4.2 SEA: your lady

UDARA hangat mulai menyelimuti angkasa. Tak panas dan tak dingin. Pagi itu, mentari perlahan beranjak dari tempat ia terlelap. Sampai menampakkan langit biru, sinar kekuningan membangunkan manusia yang terlelap, kecuali Makka.

Makka masih terjaga. Dirinya tak sanggup meninggalkan laki-laki yang kini terbujur lemas. Tak sadarkan diri, Taiga diam enggan bersuara. Telah menghabiskan malam dalam keheningan, pemuda Arab itu berbeda dari biasanya.

"Bodoh, aku mohon cepatlah bangun. Kau membuatku sangat khawatir," ucap Makka menyorotkan tatapan sendu. Matanya lelah. Semalaman, sepasang mata biru itu terjaga. Tak bisa melakukan apa-apa, hanya menunggu disertai doa. Makka tak bisa lepas dari sujud. Memohon kepada Yang Mahakuasa, suatu keajaiban. "Di SEA nanti, kau akan sembuh. Aku janji."

Udara hangat tiba-tiba meliputi seluruh tempat. Makka mulai bisa tersenyum lega. Hawa nyaman ini, SEA sudah di depan mata. MESS air itu akan menemukan dokter untuk Taiga. Sahabatnya ity harus terbangun. Makka mesti membayar utang, dan menjadi seorang raja untuk sang teman. Untuk MESS.

Tanpa menunggu lama, Makka mempercepat laju kapal tua yang ia naiki. Bersama giringan ombak-ombak yang bersahutan, jajaran pulau yang dipenuhi keramaian semakin mendekat.

SEA. Masih sama seperti dulu. Kapal-kapal berlabuh di sepanjang pantai. Hilir-mudik pedagang riuh tergelar. Keramaian sudah mulai menyeruak di telinga Makka. Tempat ini akan menyembuhkan Taiga. Pasti.

Sebuah keberuntungan, dan terdapat dermaa kosong di depan moncong kapal tua yang Makka naiki. Tanpa menunggu lama, Makka mengarahkan kapal tua Taiga ke sana. Hingga daratan menyentuh dinding kapal tua, MESS air yang mengendalikannya pergi keluar geladak.

Tak terduga. Makka dikejutkan oleh sosok yang tiba-tiba muncul di depan kapal. Seorang wanita asing berdiri tepat di depan tempat berlabuh. Dengan rambut sebahu yang diterpa angin, wanita itu tersenyum lebar kepada Makka. Aneh. Makka seketika menjadi ngeri.

"Selamat datang di SEA!" ucap sang wanita mengguratkan senyuman yang terpasang di bibir merah jambu. Sebuah setelan panjang disertai jas putih, apakah wanita itu dokter? Keberadaannya membuat Makka hampir mengambil shotgun. "Akhirnya kita bertemu, Makka!"

Makka tersentak setelah mendengar perkataan wanita yang ada di depannya. Bagaimana dia bisa mengenal Makka? MESS air ini bahkan tidak pernah keluar dari Midas, kampung halamannya. Kecurigaan semakin membanjiri benak sang MESS air. Namun, wanita tadi kembali mematahkan kewaspadaan Makka.

"Aku bukan di pihak Kaisar. Aku tahu semuanya, termasuk keadaan Taiga," ucap sang wanita berambut hitam kecokelatan bernada ramah. "Bawa dia ke tempatku! Aku akan mengobatinya."

Meski kecurigaan belum beranjak dari benak Makka, dirinya tidak bisa menolak tawaran wanita yang ada di depannya. Wanita itu pasti tahu sesuatu. Taiga juga harus tetap hidup. Mengapa dirinya harus ragu? Seorang wanita aneh tidak akan berbahaya, berbeda dengan seorang Kaisar.

"Aku akan mengikutimu," jawab Makka bernada serius. Tatapannya tegang. Dia jelas belum bisa percaya kepada wanita di depannya. Karena itu, dirinya menggenggam erat shotgun di tangan kanan. Sembari berjalan, dia memanggul Taiga di atas kedua pundak.

"Pemuda yang kuat," ucap sang wanita kepada Makka. Senyuman masih tergurat di bibir. Tingginya hanya sebahu Makka. Entah kenapa, wanita itu memandang Makka sebagai seseorang yang perkasa. Persis seperti seorang raja. Tangguh.

"Tidak perlu berbicara, aku tidak butuh pujian," balas Makka tegas. Basa-basi malah membuatnya jengah. Makka sangat lelah. Belum makan. Belum terlelap. "Aku hanya butuh kesembuhan laki-laki yang kugendong."

Setelah mendengar jawaban Makka, wanita itu hanya menaikkan bibir. Tidak marah dengan jawabannya, wanita itu masih tersenyum ramah. Dia mempercepat langkah. Jelas, dia paham keadaan Makka.

Tidak boleh membuat pemuda itu marah.

Sang pembawa harapan, Makka.

***

NAMAKU Dinar," ungkap wanita yang menuntun Makka.

