5.5 Quartz: I am home

DELI berteriak sekencang yang ia bisa. Gadis berdarah Latin itu tak kuasa menahan takut ketika melihat seekor burung phoenix melesat ke arahnya. Dia tidak menyangka Konvergen lebih menakutkan daripada orang-orang Negeri Jonah yang menghardiknya dulu.

"Hempaskan!" Inoe mengeluarkan tangan gaib.

MESS gaib itu memanggil pengawalnya dengan cepat. Sekumpulan tangan-kaki berukuran raksasa menghadang Blue Bird. Meski Deli dan Aqso tak bisa membantu, Inoe dapat mengatasi laki-laki burung ini sendirian.

Suara hempasan tangan gaib semakin terdengar kencang. Kekuatannya sangat menakjubkan. Sekali kibas, Blue Bird sampai terpental ratusan meter.

Meski laki-laki bertato itu sudah terpental berkali-kali, Blue Bird terus menyerang dari berbagai arah. Hingga sebuah serangan melesat dari arah bawah, dan hampir mengenai Deli.

"Ah, tanganku!" seru gadis berambut kepang itu berteriak. Dirinya meringis kesakitan. Sesekali, Deli mengusap lengan kiri. Api biru dari laki-laki phoenix itu membubuhi luka bakar kepada semua orang di dekatnya.

Ketika melihat Deli terluka, laki-laki berambut pirang di depannya sontak khawatir. Kedua anak yatim ini tidak bisa berada di sini. Konvergen tidak akan mengasihani siapa saja meski itu hanyalah anak-anak. "Deli, Aqso, keluarlah!"

"Tapi Inoe—" sahut Deli.

"Masuklah ke Benua Hispan! Jangan pedulikan kami!" seru Inoe khawatir. Meski sedikit membentak, laki-laki berdadah Alaska itu sangat peduli kepada Deli dan Aqso. Keringat sampai tak henti bercucuran dari keningnya disebabkan ketegangan ini. "Aku mohon, menurutlah!"

Deli terdiam sesaat. Gadis berambut coklat itu ragu. Namun, dirinya mau menuruti Inoe. Deli menganggukkan kepala, begitu pula dengan Aqso. Keduanya pun bergegas membuat lubang di tengkuk raksasa yang mereka naiki. Mereka akan keluar dari sana.

Akan tetapi, Inoe menahan kedua anak yatim itu sebelum melompat keluar. Laki-laki berambut pirang ini ingin menyampaikan sesuatu. Kepada Aqso. Mata perak Inoe menatap serius bocah berambut ikal itu. "Lindungi Deli! Meski kau pendiam sama sepertiku, jangan pernah mematung ketika orang yang kau sayang dilukai! Aqso, aku mempercayaimu."

Aqso mengangguk seraya memasang wajah tegang. Dia tak menyangka kehadirannya akan dianggap. Ini adalah pertama kalinya. Laki-laki berkulit coklat itu sangat senang.

Aqso memang pendiam. Sering kali, dirinya tidak dianggap, hanya Deli yang menganggapnya. Selain karena sesama MESS, Deli adalah gadis yang baik. Dia bilang Aqso tampak keren saat diam. Maka dari itu, Aqso melindungi gadis manis itu sepenuh hati.

"Pasti! Bahkan dengan nyawaku!" jawab Aqso tegas. Jawaban bocah berdarah Asia Selatan itu sampai membuat Inoe tertegun, begitu pula Deli. Mereka tak menyangka orang pendiam seperti Aqso mengatakan hal seheroik itu.

"Bagus!" puji Inoe menyunggingkan senyuman lebar. Laki-laki berdarah Alaska itu paham betul bagaimana rasanya dilupakan dan tidak dianggap. Karena itu, orang pendiam akan melakukan pengorbanan sebesar apa pun ke orang yang berbuat baik kepadanya. Aqso sama sepertiku.

Tanpa menunggu lama, Blue Bird mulai menyerang lagi. Ketika melihat hal itu, senyuman Inoe harus terputus. Deli dan Aqso harus pergi dari mulut raksasa itu. Hingga saat sang burung phoenix menabrak mulut raksasa, dua anak yatim ini langsung melompat ke luar.

