Hujan 9
Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang. Hari minggu yang melelahkan. Setelah tadi Fitri memintaku kerumahnya pagi-pagi buta, karena ia sendirian di rumahnya. Papi dan maminya sedang pergi ke luar kota. Sebenarnya sudah biasa sih, menginap di rumahnya atau sekedar main biasa. Tapi jika mendadak, pasti juga tak akan menyenangkan bukan, karena apa? Aku harus terburu-buru. Dan belum lagi Fitri yang menelponku dengan tangis yang menyertai ucapannya. Jelas saja aku semakin khawatir. Tumben dia menangis.
Langsung aja aku melesat ke rumahnya. Dan ternyata kenapa? Dia baru terbangun dari mimpi buruknya! Nggak abis pikir aja, Fitri itu ratunya lebay.
Di rumah Fitri, aku hanya menghabiskan waktu dengan menonton drama korea. Jika Shinta tak menyukai hal berbau korea. Lain lagi dengan Fitri, kalau dia itu pecinta drama korea. Kami sama-sama menyukai genre romance dan action.
Hampir sama seperti dia...
Ingatanku terputar ketika Fitri menanyakan apa yang membuat aku sibuk akhir-akhir ini.
"Lo kemaren kemana? Tumben gue ajakin jalan nggak bisa." Tanyanya.
"Gue diajakin si Reyga."
"Sepupu lo seumuran kita yang sekolah di Nusa Bakti itu?"
Aku memasukkan snack ke mulutku terlebih dahulu kemudian menjawab Fitri.
"Ho oh."
Memang beberapa minggu ini, aku memang sering sekali diajak Reyga keluar.
"Ngapain?" Tanyanya lagi.
"Biasa anak muda, gue diajakin nongkrong gitu," ucapku.
"Ceilah, anak rumahan jadi anak tongkrongan ya sekarang," ejek Fitri.
"Kagak. Itu cuma modal ancaman si Reyga doang. Mau kasih kejutan Andhin pacarnya."
"Aw, manis banget ya si Reyga? Gue rela jadi selingkuhannya."
"Manis? Yang ada sarap, mana ada orang yang mau kasih kejutan pake rame-rame segala. Apa lagi teman-temannya," dumelku ketika aku teringat Dhika.
"Kenapa temennya Reyga? Pada keren semua? Cogan? Mau atu dong dedeq."
Tak kudengarkan segala ocehannya tentang cogan. Aku hanya penasaran pada satu nama.
"Dhika. Lo tau Dhika anak Prasada, dia seangkatan kita?" Tanyaku pada Fitri. Aku memang tak terlalu tahu anak-anak prasada. Siapa tahu Fitri kenal.
Fitri tampak berfikir.
"Umm.. anak band bukan? Atau anak futsal. Gue sering denger Shinta ngomongin cowok itu."
"Mungkin iya. Gue gak tau sih, tapi Dhika Dhika itu kenal Ipal temen kelas kita."
"Gue inget! Dhika itu yang dulu ngisi pensi. Dia drumer. Tapi dia juga anak futsal, kenal Ipal'kan? Ipal kan gak bisa jauh sama bola."
"Uhm, mungkin gitu sih ..."
"Lo deket sama dia?"
"Hah? Enggak, dia temennya Reyga. Dia pernah nolongin gue. Dia asik sih, lucu, baik juga."
Fitri tersenyum simpul.
"Beneran temenan, ntar kalo tiba-tiba suka gimana?" Ujarnya menggoda.
"Gue gak bakalan suka sama dia! Cowok model Dhika?" balasku, aku itu udah janji sama seseorang buat nggak pacaran ataupun suka sama orang.
"Kalo lo suka Dhika, lo harus rela ujan-ujanan sama dia!" Tantang Fitri.
"Oke! Siapa takut."
Aku memejamkan mataku, teringat taruhan konyolku dengan Fitri tadi. Aku tak suka hujan. Baaimana bisa aku akan menikmatinya? Entah mengapa rasa kantuk belum juga menyerangku. Padahal hari ini aku lelah sekali.
Hemm.. apa yang membuatku akhir-akhir ini lelah ya?