Makka menatap heran kepada wanita yang bernama Dinar di depannya. Sambil menurunkan Taiga ke sebuah dipan, Makka masih tidak bisa menangkap niat baik Dinar. Alasan apa yang menariknya kepada Makka?

"Aku adalah seorang MESS," sambung Dinar, menampakkan senyum yang tiba-tiba menghilang. Keseriusan kini terukir di wajah.

Makka seketika terkejut mendengar jawaban Dinar. Seorang MESS. Kebahagiaan sontak tergurat di wajah lelah Makka. "Kau MESS penyembuh?"

"Bukan, aku hanya seorang dokter," jawab Dinar menyiratkan perhatian yang terbagi kepada pasiennya, Taiga. Wanita itu memeriksa Taiga fokus, tak tersenyum sama sekali. Benar-benar menjunjung tinggi keselamatan pasien, dirinya tak mau banyak bercanda. "Aku seorang MESS penari."

"Oh," jawab Makka datar. Tak mau mengganggu konsentrasi Dinar, dia tak mau banyak berbicara. Makka tahu tentang MESS penari. Seorang MESS yang bisa meresonansikan liukan tubuh kepada apa pun, seperti benda mati maupun alam. Bahkan, Dinar bisa menghancurkan pulau dengan sebuah tarian. Tak kaget dirinya bisa selamat dari pembantaian setahun lalu.

Akan tetapi, mendengar nama Dinar, Makka merasa ada yang tidak beres. Sebuah mata uang. Sekejap, dia tersentak. Dirinya teringat satu hal. "Berapa uang yang harus aku keluarkan?"

"Tidak ada," jawab Dinar begitu santai. Wanita berambut sebahu itu lebih mementingkan keselamatan orang sakit. Ia memeriksa ke setiap inci tubuh Taiga, dan observasi berkala terus ia adakan.

"Tapi aku memintamu untuk melakukan satu hal," sambung sang wanita tiba-tiba. Netranya kali ini menatap Makka, bukannya pasien yang ia tangani. Dinar benar-benar meminta hal ini. "Temuilah gadis yang ada di dalam kamarku! Aku mohon. Ada sesuatu yang harus ia bicarakan denganmu."

Makka merasakan keanehan menyelubungi jawaban Dinar. Permintaan menemui seorang gadis adalah hal yang mudah. Bahkan, sangat mencurigakan. Namun, Makka enggan mengambil pusing. Makka tak perlu terlalu takut. "Aku akan ke sana."

Untuk Taiga.

***

SEBUAH RUANGAN KOSONG mengelilingi Makka. Serangkaian jendela lebar berada di seberang pintu, mempersilakan mentari pagi menyinari semua sudut. Kamar yang terbuat dari kayu itu sangat lengang. Tak banyak barang. Hanya sebuah lilin yang menjadi barang mencolok di tempat ini.

Tak ada siapa pun. Makka merasa dipermainkan oleh Dinar. Namun, dirinya enggan membanjiri benak dengan emosi. Pemuda Arab itu membutuhkan Dinar untuk kesembuhan Taiga. Mungkin, Makka hanya bisa berdoa, lalu menyambung sujud.

Pemuda itu membasahi beberapa bagian tubuh dengan air. Ia mengusapnya dengan aliran kencang: muka, tangan, kepala, dan kaki. Pemuda Arab itu melakukannya kusuk, wudu untuk menyucikan diri.

MESS air ini berdiri tegap menghadap ke tempat terbenamnya mentari. Kusuk membaca doa yang dia hafal. Makka bermunajat kepada Tuhannya. Dalam sujud yang lama, dia berdoa. Ya Allah, kami memohon pertolonganmu.

Sampai Makka bangkit dari sujud, menuntaskan salat, dia dikejutkan dengan kehadiran seorang gadis di atas dipan. Ia terduduk santai dengan tatapan teduh. Kedua matanya terpaku kepada pemuda Arab yang ada di depannya.

"Lucu, mengapa kau salat sebelum meniduriku?" tanya sang gadis melontarkan tawa kecil.

Sontak pemuda yang baru selesai bermunajat, bangkit cepat-cepat. Sampai tenggelam dari keterkejutan yang tak terduga, Makka hanya bisa menjauhkan diri dari gadis asing yang memanggilnya. "Aku ke sini tidak untuk bermain."

Gadis itu tersenyum mendengar jawaban Makka. Dengan balutan hijab merah muda melingkupi kepala, senyuman gadis ini menguar tulus, seperti sebuah niat baik. "Aku hanya bercanda.

"Tapi aku senang akhirnya bertemu denganmu, Makka," sambung gadis berhijab merah muda tersenyum kepada Makka. Tatapannya ia arahkan ke bawah. Seakan tersipu malu ketika melihat pemuda yang ada di depannya, dia sudah melihat masa depan sang MESS air. "Makka, aku akan mengandung empat anakmu."

Sekali lagi, gadis itu membuat Makka terkejut. Mata biru Makka terbelalak lebar. Sang MESS air tidak habis pikir dengan perkataan yang barusan ia dengar. "Aku tidak mengenalmu. Jadi, hentikan lelucon ini!"