Sebuah tiang-tiang bermunculan dari tanah. Deli menggunakan kekuatan arsiteknya. Gadis itu melompat satu per satu pada tiang-tiang ini, bagai langkah kaki.

Aqso berubah menjadi siluman rajawali. Dengan sayap coklat kemerahan yang gagah, bocah itu terbang cepat menuju gerbang Benua Hispan—yang merupakan sebuah jembatan raksasa.

Kedua anak yatim itu sedikit lagi berhasil mencapai tujuan. Deli melakukan lompatan di antara tiang yang menjulang tinggi, sementara Aqso melesat dengan wujud rajawali. Kedua MESS ini menggunakan kekuatannya semaksimal mungkin.

Akan tetapi, sebuah gemuruh menghentikan pelarian kedua anak yatim itu, terutama Deli. Gadis berdarah Latin ini merasakan getaran pada tiang-tiang yang ia pijak. Seperti ditabrak oleh benda kuat, MESS arsitek ini bisa jatuh dengan mudah.

"Deli!" seru Aqso panik. Bocah rajawali ini membelok kembali ke arah Deli. Hendak menukik turun untuk memeriksa, gadis yang kini berpegangan di tiang itu melarang temannya.

"Aqso, pergilah! Jangan pedulikan aku!" balas Deli kencang. Gadis berambut kepang dua itu berusaha membujuk sang teman. Dia tidak mau Aqso terluka sebab melindunginya. Meski menakutkan, Deli akan menanganinya sendiri. "Aku tidak apa-apa."

Mustahil! Gadis itu ... bisa mati! Aqso berseru dalam hati. Dia sangat khawatir kepada Deli. Biasanya, bocah berambut ikal itu akan menuruti temannya. Namun, kali ini, Aqso tidak bisa. Dia sudah berjanji. Aku akan melindungimu.

Tanpa menunggu lama, Aqso menukik tajam ke bawah tiang. Dia mencoba menembus gemuruh yang sampai menerbangkan debu hingga bocah Pakistan itu sadar, gemuruh ini berasal dari banteng. Red Bull ada di sini.

Aqso hendak menusuk satu per satu banteng yang mengamuk dengan cakarnya. Sesekali, dia menggunakan paruhnya yang tajam. Bocah rajawali itu bersungguh-sungguh melindungi Deli.

Gadis yang dilindungi oleh bocah rajawali itu hanya bisa meneteskan air mata. Mata hitamnya tak kuasa melihat laki-laki pendiam yang ia pikir butuh perlindungan. Sekarang, laki-laki pendiam itu bertarung di garis depan. Untuknya.

"Aqso!" teriak Deli dengan suara terkencangnya. Gadis Latin itu akan bertarung di samping Aqso. Saling melindungi. Hidup bersama, mati serempak.

Tiang-tiang tinggi keluar bergantian dari angkasa. Satu per satu menumbuk banteng yang mengamuk keras, Deli bertarung bersama Aqso, laki-laki pendiam yang ia sayangi.

Jeroan banteng berhamburan ke seluruh tanah tandus. Warna merah menciprati seluruh permukaan batuan coklat. Tumbukan Deli dan keganasan Aqso mengalahkan amukan banteng-banteng merah.

Hingga saat banteng-banteng itu sudah lenyap, seorang wanita bergaun merah muncul dari balik salah satu jasad. Wanita itu dikenal oleh Deli dan Aqso. Seseorang yang dulu menculiknya, Red Bull. "Lama tak jumpa, Anak-Anak."

Deli dan Aqso serentak membelalakkan mata lebar-lebar. Bulir keringat mulai berbuah dari pelipis mereka. Kedua anak yatim ini terkejut. Anggota Konvergen ada di hadapan mereka. Habislah kita!

"Persiapkan kematian kalian!" seru Red Bull mengguratkan senyum angkuh. Wanita Tiongkok itu mulai berubah menjadi banteng perlahan, sebuah siluman setengah banteng lebih tepatnya. Tanduk mulai mencuat. Tubuhnya semakin besar. Red Bull akan menyelesaikan tugas.

Aqso gemetar hebat di bawah sana. Bocah rajawali itu hampir menyerahkan nyawa. Namun, Deli meneriakinya dari atas, "Jadilah kuat, Aqso!"

