4.1 SEA: now and future

MATAHARI terlelap tenang. Ia terbenam di ufuk barat. Langit oranye sudah berubah redup, meninggalkan sedikit warna biru menciprat di dasar. Gelap. Pegunungan berbatu berangsur diselimuti malam. Seketika hening, kekacauan telah berakhir.

Pegunungan yang menjadi tempat pertarungan sang dewa kini sudah berganti sepi. Dingin. Es tebal menutupi seluruh bagian luar. Sampai meninggalkan sebuah puncak dengan gundukan kristal dingin raksasa, seorang pria membeku kaku di dalamnya. Hanya menyisakan satu tangan mencuat, nasib Saba sudah selesai.

Sementara di depan gundukan es raksasa, sebuah kapal tua mengayun perlahan di bawah langit gelap. Hingga memperlihatkan bintang-bintang yang mulai menampakkan gemerlap, tiga orang di atas kapal tua termenung diam.

"Kau akan apakan dirinya?" tanya Jaghro menyorotkan tatapan sendu. Tidak berbeda jauh di sebelahnya, seorang wanita juga bermimik sama. Sedih. Tidak bisa memutar ulang waktu, sesal menyelimuti apa yang ada di depan.

"Aku akan pergi dari sini."Makka menatap tubuh yang ia peluk erat. Makka membawa tubuh Taiga yang diam, terbujur lemas. Taiga tidak bisa cerewet lagi. Hanya diam, terlelap tak sadarkan diri. "Dia masih bernapas."

Kakak-beradik yang ada di hadapan Makka akhirnya bisa bernapas lega. Keduanya bisa melepaskan tatapan tegang, terutama sang adik. Si wanita Mesir sangat bersyukur ketika mengetahui penyelamatnya masih bernyawa. Ketika melihat adiknya gembira, Jaghro tidak bisa menahan senyuman. Meski masih asing, pria Mesir ini turut bahagia untuk orang yang akan menjadi adik ipar. Mungkin.

"Aku pamit," ucap Makka bernada yang masih tidak lega. Wajahnya khawatir. Dirinya bahkan tak sadar sudah memutus ketenangan kakak-beradik yang ada di depannya. "Aku akan pergi ke SEA."

Setelah mendengar penjelasan Makka, kedua kakak-beradik yang saling mendoa bisa melanjutkan kelegaan sekali lagi. Pergi dari Efrat adalah keputusan yang benar. Di benua rimba, tidak ada seorang pun mampu membawakan seorang dokter.

Berbeda dengan kepulauan SEA, tempat paling ramai yang ada di muka bumi. Temapt itu adalah jalur pelayaran penghubung antara benua dingin dengan benua hangat. Sama seperti masa lalu, begitu pula namanya. SEA. South East Asia.

Setelah mengetahui tujuan Makka, Jaghro menatap nanar sang adik, lalu tersenyum. Pria berkulit coklat itu mengisyaratkan bahwa mereka hanya menemani pemilik kapal tua ini sampai sini, tanjung timur Efrat.

"Makka, hati-hati. Aku berutang banyak kepadamu, begitu pula adikku," ucap Jaghro bernada lembut. Senyuman tergurat di bibir. Pria itu sangat manis jika bersikap baik seperti ini. Pemuda di depannya sampai ikut tersenyum. Makka tak kuasa mendiamkan senyuman tulus dari seorang MESS mulut.

"Terima kasih, Kepala Suku." Makka mengguratkan senyum yang masih terukir di bibir merah.

Setelah mendengar panggilan itu, Jaghro tersenyum malu. Sungkan disebabkan kebodohan besar yang sudah ia perbuat. Telah mengaku sebagai utusan Tuhan adalah dosa besar, hingga ia bertobat. Pria mesir itu menyadari jati dirinya. Entah hari ini atau esok, Jaghro adalah seorang kepala suku.

"Makka, aku juga seorang MESS. Bertemu denganmu adalah sebuah kehormatan, seorang keturunan Jibril yang perkasa. Bahkan, putra Leviathan. Hari ini, aku sangat diberkati.

