5.4 Quartz: capital gate
BENUA Hispan sudah berada di depan mata. Sebentar lagi, kedua anak yatim dari Negeri Jonah akan pulang ke kampung tempat mereka dilahirkan. Makka sungguh menepati janji.
Dia melaju cepat-cepat bersama tiga MESS lainnya. Di atas sebuah raksasa, keempat orang ini dapat melalui Benua Uro dalam setengah hari. Sangat kencang.
Di Benua Uro—atau dulu bernama Eropa—Makka dan ketiga temannya tak melalui jalan raya utama. Benua Uro masih dipenuhi gedung-gedung tinggi. Mustahil untuk melewatinya. Mereka adalah MESS. Apalagi, mereka menaiki sebuah raksasa. Sangat memancing perhatian.
Empat MESS yang keluar dari Negeri Jonah ini, mengendarai sebongkah batu. Lebih tepatnya, raksasa batu yang berlari kencang. Bagai mengikuti lomba lari, raksasa itu melesat secepat pesawat terbang.
Sang raksasa berlari menyusuri pantai barat. Di sana, jarak tempuh lebih pendek. Selain itu, manusia jarang meninggalinya. Keputusan yang sangat cerdas.
Mereka melaju dari pagi, tanpa henti. Waktu sore bahkan sudah menyambut keempat orang di atas raksasa itu. Langit telah menunjukkan mega. Terasa lelah, tapi menyenangkan bagi pencari kebebasan.
"Makka, beristirahatlah!" seru Inoe sembari duduk santai. "Kau dari pagi berdiri terus."
Inoe bersama dua anak yatim itu duduk di dalam mulut raksasa yang terus menganga. Sementara itu, Makka terus bertengger di pundak kanan raksasa yang berlari kencang. Menatap bergantian ke depan dan belakang, dia selalu waspada.
"Tidak, Inoe. Terima kasih." Makka menggelengkan kepala. Wajahnya masih khawatir. "Aku khawatir kepada mereka."
Inoe memicingkan mata peraknya. Laki-laki berambut pirang itu tidak tahu orang-orang yang dimaksud Makka. Tidak, hingga dirinya sadar bahwa mereka sedang ada di benua cold sea. "Konvergen?"
Makka mengangguk seraya memasang tatapan serius. Pemuda Arab itu berupaya menyiapkan kedatangan murid-murid sang guru, Romanov. Pria itu pasti sudah menyiapkan Konvergen dengan baik. Sebuah mesin pembunuh. Sama seperti Makka.
Ketika melihat temannya yang khawatir, Inoe menggeleng dengan senyuman. Laki-laki berambut pirang itu menatap arah belakang. Mata peraknya menunjukkan sesuatu kepada sang teman. "Makka, akan kuberi tahu suatu hal."
Pemuda Arab itu seketika menolehkan mata birunya kepada Inoe. Akhirnya, Makka melepaskan tatapan dari cakrawala yang ia awasi sejak tadi pagi.
"Konvergen ada di belakang kita," bisik Inoe tanpa rasa takut. Aneh. MESS gaib itu malah tertawa kecil. Tak gemetar ragu.
Makka membelalakkan mata. Mulutnya ia tekuk. Pemuda Arab itu seperti hendak menerkam Inoe. Mengapa dirinya tidak diberi tahu sejak awal? "Kenapa kau—"
"Aku bisa mendapat kabar dari makhluk gaib yang bisa terbang," ujar Inoe memotong perkataan Makka. Hampir lengah, laki-laki berdarah Alaska ini sudah terbuai dengan kedamaian SEA yang ia tinggali setahun lalu. "Mereka menemukan kita karena seorang MESS burung. Aku tidak tahu jenisnya. Lucunya, dia berwarna biru. Haha!"
Makka tak tertawa sama sekali. Dia malah menatap Inoe datar. Wajahnya kesal. Dirinya mengetahui bahwa Inoe belum mengenal Konvergen sepenuhnya. "Kau salah, Inoe."
"Tidak mungkin Blue Bird bisa melacak kita. Dia hanyalah seorang pengawas.
"Keberadaan kita dilacak oleh pria yang bernama Gold Fish. Dia dapat menggunakan sonar seperti lumba-lumba. Sayang, lumba-lumba bahkan bukan jenis ikan. Namun, dia memaksa menggunakan nama Fish.
"Selain itu, mereka pasti bisa mengejar kita berkat Red Bull. Wanita itu bisa mengubah bagian tubuh menjadi banteng seenak jidat. Sebuah kulit ari pun bisa ia ubah.
"Terakhir, wanita seksi yang kau lihat dengan penuh gairah, dia Black Mamba. Wanita itu menyimpan perbekalan di perut. Dia adalah sumber kehidupan Konvergen," ujar Makka sangat fasih.
