Sepuluh
Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
"Barang siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan tidak memberi karena Allah. Maka ia sesungguhnya telah memperoleh kesempurnaan iman."
°°°~mermaidcintaku°°°~
Sinar matahari sejuk menyapa pagi. Menyinari bumi menembus jendela dan cahayanya masuk disela gorden yang sedikit terbuka dan menyentuh wajah dua insan berbeda jenis bahkan berbeda bangsa yang sama tak sadar sedang berada disatu bed yang sama.
Prilly menggeliat dan merasakan hangatnya dekapan seseorang disampingnya. Sementara Alipun meluruskan dan memiringkan tubuhnya meraih sesuatu disebelahnya.
Seperti baru tersadar Prilly membuka matanya dan mendapati dirinya dibawah lengan seseorang dan mendongakkan wajahnya. Matanya melebar sejenak.
"Ali?" Prilly menyentuh wajah Ali. Panas? Kenapa suhu badan Ali memanas? Pucat. Ali memucat. Prilly panik. Prilly menyentuh leher dan mengusap lengan Ali yang memanas.
"Prill..." Ali menyebut namanya dengan mata masih terpejam. Tiba-tiba Ali menggigil dan bibirnya gemetar.
"Aaa...Alii, kenapa?" Prilly bersuara tertahan tak mengerti kenapa Ali bisa menggigil seperti dirinya tadi malam.
"Saakiit Pril.."
"Apanya yang sakit?"
Ali tak bersuara lagi, tubuhnya meringkuk menggigil. Prilly meraih tubuh Ali dan memeluknya. Liontin kristalnya tersentuh kepala Ali yang ada didekapan dadanya. Lagi-lagi liontin itu bercahaya dan membuat tubuh Ali diliputi sinar dari cahaya yang terpancar melalui liontin kristal lautnya. Prilly menekan pelipisnya sambil memejamkan mata dengan pikiran terpusat pada liontinnya.
"Aa..ayahhhh....?" Prilly memusatkan pikirannya pada wajah King Mermaid.
"Aayahh, bisakah membantuku?" Dengan mata masih terpejam Prilly menggunakan telepati pada ayahnya.
"Dia menyentuh liontinmu Pril, ayah kaget dan tak sengaja, ayah kira ada orang yang akan mengganggumu..."
"Lalu aku harus bagaimana, ayah? Akibatnya dia kenapa nanti?" Prilly tiba-tiba cemas.
"Apakah sekarang dia menggigil?"
"Benar, ayah...!"
"Buka bajunya....!"
"Buu..buka???"
"Ayo cepat buka, sayang!!!"
Prilly dengan segera membuka baju Ali.
"Sudah Ayah.."
"Buka bajumu!!"
"Ba..bajuku???"
"Pril, segeraa, nanti dia bisa mati!"
Prilly cepat membuka bajunya.
"Peluk, Pril, dan tidak pakai nafsu!!"
'Oh my god, disuruh memeluk tapi tidak pakai nafsu bagaimana jadinya?' Prilly menggigit-gigit bibirnya.
"Pakaikan kalungmu padanya sementara, Pril!"
Prilly mengikuti perintah King Mermaid, memasangkan kalungnya keleher Ali.
Tubuh Ali semakin menggigil menerima kalung yang dikalungkan dilehernya.
"Prill...." Ali bergumam tak jelas.
"Aliiii...!" Prilly meraih tubuh Ali dan memeluknya. Pancaran cahaya keluar dari tubuh mereka yang bersentuhan. Sejenak kamar Prilly terlihat terang benderang mengalahkan lampu tidur dan sinar matahari yang masuk kecelah jendela. Tubuh Ali menegang dalam dekapan Prilly. Bibirnya yang bergetar nampak pucat. Prilly menyentuhnya dengan tangan gemetar. Ada perasaan iba kenapa Ali harus merasakan sakitnya menggigil karna pengaruh kristal lautan. Tubuh manusia berbeda. Mahluk air seperti dirinya saja tak kuat menggigil dan rasanya hampir mati, apalagi mahluk daratan.
Tak lama tubuh Ali terlihat tenang dan bibirnya tak lagi bergetar. Prilly memandang wajah Ali yang tenang dalam dekapannya, mengusap dahi Ali yang berkeringat dingin dengan punggung tangannya.
"Maafkan aku ya Li..." Lirih Prilly berucap. "Gara-gara aku kamu juga ikut merasakan hal yang harusnya tak pernah terjadi jika kamu gak kenal sama aku.." Prilly memejamkan mata dengan kepala Ali yang menempel dipipinya.