"Makka, aku bersumpah atas nama Tuhan yang kita sembah, aku akan setia kepadamu. Aku memberikan diriku untukmu. Demi kebebasan. Demi kaum kita, MESS."

Jaghro bersumpah setia kepada Makka. Dengan wajah serius dan ikrar yang kusuk, pria Mesir itu menjadi sekutu Makka, laki-laki yang akan menjadi raja. Hingga Makka mengangguk pelan, keduanya bisa tersenyum bersama. Setelah berpisah dengan ikhlas, mereka akan menggapai satu tujuan yang sama.

"Keselamatan untukmu dan Efrat," ucap Makka sebelum membuat kapal tua yang ia naiki melaju.

"Keselamatan untuk Makka dan Taiga, raja kami, manusia dan MESS. Raja orang-orang Efrat." Jaghro mengukir senyum lebar, begitu juga dengan sang adik perempuan. Keduanya menyeringai tipis. Setelah itu, mereka melambaikan tangan ikhlas sampai berpisah di malam gelap.

Terima kasih.

Keselamatan untuk orang-orang yang akan menang.

***

SEBUAH PORTAL terbuka lebar di malam gelap. Cahaya terang keluar dari sisi lubang dimensi itu, membentuk bingkai. Di sebuah pegunungan berbatu, warna hitam kembali menguar disebabkan cahaya portal tadi. Kelabu yang tenggelam dalam kegelapan malam, meninggalkan tempat hening yang diliputi hawa dingin.

Seorang pria berperawakan tinggi-tegap, keluar dari portal yang baru muncul. Usia 25 tahun tidak bisa membohongi kedewasaannya. Pria itu memiliki aura yang menekan. Apalahi ditambah setelan seragam yang ditempeli puluhan lencana, dia mulai melangkah dengan derap tak kenal takut.

Mata emas pria itu memandang sebuah pemandangan yang ia cari dari tempatnya keluar, sebuah gunung es raksasa dengan tangan mencuat dari dalam. Tanpa rasa takut, dia malah tersenyum melihatnya.

"Sudah ketemu," ucap sang pria bermata emas dengan senyum merekah lebar dari bibir. "Sekarang giliranku."

Pria itu menjentikkan jari.

Seketika, dia berpindah ke sebuah aula megah bergaya Eropa. Aksen emas memenuhi aula itu. Bersama dengannya yang tiba-tiba berpindah tempat, pemilik tangan yang mencuat juga ikut berteleportasi, seorang pria berkulit gelap yang dibekukan oleh MESS yang paling dicari.

Tubuh sang pria berkulit gelap masih bernapas walau terkulai lemah. Asap dingin mengembus keluar dari setiap napas. Tubuhnya bergetar hebat. Kulit gelapnya membiru sebab suhu dingin yang memeluk. Saba masih hidup.

"Bangun!" seru seorang pria berambut mohawk. Dengan tega, dirinya mendaratkan tendangan di atas Saba yang tak sadarkan diri.

Seketika, Saba membuka mata. Tak kesal. Pria Afrika itu malah linglung. Matanya mencari sesuatu. "Di mana laki-laki itu?"

Setelah mendengar Saba melontarkan pertanyaan waras, pria bermata emas yang membawanya itu tersenyum. Sontak tertawa ngeri sebab tersadar, MESS yang paling dicari itu dapat membuat seorang segila Saba sanggup lupa pada candu.

"Torue, Saba, aku mohon, duduk di kursi yang sudah disediakan!" ucap sang pria bermata emas tersenyum ramah. Pria itu sangat berwibawa. Perilakunya bagai seorang bangsawan, sangat terhormat dan sopan. Anehnya, pria itu memiliki rambut coklat keemasan yang panjang. Bukankah tidak sopan bangsawan pria punya rambut panjang?