"Kau mengenalku Makka. Aku Iky, sang MESS waktu, putri Asar," sahut wanita yang bernama Iky bersungguh-sungguh. Masih dengan tatapan malu, Iky berusaha meyakinkan Makka. Masa depan bukanlah kemustahilan bagi gadis berhijab ini. "Aku senang akhirnya bisa bertemu denganmu, Putra Naru."

Makka masih terkejut, tapi kali ini berbeda. Dia senang. Dirinya tak menyangka bertemu dengan keturunan Jibril yang terakhir. Asar ternyata memiliki seorang anak. "Tunggu, kalau kau Iky, di mana paman Asar?"

"Tidak ada. Bapak Asar melakukan hal yang sama seperti paman Naru. Setahun lalu, beliau mengorbankan nyawanya untukku, melindungiku dari Lemyaku," jawab Iky menyorotkan tatapan sedih. Bibir merahnya kini muram. Tak tersipu seperti sebelumnya, gadis itu terdiam setelah mengingat sang bapak.

"Aku turut berduka. Maafkan aku," ucap Makka bernada menyesal. Dia tidak lagi takut seperti sebelumnya. Dirinya mulai memberanikan diri mendekati gadis yang ada di atas dipan. Dengan perlahan, Makka berkata kepada Iky.

"Jujur, aku tidak berkeberatan memberikanmu empat keturunan, atau seratus, bahkan lebih. Aku akan memberikannya. Pasti. Namun, kenapa kau melakukan ini semua?

"Kita baru saja bertemu. Kau hanya melihatku dari masa depan. Bagaimana bisa kau memaksakan dirimu melakukan ini?"

Iky hanya bisa terdiam. Tatapan sendunya kini menghilang perlahan. Gadis berhijab itu mulai mengangkat kepala. Dengan wajah yang kembali tersipu, Iky mencoba memahamkan pemuda yang ada di depannya. "Makka, kamu pasti tidak akan mengatakan hal itu jika melihat apa yang kulihat."

Makka terdiam. Dirinya tak bisa memberikan sanggahan. Gadis berusia enam belas tahun itu kemudian berdiri. Dengan tatapan yang masih tak berani menatap Makka, Iky melakukan sesuatu pada gulungan waktu. Seorang MESS waktu akan mengeluarkan kekuatan.

"Demi masa, hamba Tuhan yang selalu berjalan maju.

"Aku memohon, perlihatkan masa depan kami."

Semua benda yang ada di sekeliling Makka dan Iky terbang bagai serpihan debu. Tak bersisa, menampakkan suatu tempat yang berbeda. Sebuah kamar, tempat yang tidak pernah mereka datangi sebelumnya. Makka dan Iky melihat diri mereka di tempat itu.

Makka mendapati dirinya sendiri. Ia berada di atas dipan bersama Iky, ada empat anak kecil tertidur di pelukan mereka. Keduanya menggendong dengan penuh kasih sayang, bahkan senyum Makka merekah lebar di masa depan yang ia lihat.

Makka termenung sejenak. Dirinya berusaha mengingat, sudah berapa lama dirinya tidak tersenyum selebar itu. Kebahagiaan yang sudah tidak pernah ia rasakan. Senyuman lebar menemani dirinya yang melihat tepat ke mata Iky.

Masa depan itu kembali memperlihatkan dirinya. Dengan penuh kasih sayang, Makka mendekap gadis berhijab itu di masa depan. Ia mengelus kepalanya lembut, Makka berbisik. "Aku mencintaimu."

Makka terpana dengan apa yang ia lihat. Mata birunya sekali lagi terbelalak lebar. Mulutnya terbuka sedikit. Ia pun membeku dalam diam, pemuda Arab itu tidak bisa berbicara. Batinnya bergetar. Tanpa ia sadari, wajahnya memerah.

Aku menyukai Iky.

Makka membalas perasaan Iky. Dia memahami perasaan gadis di depannya. Pemandangan ini sangat indah. Makka ingin segera ke waktu itu. Untuk membuang semua kekacauan yang ia alami saat ini, dirinya hanya perlu menikmati kebahagiaan. Tanpa ada rasa takut.

Iky pun tersenyum melihat Makka. Wajah gadis berhijab itu memerah. Ia berharap Makka mengamini perasaannya, dan Iky hanya bisa berdoa kepada Tuhannya. 

"Iky," panggil Makka, memutus doa sang gadis berhijab. Dia kini menatap Iky. Sorotannya teduh. Senyuman terukir di bibir merahnya. Dengan wajah yang juga memerah, Makka menyampaikan perasaannya, "Aku menyukaimu."

Iky tersenyum lebar. Dengan wajah yang masih memerah, gadis berhijab itu mengucap syukur berkali-kali. Hingga dirinya berani menatap mata biru pemuda yang akan menjadi miliknya. Bahagia.

Aku akan menjadi wanitamu.

Terima kasih.

Makka, aku mencintaimu.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top