Sementara Ali menggerakkan matanya perlahan. Tubuhnya terasa hangat karna tersentuh kulit. Membuka mata dilihatnya benda putih mulus. Ia mendongakkan wajah dan melebarkan mata.
"Prilly!!!!" Ali membelalak kaget melihat tubuhnya dan tubuh Prilly yang tak tertutup apa-apa, dengan posisi wajahnya tertempel dibahu Prilly.
'Apa yang terjadi?' Ali membatin luar biasa terkejut. Prilly membuka mata mendorong tubuh Ali dan berbalik ingin meraih selimut lalu ingin menutup tubuhnya. Sebelum itu terjadi Ali sudah meraih tubuhnya kembali, menarik pinggangnya, mensejajarkan wajahnya yang terbaring miring dan menatap Prilly dalam-dalam.
"Apa yang terjadi? Apa yang aku lakukan sama kamu, Pril?" Ali berucap pelan dengan mata merasa bersalah. Ia menyadari saat ini berada dikamar Prilly bukan dikamarnya. Kalau dikamar Prilly berarti bagaimanapun dia yang datang pada Prilly bukan Prilly yang mengganggunya.
"Gak ada yang terjadi," Prilly menggeleng.
"Kalau aku sudah ngapa-ngapain kamu tadi malam aku minta maaf, aku akan bertanggung jawab, tapi aku gak merasakan apapun, aku gak sadar, maaf!!"
Prilly tetap menggeleng. Tiba-tiba bibirnya kelu, tak tau apa yang harus dikatakan. Mereka tak melakukan apapun. Tapi ia harus menjelaskan apa pada kenyataannya mereka sedang tak berpakaian sekarang?
"Pril??" Ali menatap Prilly penuh tanda tanya.
"Gak terjadi apa-apa, sungguh, kamu hanya menggigil, aku tak tau cara menyembuhkannya kecualii..." Prilly menunduk sebelum melanjutkan ucapannya. "Memeluk tanpa pakaian, karna kulit sama kulit bertemu akan mengurangi hawa panas dingin yang ada ditubuh kamu..."
Ali terdiam tak mengerti. Kenapa dia bisa menggigil?
"Lo gak memperkosa gw kan, Pril?" Prilly mengangkat dagunya memandang Ali yang tersenyum miring.
"Aku gak nafsu sama Bos!!" Prilly berucap membalas perkataan Ali yang asal lantas berbalik dengan cepat turun dari ranjangnya dan masuk kekamar mandi. Ali memandang punggungnya yang polos sambil menggelengkan kepala dengan senyum miring.
"Untung lo cepat pergi, Pril, gw udah siap nyelamin lo kalau lo masih dihadapan gw!"
°°°~mercinku~°°°
"Boss..." Prilly membuka pintu kamar Ali tanpa mengetuk pintu dulu. Akibatnya pemandangan didepannya yang nyata terlihat adalah Ali berdiri didepan lemari sedang mengambil bajunya sedangkan handuk terlempar diatas ranjangnya. Dengan memakai underware dari belakang terlihat berisi.
Prilly menutup matanya. Meskipun tadi pagi baru melihat dia tanpa baju tapi dalam suasana darurat tak ternikmati. Sedangkan saat ini, situasi sedang dalam keadaan aman terkendali jadi jantungnya berasa nyut-nyutan.
"Kenapa sih, Pril? Ngagetin aja tanpa ketuk pintu main buka-buka kamar orang..." Ali meraih handuk dan melilitkannya dipinggang dan segera memakai baju.
"Maaf bos, kalung gw...!"
"Oh, kalung kristal itu?"
"Iya..."
"Udah gw buang!"
"Apa????"
"Buat apa, bukan kalung emas gak ada harganya!"
"Gak ada harganya buat kamu tapi berharga buat aku...!"
"Tapi udah aku buang tadi kedalam bak sampah, bak sampahnya dibawa sama Bu Ratna trus sama tukang sampah udah diambil..." Ali berkata tanpa rasa bersalah membuat Prilly kesal luar biasa.
Kalung kristalnya dibuang? Kalung penghubungnya dengan lautan. Kalung kekuatannya. Dada Prilly sesak. Kenapa tadi dia lupa melepasnya dari leher Ali sebelum ia sadar?
'Buat apa, bukan kalung emas, gak ada harganya!'