Laki-laki yang ada di depan Makka hanya bisa termenung. Inoe tidak tahu Konvergen ternyata seprofesional itu. Anehnya, MESS air ini mengetahui mereka dengan baik. "Bagaimana kau bisa mengetahui itu semua?"
"Aku sudah bilang kepadamu." Makka memasang wajah malas. Dia sudah kesal dengan kelengahan Inoe. "Mereka adalah murid-murid guruku, Romanov, pria yang memburumu kemarin."
Inoe terdiam tak bersuara. Laki-laki berambut pirang itu tertunduk malu. Dia sadar bahwa kelengahannya hampir mengantarkan Deli dan Aqso dalam bahaya. "Kalau begitu, kita harus segera menghentikan mereka! Jarak mereka hanya lima kilometer dari kita."
Makka berpikir sejenak. Dia tak berkeberatan jika harus bertarung di sini. Namun, bagaimana dengan Deli dan Aqso? Mereka hanya bocah berusia tiga belas tahun. "Aku akan menghadapinya. Sendiri."
"Kau gila!" bentak Inoe terkejut. "Aku juga ingin membantu—"
"Tidak! Kau jagalah anak-anak itu!" pinta Makka sungguh-sungguh. "Aku memohon kepadamu."
Inoe tak bisa berkata-kata. Dia paham dengan alasan Makka. Keselamatan Deli dan Aqso adalah prioritas utama. Makka pasti bisa menanganinya sendiri.
Keadaan menjadi sendu, hingga Deli dan Aqso tiba-tiba mengagetkan Inoe. Kedua anak yatim itu mendengar perkataan Makka. Mereka kesal. "Aku ingin membantu Makka!"
Makka hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepala. Dia memberikan senyum hangat. Dengan lembut, ia menenangkan kedua anak yang meminta bertarung bersama. "Tidak perlu. Aku bisa menghadapinya sendiri. Aku janji."
"Kalau begitu, biarkan kami menunggu di depan gerbang ibukota!" seru Deli polos. Ucapan Makka masih belum bisa menenangkan pikirannya. "Kami hanya mau masuk ke Hispan bersama Makka. Kami akan menunggumu."
Makka tersentak. Dirinya ingin menolak, tapi tak bisa. Pemuda Arab itu sadar bahwa alasan Deli tidak ada yang salah. Namun, ada kekhawatiran menyelimuti hati kecilnya.
"Tidak perlu risau, Makka!" seru Deli sekali lagi bernada polos. Gadis berkepang dua itu tersenyum lebar. Dia sangat percaya kepada Makka. Aqso yang ada di sampingnya pun mengikuti Deli. Bocah berambut ikal itu juga tersenyum lebar. Bahkan, memperlihatkan gigi ompongnya.
Ketika melihat ketulusan hati Deli dan Aqso, Makka tak bisa berkata apa-apa. Dengan tulus, Makka mengelus kepala kedua anak yatim di depannya. "Baiklah."
Pemuda Arab itu diam sejenak. Makka mengucap salam kepada Inoe dan kedua anak yatim di depannya. "Aku akan menyusul kalian."
Makka melompat bebas dari atas pundak raksasa yang tengah berlari kencang. Dengan air sungai yang mengalir di samping kanan-kiri, MESS air itu akan menangani Konvergen.
***
MATAHARI sudah tenggelam ke tempat bernaung. Ini waktunya. Kegelapan akan menelan kegelapan yang lain. Malam ini, Konvergen akan berakhir.
Makka berdiri tegap. Matanya menatap tajam ke selatan cakrawala. Dia menantikan kedatangan orang yang harus ia hapus dari muka bumi.
Dengan shotgun terpasang di depan muka, pemuda Arab itu sudah siap menyerang. Hingga dirinya bisa mendengar suatu gemuruh, suara yang ia nanti, derap larian banteng.
Matilah kalian!
Sebuah-tembakan-sinar meluncur kencang dari mulut shotgun Makka. Hingga menyinari gelapnya dataran tandus, dia mengeluarkan tembakan dahsyat.
Tepat sasaran. Suara gemuruh itu berhenti. Makka berhasil menghentikan orang-orang yang mengejarnya. Namun, dia tahu, Konvergen tidak akan tewas secepat itu.
Kepulan debu menghalangi pandangan MESS air itu. Makka tak bisa mendeteksi Konvergen. Tak ada bunyi yang terdengar, hingga dia mendapati ada sesuatu yang melesat ke langit.
Seekor burung raksasa melesat tinggi ke langit malam. Burung itu indah. Warnanya biru dengan api membumbung keluar dari badan. Seekor phoenix. Tidak. Itu Blue Bird.
