelai rambut Makka dengan lembut.
"Aku tidak bisa." Makka berbisik pelan. Melupakan Iky adalah hal yang sulit, ia telah terbiasa dengan kehadirannya sejak kecil.
"Kau bisa mencobanya pelan-pelan, aku akan membantumu." Taiga mengulas senyum manis saat Makka mendongak, menatap langsung matanya.
Taiga mematikan kompor, ia menuntun Makka untuk duduk di sofa. Mata biru itu masih menatap Taiga dengan lekat. Entah itu hanya perasaan Makka, atau memang jarak antara dirinya dan Taiga semakin dekat.
"Taiga, kau...."
BRAK!
"MAKKA!" Kalimat Makka terpotong oleh suara pintu yang dibuka dengan kasar.
Taiga menoleh, menatap seseorang yang baru saja memasuki ruangan dengan tatapan kesal. Syam—orang yang baru saja menerobos masuk ke dalam rumah, membalas tatapan Taiga dengan tajam.
"Kau pulang lebih awal." Makka yang tidak menyadari aura permusuhan antara teman dan kakak laki-lakinya, bertanya dengan aneh. Syam biasanya masih bekerja di jam-jam seperti ini.
"Ya, aku baru ingat jika meninggalkanmu dengan bajingan ini adalah hal yang haram!" Syam mendorong Taiga yang berdiri berdekatan dengan adiknya.
Makka memiringkan kepalanya, tidak mengerti mengapa Syam terlihat sangat kesal.
Taiga yang terdorong oleh Syam, menahan kekesalannya dengan senyuman kaku. Kehadiran Syam kali ini, membuatnya semakin termotivasi. Ia akan melakukannya di lain hari!
SELESAI
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top