Kalimat Ali mencabik-cabik jantungnya. Itukah pria yang dicintainya? Tak bisa menghargai milik orang lain. Tak seharusnya Ali membuang barang yang bukan miliknya. Tak berharga katanya. Apakah sebelum membuang dia tak memikirkan bagaimana kalau kalung itu berharga buatnya? Ah, memangnya Ali sepeduli itu? Berada dilehernya saja dia pasti tak terima. Pasti dia pikir Siapa suruh itu dipasang dilehernya.
"Pril, makan dulu..." Bu Ratna memanggil. Tanpa menghiraukan Ali lagi Prilly mengikuti Bu Ratna.
"Loh, Mana Ali?" Bu Ratna mengerutkan Alis.
"Ibu tadi hanya manggil aku-kan?"
"Lah biasanyakan kamu yang sekalian ngajak itu anak.
"Lagi malas, bu..."
Bu Ratna mengeryitkan dahi Heran. Lama-lam dahinya bisa berkerut dini karna hari ini meja makan sepi tanpa suara celotehan keduanya ketika makan bersama dimeja makan.
"Pril, ayo kekampus!" Ali berdiri depannya yang sudah menyelesaikan sarapan. Prilly hanya berdiri mengikuti tanpa suara. Berjalan dibelakang Ali membawa tasnya yang berat.
"Sini, aku aja.." Ali mengambil tas dari bahu Prilly dan Prilly benar-benar diam lagi tanpa bersuara. Sesampai dikampuspun ketika Nesha menghampiri Prilly sudah tak terlalu peduli. Ali sampai heran. Biasanya Prilly bawel ketika Nesha menghampiri.
"Ratu muka tembok tuh, Bos..." Harusnya Prilly akan bergumam disampingnya ketika melihat Nesha datang. Tapi ini tak ada suara sama sekali. Dunia rasanya sepi tanpa kecerewetannya.
"Aliii, darling...a mi cu ..." Menjijikan sekali kedengarannya. Sebenarnya Ali tak suka. Tapi tiba-tiba saja Ali punya ide memancing suara Prilly.
"Wow, Nesha, luar biasa hari ini..." Ali merengkuh bahunya. Prilly tetap cuek dan berlalu. Sepeninggal Prilly, Ali melepas rengkuhannya pada Nesha yang sudah melayang seperti layangan dan layangannya putus ketika Ali melepasnya dan berlalu begitu saja masuk kelas.
Sementara Prilly menuju kantin menunggu kelas Ali seperti biasa. Duduk dipojokan kantin dengan sebotol air mineral yang disedotnya agar tak cepat kekurangan cairan, kalau kekurangan cairan kemana dia harus menceburkan diri, yang ada disana cuma got. Atau kekolam kecil dibelakang kampus Ali? Menjadi tontonan gratis, mermaid nyasar?
Ah. Prilly menghela nafas. Seketika saja ia rindu pada dasar lautan. Sedalam-dalamnya lautan ia sudah tau dasarnya dimana. Dengan ketenangan air yang mengalir. Jika gundah ia hanya tinggal berenang mengitari aliran air. Bercanda dengan ikan-ikan kecil. Bermanja pada King dan Queen, mandi disungai dalam Goa bersama Aurel, bermain bersama Amares dan Nadine. Semua Prilly tinggalkan untuk seorang Ali. Allison Diego Andersen, seorang pria yang tak diketahui seperti apa dasar hatinya. Seorang Bad Boy yang tiba-tiba membuatnya sangat lelah menghadapi hidup didaratan.
"Gini aja kerjaan kamu didaratan?" Suara seseorang mengejutkan Prilly. Wajahnya mendongak kearah orang tersebut.
"Amares???" Prilly membelalakkan mata kearah Amares yang duduk didepannya. Amares tersenyum.
"Maafkan aku ya, Pril.." Amares menyentuh tangan Prilly yang ada diatas meja.
"Gimana kamu bisa sampai kesini, Amar?" Prilly belum bisa mengontrol rasa terkejutnya antara tak percaya dan senang Amares ada didepannya. Seakan-akan rindunya pada dasar lautan yang tenang terpatahkan seketika.
"Aku diutus King memantaumu didaratan, king kehilangan jejakmu, kalungmu mana?" Amares menatap leher Prilly, Prilly menyentuh lehernya yang sudah kosong tanpa kalung berliontin kristal laut itu. Tiba-tiba saja dia kembali merasa sedih mengingat kalungnya yang dibuang oleh Ali. Apalagi mengingat Ali menganggap itu tidak berharga. Rasanya hatinya jadi luka. Tak terasa airmatanya mengkristal jatuh dipipinya.