Sementara itu, dua pria yang tadinya bertengkar, tidak mau banyak bicara. Keduanya seketika menurut. Padahal, Torue dan Saba adalah seorang Kaisar. Bagaimana bisa? Keduanya hormat kepada bangsawan ini, atau setidaknya—kemungkinan—bangsawan di depannya adalah seorang Kaisar juga.

Seorang darah biru berambut panjang, coklat keemasan. Matanya berwarna emas, hampir menyamai warna rambut. Sampai dihormati oleh keturunan Jibril, dan ternyata benar. Bangsawan itu adalah orang yang ada di dalam cerita Taiga.

Lemyaku. Presiden A-Capital, sang MESS ruang, sekaligus orang yang membunuh bapak Makka.

"Salam kami kepada presiden Lemyaku," ucap Torue dan Saba tunduk patuh. Keduanya tak melawan sedikit pun. Tatapannya berbeda dari sebelumnya. Ketika berhadapan dengan Makka, keduanya mengolok-olok sang presiden. Namun, mereka sekarang malah ketakutan—atau berterima kasih. Lemyaku sudah menyelamatkan Torue dan Saba.

Lemyaku memberikan senyuman hangat, lalu membalas salam dari kedua pria di depannya. Presiden itu benar-benar tak bisa berkata-kata. Di hadapannya, dua orang Kaisar sekaligus keturunan Jibril berada dalam keadaan yang mengenaskan.

Torue. Penguasa angkasa ini merajai benua terbesar, Ming. Pemilik darah Mongol-Siberia itu kini harus kehilangan kulit-putih-mulus. Separuh kulitnya telah hangus terbakar. Tembakan Makka adalah pelakunya. Beruntung, Lemyaku menyelamatkannya tidak lama setelah pria berambut mohawk itu mengapung tak sadarkan diri di laut. Setelahnya, Torue, sang MESS udara, meninggalkan Ming untuk membalas budi Lemyaku.

Saba. Dewa bumi yang disembah penduduk Benua Efrat, pelindung dari pembantaian setahun lalu. Pria berkulit gelap ini sekarang terkena hipotermia hebat. Setelah dibekukan oleh amukan Makka, pemilik darah Afrika itu tidak kuasa meneruskan candu. Dendam menyelimuti dirinya. Beruntung, Lemyaku menyelamatkannya dengan menarik keluar dari gundukan es raksasa.

"Aku senang, aku menyelamatkan kalian tepat waktu. Setidaknya, kursi Kaisar tidak semakin berkurang," ucap sang presiden bernada hangat. Intonasinya mudah didengar. Kedua pria di depannya sampai dibuat terseret dalam omongan. "Jadi, kita sudah menemukan pengisi kursi Kaisar keempat?"

Ketika mendengar pertanyaan Lemyaku, Torue dan Saba membelalakkan mata. Keduanya tersedak merasa tidak terima. Presiden A-Capital ini berniat menjadikan Makka sebagai Kaisar keempat. Padahal, laki-laki itu sudah hampir membunuh Torue dan Saba.

Saba hendak menentang sang presiden. Namun, pria berkulit gelap ini dihentikan oleh Torue. Dia lebih paham bagaimana berstrategi. Semacam bersiasat untuk mendapatkan, bukan bertarung untuk merugi.

"Baik, kami menerimanya," ucap Torue rida. Meski terdengar tenang, dendam masih bergejolak di dalam batin. Namun, mengapa tidak mengalah? Lagi pula, Makka adalah sepupu sang pria berambut mohawk.

"Jadikanlah laki-laki itu menjadi kaisar!" seru Saba yang ikut setuju dengan Torue. Meski wajahnya masih kesal, pria Afrika itu menurunkan ego. Balas dendam tidak akan membuatnya mendapatkan Leviathan. Saba menerimanya.

Lemyaku sangat gembira. Wajahnya berseri hingga tersenyum menampakkan gigi seri. Tidak seperti dugaan, dia mengira kedua pria di depannya akan menolak. Apalagi, presiden A-Capital itu tahu, Torue dan Saba agak tidak waras. Namun, keduanya mau mengalah. Kagum. Dua pria itu sudah lebih dewasa. Kekalahan menjadikan mereka berkembang.