Makka langsung mengarahkan shotgun ke burung phoenix itu. Namun, suara gemuruh keras tiba-tiba berdentum lagi. Lebih kencang. Lebih banyak. Hingga kepulan debu menghilang, sumber suara itu pun terlihat.
Kawanan banteng berlari mengamuk dahsyat. Ribuan. Semuanya berlomba menghunjam Makka sembari mengeluarkan dengusan kencang.
Sial! Makka berseru dalam batin. Dia sadar bahwa Konvergen sangat merepotkan. Mereka adalah MESS sekaligus petarung yang andal. Namun, aku akan memenanginya.
Tanpa menunggu lama, Makka menarik pelatuk shotgun. Satu per satu banteng tewas terpanggang oleh tembakan dahsyat pemuda Arab itu. Saking dahsyatnya, ribuan banteng yang menyerangnya tewas dalam waktu lima menit.
Makka berhasil, tapi dirinya tak senang. Dia sadar bahwa banteng-banteng barusan hanya pengecoh. Red Bull dan Blue Bird menghilang pergi. Keduanya ternyata pergi mengejar Inoe dan dua anak yatim di belakang.
Kurang ajar! Makka mengutuk Konvergen. Dia kini hanya melihat dua orang di depan, bukan empat. Seorang pria berkilau-emas dan seorang wanita seksi. Aku akan menghabisi kalian!
Makka melawan Gold Fish dan Black Mamba.
Makka langsung meluncurkan sepasang tembakan. Pemuda Arab itu tak mengizinkan lawannya mengeluarkan serangan terlebih dahulu, terutama sisik-sisik tajam milik Gold Fish.
Sesuai tebakan, Gold Fish dan Black Mamba selamat dari tembakan Makka. Wanita seksi itu dapat mengelak berkat tubuh ularnya yang lentur. Sementara itu, sang pria emas dapat menahannya dengan sisik-sisik emas yang keras.
"Oh, jadi kau pembunuh White Lion?" ungkap Gold Fish dengan teriakan mengejek. Sisik emasnya mulai ia hilangkan. Pria tampan ini sangat percaya diri, angkuh lebih tepatnya. "Aku tak sabar melihat kematianmu—!"
Makka melepaskan satu tembakan ke kepala Gold Fish. Tepat sasaran. Pria emas itu pun tumbang ke sungai yang mengalir di sampingnya.
Dasar laki-laki cerewet! Makka bergumam dalam hati. Dia sudah sangat kesal. Dirinya tak ada waktu untuk menanggapi celoteh tak berbobot.
"Gold Fish sayang!" seru Black Mamba bersuara memekik kencang. Wanita seksi itu tak menyangka Gold Fish akan tumbang begitu cepat. Karenanya, wajah angkuh wanita berambut kribo itu berubah menjadi takut.
Ternyata benar, Konvergen dikatakan mengerikan jika bekerja dalam satu tim. Mereka payah saat bertarung tunggal.
Makka sekali lagi melepaskan tembakan. Namun, Black Mamba dapat mengelak dengan mudah. Tak hanya sekali, puluhan tembakan sudah wanita berambut kribo itu hindari. MESS ular ini sangat lincah.
Sayang, dengan kemampuan mengelak sehebat itu, Black Mamba tak pergi melawan pemuda yang menembakinya. Wanita seksi itu malah memilih terjun ke sungai yang menghanyutkan sang kekasih.
Berharap bisa kabur, Makka tidak mengizinkannya. MESS air itu langsung berlari menuju sungai yang mengalir deras di sampingnya. Dia mencelupkan tangan kekar ke dalam air. Makka pun sekali lagi menggunakan kekuatan.
"Air yang mengalir deras di antara celah bumi, kurunglah dua siluman itu!"
Es terbentuk cepat dari tangan kekar Makka. Dengan cepat, es itu merambat ke seluruh aliran sungai. Air yang semula mengalir deras, kini mengeras bagai kristal bening. Dingin. Black Mamba dan Gold Fish mematung dalam es yang keras.
Makka menang. Sangat mudah. Dia bisa segera bernapas lega. Namun, tidak bisa terlalu lama—
"AH!"
Suara teriakan gadis menyeruak sangat keras dari kejauhan. Suaranya berasal dari gerbang ibukota. Inoe belum berhasil memasuki Benua Hispan. Makka masih harus bertarung lagi. Itu pasti mereka.
Pemuda yang sudah mengalahkan dua anggota Konvergen itu, langsung berlari pergi ke arah utara. Setelah meninggalkan dua jasad yang membeku, Makka akan menangani dua orang sisanya.
Bersama dengan gemerlap lampu gedung-gedung tinggi yang mulai menyala, Benua Uro menjadi saksi pertarungan ini. Langit malam benua yang dulu bernama Eropa ini, akan berubah semakin gelap.
Cukup!
Aku akan menyelesaikan semuanya. Aku bersumpah!
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top