Aku ada di sini! Deli memberikan pesan yang disampaikan dengan senyum manis. Sangat tulus. Ajaibnya, hal kecil itu bisa membuat Aqso tak gentar. Ketakutan berubah menjadi keyakinan.

"Kita tidak akan mati!" seru Aqso amat gagah berani.

Red Bull mengamuk keras. Monster banteng itu berlari maju. Dengan hasrat hewani, Red Bull lupa bahwa dirinya adalah seorang manusia, juga wanita.

Aqso tak gentar dengan amukan monster banteng di depannya. Bocah rajawali itu meluncur maju. Di samping kanan-kirinya, tiang-tiang Deli berjatuhan dengan lincah berusaha melindungi Aqso. MESS arsitek itu tak segan untuk menumbuk Red Bull.

Kedua anak yatim itu melawan Red Bull, sementara Inoe masih berjibaku dengan amukan Blue Bird.

Ketika melihat keadaan ini, Makka mempercepat langkah. "Aku terlambat!"

Sebuah tembakan melesat kencang ke arah Blue Bird. Tembakan itu tepat sasaran. Darah memuncrat dari dada. Lubang menganga jelas tembus dari punggung ke depan. Akan tetapi, lubang itu kembali menutup. Blue Bird tak bisa dilukai.

Aneh. Laki-laki burung itu malah menatap Makka sembari menyunggingkan senyuman. Blue Bird tidak menggubris laki-laki yang membawa shotgun di bawahnya. Blue Bird memandang rendah Makka. Laki-laki berambut biru itu sedang asyik bermain dengan Inoe. "Jangan menggangguku!"

Blue Bird melanjutkan serangan pada Inoe yang ada di atas raksasa batu. Laki-laki burung itu menghantamkan tubuh berkali-kali. Sementara itu, sang MESS gaib terus menghempaskannya dengan tangan tak terlihat.

Inoe mukai kewalahan karena musuh yang dihadapinya tak berbeda dengan makhluk abadi. Tidak ada luka. Blue Bird selalu pulih seperti semula, sementara Inoe semakin kelelahan. Beberapa tangannya berdarah terkena cabikan Blue Bird.

Makka tak bisa diam. Dia harus menyelamatkan teman-temannya. Namun, MESS air itu terdiam ketika melihat suatu hal yang ganjil.

Sebuah gagang pintu keluar dari saku celana Inoe.

Celaka! Makka berseru dalam hati. Dia tahu gagang pintu ini sangat berbahaya. Kekuatan Quartz akan muncul kembali jika terlepas dari Inoe. Ini tak bisa dibiarkan.

Serangan Blue Bird membuat gagang pintu itu semakin mengayun rendah. Sebentar lagi, kekuatan Quartz akan terlepas.

"Matilah kau!" Blue Bird mengerahkan serangan terkuat. Raksasa batu di depannya sampai bergoyang, dan hampir roboh.

Inoe terjengkal mundur. Laki-laki berambut pirang itu sampai merasakan hal yang aneh dari saku. Gagang Quartz sebentar lagi terlepas. Tuhan, tidak!

Laki-laki berambut pirang itu membeku diam. Segala mimpi buruk terlintas di benak Inoe. Kematian Deli dan Aqso, juga akhir dari Makka, harapan terakhir MESS. Sudah terlambat.

Gagang pintu itu meluncur keluar. Sebentar lagi, semuanya akan berubah menjadi benda mati—

Tangan air raksasa tiba-tiba menjulur panjang meliputi Inoe. Selain meliputi Inoe, lengan air itu memanjang jauh kepada Deli dan Aqso. Makka menyelamatkan semua. Tepat waktu.

Gagang pintu itu lepas dari Inoe. Kekuatan Quartz keluar di tempat ini, dataran tandus antara Benua Uro dan Hispan.

Medan kekuatan aneh kembali muncul. Seketika, tekanan menyelimuti seluruh orang. Beruntung, Makka menghubungkan tubuhnya dengan Inoe. Mereka selamat dari transformasi mengerikan ini.

Sudah selesai.

***

BENAR. Pertarungan tadi menambah kegelapan malam. Lampu-lampu di sepanjang jalan harus padam sebab tertanduk banteng Red Bull. Sementara itu, raksasa dan tiang-tiang Deli semakin menambah kehancuran.