"Baik, aku senang kalian mau akur," ucap Lemyaku bernada masih ramah. Senyumnya tetap tidak terlepas. Namun, seringai itu seakan menyiratkan sesuatu di benak: sebuah dendam.

Makka, putra Naru. Akhirnya aku menemukanmu.

Sejak setahun lalu, aku selalu bertanya dalam tidurku. Mengapa Naru menyembunyikanmu? Walau sudah kurenggut nyawanya, jelas, Naru tidak bisa berbohong. Naru sudah mempersiapkan Makka untuk sesuatu. Senjata pamungkasnya.

Seorang MESS yang bisa menundukkan air, tapi memiliki kekuatan Naru. Menarik. Spektakuler.

Aku tak sabar, Makka.

Lemyaku masih menyimpan dendam setahun lalu. Senyumnya berisi kebohongan. Presiden A-Capital ini ingin menghabisi seluruh hal yang berhubungan dengan Naru. Tidak ada yang boleh lebih kuat daripada dirinya. Hanya orang tangguh yang boleh berkuasa.

Senyuman hening Lemyaku malah membuat seisi ruangan canggung. Tidak ada suara. Hampir saja Torue mengangkat dudukan, tapi presiden A-Capital itu menahannya.

"Tunggu dulu," ucap sang pemilik mata emas cepat. Lemyaku masih harus membicarakan sesuatu. Tentang Makka. "Apa kalian berpikir laki-laki bernama Makka itu akan langsung menerima tawaran kita?"

Torue dan Saba seketika terdiam. Benak mereka baru memikirkan hal ini. Makka jelas tidak akan mau menjadi Kaisar. Naru memberikan didikan yang disiplin kepada sang putra. Jelas, laki-laki Arab itu tidak akan menyerah dengan mudah. Mengalahkannya adalah satu-satunya jalan. Namun, siapa yang mampu?

"Romanov," ucap Lemyaku membuka sebuah portal yang terdapat manusia di dalamnya, seorang pria paruh baya. Pria itu memiliki rambut dan janggut berwarna serba putih. Tampak tua, tapi sang presiden A-Capital memilih pria tua ini. Dengan satu alasan. "Dia adalah guru Makka, orang yang dibayar oleh Naru untuk melatih putranya dulu. Untuk menjadi sebuah mesin pembunuh."

Torue dan Saba terbelalak lebar melihat pria berambut putih di depannya. Meski tua, pria itu memiliki aura yang menyeramkan. Tubuhnya tetap terlatih walau di usia senja. Kejam. Tak kenal takut. Seperti Makka. Bahkan, lebih.

"Permainan dimulai."

***

AKU mengetahui semuanya," ucap seorang gadis tiba-tiba. Di dalam sebuah rumah kayu yang bercahaya lilin, jauh dari Makka dan Lemyaku, gadis itu terperanjat seraya mengguratkan senyum. "Permainan dimulai."

"Kau baru mendapat sesuatu lagi, Iky?" tanya seorang wanita yang ada di belakang sang gadis.

Gadis yang bernama Iky itu mengangguk. Memberikan isyarat gembira dengan senyuman, Iky membuat wanita yang ada di belakangnya girang. "Besok akan terjadi sesuatu yang besar di SEA. Persiapkan dirimu, Dinar!"

Wanita yang sedang girang itu bertambah riang. Iky mendapatkan sesuatu, hal besar yang menguntungkan. Sangat dahsyat. Aneh. Seperti namanya, Dinar girang tiap mendengar kata untung. Wanita itu bersorak, "Tak ada ruginya aku membesarkan seorang pembaca waktu!"

Iky pun tersenyum, tersipu malu. Sebab pujian ... serta atas apa yang ia lihat, pemuda bermata biru. Gadis itu menemukan masa depan. Makka.

Sudah waktunya, Kakek Jibril. MESS akan menemukan masa depan.

Aku akan melindunginya. Untuk hari ini dan esok.

Aku janji.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top