6.4 A-Capital: five emperors
DI SEBUAH kamar yang megah, dua orang lelaki sedang berseteru. Dalam diam, keduanya beradu tatapan tajam. Syam dan Makka. Sepasang saudara ini tak memiliki rasa sayang yang menyeruak di antara keduanya.
"Apakah Pak Tua itu sudah masuk neraka?" tanya pemilik mata merah sembari bersandar di atas bangku. Seraya memandang sang adik yang berdiri di seberang ranjang, Syam tersenyum dengan sinar matahari menyinari punggung.
"Jangan hina bapak!" Makka membela pria yang dimaksud oleh sang abang. Dia ini tahu Syam punya dendam kepada bapak mereka. Namun, itu semua bukan salah sang bapak. "Bisakah kau menghormatinya?"
Syam hanya tertawa. Pria bermata merah itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Dia sadar, Makka berbeda dengannya. Adiknya bukan orang yang licik.
"Aku ini abangmu, Makka. Panggil aku dengan panggilan yang semestinya!" pinta Syam menggoda. "Abang Syam. Coba katakan itu!"
Makka hanya terdiam. Dia enggan berkata. Dia hanya menatap tajam pria di depannya. "Syam. Puas?"
"Aku tidak mau akrab denganmu!" seru Makka tegas. "Meski kau adalah abangku, aku tidak rela jika kau tidak menghormati bapak sama sekali. Anak macam apa kau ini?"
Syam mengangkat kedua bahunya. Tanpa merasa berdosa, dia malah tersenyum. "Aku tidak peduli—!"
Sebuah tembakan dilepaskan oleh Makka. MESS air itu tak segan untuk menembak abangnya.
Tenang. Tidak yang perlu dikhawatirkan. Syam menahan tembakan laser itu mudah. Dia ternyata benar-benar MESS api. Shotgun yang mengandung kekuatan bapak Makka—yang merupakan MESS api—jelas tidak akan berefek kepada sesamanya.
"Hei, kau ini apa-apaan!" seru Syam mengiringinya dengan tawa mengejek. Aneh. MESS api itu malah tidak murka karena tembakan sang adik. Syam pasti sangat percaya diri dengan kehebatannya. Sangat sombong. Makka malah semakin kesal dibuatnya.
"Aku sudah bisa menebak semuanya!" jawab Makka bersuara meninggi. Dia menatap Syam semakin tajam. Sang adik menyadari sesuatu. "Kau adalah otak di balik pembantaian Benua Midas setahun lalu, kan? Kau yang memberitahu Lemyaku di mana tempat tinggal Bapak!"
Syam diam dengan ringis lebar tergurat di bibir. Dia tak menyanggah Makka, lalu malah bertepuk tangan seraya melontarkan tawa kencang. "Benar! Kau benar, Makka! Sekarang, aku tidak perlu repot-repot menutupinya darimu! Kau sudah berhasil menerkanya!"
Makka terperanjat mendengar jawaban sang abang. Dia sampai tak bisa berkata-kata. Ini semua gila! Pagi itu, Makka baru tahu dirinya punya seorang abang. Sayang, MESS air ini malah secara tak langsung menemukan pembunuh sang bapak. Dengan bersamaan!
"Makka, aku jadi ingin mengatakan sesuatu kepadamu. Anggap saja, ini adalah hadiah karena kau telah mau repot-repot menebak kejadian itu. Ini semua tentang keberadaanmu di sini," ungkap Syam sembari mendekati sang adik.
"Aku dengar, kau menjadi Kaisar karena ingin melindungi banyak orang, kan? Haha, kau lugu sekali, Adikku. Dengan bergabungnya kau di sini, Kaisar menjadi lebih dari cukup! Memangnya kau tidak pernah berpikir, siapakah Kaisar keempat selama ini?
"Akulah Kaisar keempat!
"Tanpa adanya dirimu, kami sudah lengkap! Hari kemenangan tetap akan dijalankan! Kiamat ketiga, kehancuran bagi MESS dan manusia, akan terjadi!
"Tiga hari lagi! Di saat bulan tak tampak di langit, dunia akan mengetahui kami, mengetahui Kaisar kelima juga! Itu kau, Makka! Kita berlima akan menjadi penguasa di bumi yang baru!
"Bersiaplah, Makka! Semuanya akan mati! Siapa lagi yang hendak kau lindungi, hah?" tantang Syam angkuh. Tawa terlontar kencang dari mulut. Sampai membuat sang adik membeku ketakutan, Syam semakin senang.
Keadaan menjadi semakin kacau. Bayangan masa depan semakin jauh dari perkiraan Makka. Salah. Pengorbanan bukanlah pilihan yang tepat. Cara satu-satunya hanyalah itu.
Sebuah pemberontakan.
Mustahil—!
Suara ledakan tiba-tiba terdengar di halaman gedung putih. Spontan memutus pembicaraan yang tegang antara kakak-beradik ini, keduanya langsung memandang sumber ledakan dari jendela kaca.
Taiga menghantam tanah dengan penuh amarah. Itu adalah Taiga. "Di mana Makka!?"
Taiga sudah menyadari kepergian temannya. Dia masih ingat dengan pesan Makka mengenai pemberontakan dan pengorbanan. Taiga memberikan kebebasan kepada sang teman untuk memilih. Namun, MESS otot itu tak menyangka Makka akan pergi secepat ini.