Di bawah langit yang gelap, berdiri sebuah sofa biru dan sebongkah vas merah. Ternyata, Quartz benar-benar masih hidup. Kekuatannya nyata. Red Bull dan Blue Bird berubah menjadi perabotan.

Telah meninggalkan empat orang yang bernapas terengah-engah, pertarungan ini hampir membunuh semua kepala. Konvergen secara tak sadar membuat semuanya kacau. Kekuatan Quartz keluar di tempat yang tidak tepat. Inoe harus membawanya pulang ke jasad bola.

Beruntung, ini semua berakhir. Kedua anak yatim itu akhirnya bisa pulang ke kampung halaman. Deli dan Aqso berhasil memasuki Benua Hispan. Dengan penuh riang, keduanya bersorak gembira.

Sementara itu, ketika melihat kedatangan Makka dan tiga temannya, penduduk benua yang dulu bernama Amerika Selatan itu keluar menyambut mereka. Orang-orang di sana sangat hangat. Apalagi, Deli adalah orang berdarah Latin. Mereka amat senang.

"Makka, Inoe, ayo ikut kami! Kita tinggal bersama di sini!" ajak Deli memasang raut wajah polos. Senyuman gadis Latin itu sangat lebar. Ini adalah kenangan terindahnya. Sudah setahun Deli dan Aqso tidak berinteraksi dengan manusia.

Makka hanya bisa tersenyum. Dia tak mau merusak kebahagian Deli. Dia tak ingin menolak, tapi Makka harus menyelesaikan tugas. Sebagai ganti, pemuda Arab itu memeluk kedua anak yatim di depannya. Hangat. Makka mendekap mereka erat-erat.

"Terima kasih, Deli. Aku sangat ingin menemanimu. Namun, aku dan Inoe harus pergi. Tugas kami belum selesai," ujar Makka dengan nada yang halus. Senyuman hangat terus ia pasang untuk menghibur kedua anak yatim di depannya.

Tidak sesuai harapan, Deli dan Aqso malah mengeluarkan senyum lebar. Mereka berdua mendekap balik Makka erat-erat. "Kami mengerti. Makka, hati-hati. Kami menyayangimu."

Makka dan Inoe hanya bisa tersenyum memandang Deli dan Aqso. Dua anak ini merupakan harapan mereka, seorang tunas muda. MESS belum lenyap meski kiamat sudah melanda.

Sebentar lagi, perpisahan seperti ini akan sering terjadi.

Dengan hati besar, Makka dan Inoe pergi meninggalkan kedua anak yatim itu. Mereka melambaikan tangan kanan dengan kencang. Senyum lebar, juga mata berkaca-kaca, mengiringi kepergian kedua laki-laki itu.

Akhir yang bahagia.

Negeri Jonah tidak terkurung lagi. Kedua anak yatim bisa pulang. Konvergen sudah lenyap.

"Quartz berada di tangan kita."

Inoe berucap seraya memasang senyuman yang merekah lebar. Kemenangan semakin datang mendekat. Hanya menunggu waktu, mimpi buruk ini akan berakhir.

"Aku akan kembali ke Benua Tundra. Aku akan membangkitkan Quartz," kata Inoe penuh keyakinan. Matanya tidak seabai biasanya. Sekarang, laki-laki berambut pirang itu lebih tangguh. Lebih siap. "Kau akan ke mana setelah ini?"

Ketika mendengar pertanyaan Inoe, pemuda Arab yang ada di samping, tersenyum lebar. Makka menghela napas panjang. Mata birunya menatap langit yang bertaburan bintang. "Aku ... akan ke A-Capital."

Dirinya diam sejenak. Makka kemudian mengalihkan pandangannya pada mata perak di depannya. "Perjalananku akan segera berakhir. Sebentar lagi, aku akan menemukan semua kebenaran."

Dengan senyuman yang sama, kedua laki-laki itu melanjutkan langkah dengan yakin. Tak takut pada mimpi buruk. Mereka berdua percaya, fajar akan selalu terbit meskipun itu harus dari ufuk barat.

Sebentar lagi, semua selesai.

Ibu, aku pulang.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top