"Kenapa, Pril?" Ada binar terkejut dimata Amares melihat kristal bening itu jatuh dari mata seorang mermaid yang selalu dikaguminya. Mermaid yang periang dan tak pernah kelihatan sedih didasar laut tetapi didaratan kesedihan terpancar dimatanya.
"Enggak papa, Amar, aku baik-baik saja.." Prilly menyeka airmatanya.
"Jangan berbohong, aku minta maaf karna aku yang menyebabkan manusia itu melupakanmu, kalau dia tidak lupa mungkin kamu takkan menderita seperti ini, Pril!" Amares menghapus airmata Prilly yang kembali mengaliri pipinya yang bening.
"Sama saja Amar, toh waktu itu dia juga tidak ada perasaan apa-apa padaku, " Prilly menggelengkan kepala.
"Tak mungkin tak ada perasaan apa-apa, Pril, saat itu dia betul-betul kelihatan mencemaskanmu, memelukmu dengan erat, bahkan diaa...diaa..mencium bibirmu, kau tau?" Amares menggenggam tangan Prilly. Prilly menyentuh bibirnya sendiri. Ali mencium bibirnya? Benarkah?
"Itulah sebabnya kukibaskan ekorku dan cahayanya mempengaruhi ingatan manusia itu, Pril, waktu itu aku tak rela melihatnya, maafkan aku!" Amares mengelus pipi Prilly dengan jarinya.
"Tidak apa Amar, semuanya sudah terjadi, mungkin memang aku harus berjuang keras atau mungkin bahkan aku sebenarnya tidak ditakdirkan untuknya...!" Prilly menutup wajah dengan dua tangannya. Hatinya benar-benar telah kacau.
"Pril, jangan patah semangat!" Amares mengelus kepalanya.
"Prilly, lo digaji untuk mengurus gw, menjadi asisten gw, bukan untuk mojok berduaan sama orang lain disini!!!" Suara Ali yang mendekat mengejutkan Prilly dan menyebabkan Amares menarik tangannya dari kepala Prilly. Prilly berdiri dengan wajah tegang. Ali segera menarik tangannya dan Amares hanya bisa memandangnya.
Prilly melepaskan cengkraman tangan Ali dipergelangan tangannya tanpa suara. Ali ingin meraih tangannya kembali.
"Enggak usah dipegang, sakittt!" Tanpa memandang Ali, Prilly berlalu dari hadapannya menuju tempat parkir.
"Eh, mau kemana? Gw mau nyuruh lo!!"
"Mulai sekarang gak usah suruh-suruh aku lagi, aku minta dipecat!!!" Prilly merasa sudah lelah bersitegang dengan Ali setiap waktu, mengganti lo gw dengan aku kamu seperti kebiasaannya didasar laut sebelum terkontaminasi Ali. Sebenarnya menyerah bukan sifatnya tapi sepertinya Ali tak menjanjikan harapan apa-apa, jadi buat apa terlalu mengharapkan sesuatu yang jelas-jelas bukan miliknya.
Ali terperangah mendengar Prilly minta dipecat. Seketika hatinya seperti tak rela.
"Gw gak bakal mecat lo!!"
"Kalau begitu aku yang berhenti sendiri!!" Prilly berbalik dari hadapan Ali tapi Ali dengan sigap menarik tangannya dengan kuat hingga tubuh Prilly menempel dengan jarak pandangan yang hanya dua senti jika ada yang rajin mengukurnya. Prilly menantang mata Ali, Ali sebaliknya menatapnya lembut.
"Gak akan gw pecat lo, dan gak akan gw biarkan lo berhenti, Sisi!!"
°°°~Mercinku~°°°
Banjarmasin, September 2015
Republish, 11 Mei 2020
Tanpa edit dan tanpa revisi.
5hari sampai 15 Mei 2020. Untuk menemani selama #dirumahaja akibat pandemi covid19
Hai teman-teman, maaf agak lama update hari ini, ada yg sedang aku kerjakan...
Byk yang bertanya kenapa Saat Dia Tertidur sebagian chapturenya hilang, iya mmg aku unpublish krn rencananya akan dicetak menjadi sebuah buku (ini kalau jadi) doain ya..
Makasih vote dan komennya buat semangatin aku...
Regards,
:*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top