"Apa-apaan pembuat onar itu!" seru Syam bernada merendahkan. Abang Makka ini tak tahu bahwa laki-laki yang direndahkannya adalah teman sang adik. "Makka, apakah kau mengenalnya?"
Tanpa berkata apa pun, Makka langsung berlari pergi. Dari gelagat sang adik, pembuat onar itu pasti temannya. Syam hanya tertawa sendiri.
Jelas, Makka akan memberitahukan rencana para Kaisar kepada sang teman. Namun, Syam tidak peduli. Bisa apa mereka untuk menghentikan sebuah kiamat? Mereka harus mengalahkan semua Kaisar untuk memenanginya. Itu mustahil.
Akan tetapi, ada satu hal yang mengganjal di hari Syam. Ini tentang Makka. Sebelum sang adik keluar dari ruangan, dia menahannya, dan harus mengatakan sesuatu, "Makka, tunggu! Aku ingin kau mengetahui hal ini."
Makka berhenti sejenak. Sementara sang abang menghela napas untuk melanjutkan pembicaraan.
"Aku senang kau bergabung," ucap Syam menyunggingkan senyuman tulus. "Aku ingin kamu selamat, Adikku."
Makka terdiam tak berkata apa pun. Dengan tatapan penuh kebencian, dia tidak peduli dengan omongan Syam. Makka tak senang. Meski sang abang senang saat bersama Makka, sang adik sama sekali tak bahagia. MESS air itu tak ingin hidup bersama orang yang mendurhakai orang tuanya sendiri. Munafik.
Pemuda Arab itu kemudian berlari secepatnya. Makka tak mau para Kaisar menangani temannya. MESS air itu mau Taiga keluar dari gedung putih hidup-hidup. Bukan sekadar untuk melindunginya, melainkan untuk meminta sebuah persiapan.
Pemberontakan.
***
MAKKA terus berlari hingga bisa mencapai halaman luar. Matahari sudah menyinari kepala. Dia sudah bisa melihat Taiga di depan mata birunya. Namun, orang-orang itu mengelilinginya. Para Kaisar.
"Menjauhlah!" teriak Makka dengan suara terkencangnya. Dia mendorong para Kaisar pergi. Dengan sigap, Makka meneriakkan peringatan kepada para pria yang mengelilingi Taiga. "Laki-laki ini adalah bagianku! Kalian tidak berhak memiliki kepunyaanku!"
Seketika, semua Kaisar menjauh. Mereka hanya memandangi Taiga dari jauh. Di tengah halaman itu, tersisa Makka dan Taiga. Keduanya saling menatap dengan rasa tak percaya.
Mengapa kau melakukan ini?
Itu adalah perkataan yang Taiga lontarkan dari dalam hatinya. Penuh rasa tak percaya, membuat pemuda Arab ini malu kepada diri sendiri.
Tanpa berlama-lama, Makka langsung berlari dan melompat ke arah temannya. Dirinya memeluk Taiga erat-erat. Saking kuatnya, leher MESS otot itu sampai harus dikalungi oleh tangan kekar Makka.
Bukannya senang, laki-laki yang kini dipeluk oleh Makka itu malah merasa aneh. MESS air ini pasti akan marah saat Taiga melakukan keonaran, bukan janggalnya mendapatkan pelukan. Ada yang dengan temannya ini.
Akan tetapi, saat Taiga menatap mata biru pemuda yang memeluknya, kejanggalan itu terjawab. Makka membisikkan sesuatu kepada Taiga,
"Taiga, dengarkan aku!" bisiknya. "Pengorbanan gagal. Kiamat ketiga ... tiga hari lagi."
Taiga tercekat dengan apa yang Makka katakan. Dia sontak memandang para pria yang ada di balik Makka. Empat orang yang berdiri angkuh. Lemyaku, Syam, Torue, dan Saba. Semuanya sama kuat seperti sang MESS air.
Makka benar. Orang-orang ini sudah cukup untuk menghancurkan dunia. Apalagi ditambah dengan Makka, lengkap sudah mimpi buruk ini. Mereka akan mengadakan kiamat ketiga. Lima Kaisar.
Di tengah rasa terkejut yang mengganggu Taiga, dia harus melihat temannya pergi. Pemuda yang memeluknya tadi mulai menjauh. Air mata tak terasa menetes dari netra hijaunya. Taiga tak pernah menyangka ini akan terjadi.
Makka akan mengurus kiamat ketiga dari dalam. Taiga harus menyiapkan sisanya.
Semakin menjauh, Makka pergi membawa para Kaisar masuk, sementara Taiga hanya bisa berdiri mematung. Dia tak kuasa memandang temannya pergi menjauh. Tidak, Makka tidak meninggalkan kami.
Taiga mencoba menguatkan diri. Dia berusaha memahami pesan Makka. Pemuda itu pasti tidak pernah mengkhianati kaumnya. Ini pasti ada sangkut pautnya dengan dua masa depan yang dikatakan MESS air itu, Makka mengubah pilihannya.
Pemberontakan atau pengorbanan. Makka memilih keduanya.
Taiga menyadari hal itu. Makka akan berkorban, sementara semua orang harus memberontak. Baik MESS maupun manusia, semuanya mesti bertarung bersama.
Untuk menyambut kiamat, tak ada yang boleh tertawa riang. Tidak ada yang boleh mengemis perlindungan.
Semua orang harus berjuang. Semua orang harus menangis.
Kita pikul ini semua bersama.
Untuk sebuah kemenangan.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top