Mungkin hampir setiap tiga hari sekali, Reyga mengajakku keluar. Ke Metilia markasnya. Dan ternyata ngapain? Hanya obrolan gak jelas khas anak muda. Waktuku terbuang sia-sia karenanya. Hari H untuk pesta kejutan Andhin tinggal seminggu lagi.
Asal kalian tahu, waktu itu kami, aku, Reyga, Gilang, dan Dhika bertamu ke rumah Andhin. Ceritanya minta ijin gitu sama mamanya Andhin. Harus sopan juga buat ngerjain anak orang. Tapi gak abis pikir aja mamanya Andhin itu kocak abis.
Semacam mama gahol gitu wkwk ...
Seekor nyamuk berhasil menggigitku. Membuyarkan lamunanku. Duh, sepertinya aku harus benar-benar tidur.
*****
Kenapa malam ini turun hujan?! Bahkan kukira setelah tadi pagi hujan dan di sekolah hujan telah berhenti titik-titik air itu tak akan membasahi tanah lagi. Nyatanya, malam ini hujan masih betah mengguyur kota ini semenjak sore tadi.
Terdiam cukup lama, aku termenung. Aku merasakannya lagi, hatiku bergetar setiap mendengar gemuruh yang perlahan darang.
Aku tak suka hujan.
Aku hanya ingin tak ada hujan!! Please Kumohon! Aku hanya ingin hidup dengan tenang. Tidak dengan segala rasa yang menghimpitku. Menekanku seakan aku hanyalah satu-satunya orang yang patut disalahkan.
Air turun dari langit dengan derasnya. Petir berkali menyambar. Hening..
Hanya hening, aku tak mampu melakukan apapun. Pergerakanku seakan terkunci dalam belenggu rasa yang tak mampu kukenali. Aku menyerah, tangisku pecah. Kupasrahkan tangisku pada Tuhan. Ketakutan itu perlahan hadir. Aku memejamkan mata, kemudian bangkit.
Aku terduduk diatas ranjang. Perlahan, air mata ini menetes dengan sendirinya. Ait mata ini seakan tak mau bergenti, seiring dengan tetesan air dari langit sana.
Haruskah aku kehilangan dia?
Kupeluk boneka beruang putih pemberian darinya. Hanya ini yang kupunya mengingatkanku padanya. Hanya ini milikku satu-satunya, yang menenangkanku ketika hujan. Ku tenggelamkan wajahku pada beruang putih ini.
Sejujurnya ... aku hanya... takut..
Aku takut mereka meninggalkanku. Seperti dia.
Aku takut, orang yang kusayang akan pergi. Aku rakut, orang yang berharga di hidupku akan pergi. Seperti dia ...
Menangis, air mataku semakin deras jatuh mengalir di pipiku. Sesak itu perlahan hadir, menghimpit dadaku dan terakhir kurasakan pening di kepalaku.
Dikepalaku terputar kenangan-kenangan kita. Canda dan tawa kita. Bagaimana kita bersama.
Bahagia bersama. Apapun itu akan kita lakukan bersama. Senyum yang kala itu membuatku semangat. Berbagai pencapaianku, kata-katanya yang menguatkanku dan aku masih mengingat jelas bayangan-bayangan itu..
Aku benci dia!
Kenapa dia harus ada di hidupku jika akhirnya meninggalkanku! Kenapa dia hadir jika pada akhirnya akan pergi?
Kenapa?! Kenapa dia harus pergi? Kenapa dia dulu datang! Kenapa aku harus bertemu dia!? Kenapa dulu aku mengenal dia! Kenapa dulu aku selalu bahagia bersamanya? Kenapa harus bersama dia, kenangan indah itu tercipta? Kenapa pada akhirnya dia menghilang! Kenapa harus dia yang pergi! Kenapa penyakit itu bersarang di tubuhnya?! Kenapa harus dia?! Kenapa tidak orang lain saja! Dan kenapa sekarang aku selalu mengingat dia? Kenapa takdir indah tak berpihak padaku?
Apa aku tak pantas bahagia? Bahkan bahagia bersama orang yang kusayang. Tersenyum lagi, seperti dahulu. Tak ada beban seperti dahulu. Kenapa Tuhan seolah tak mengijinkan aku untuk bahagia? Dan kenapa harus hujan? Kenapa dia pergi di saat hujan perlahan membasahi tubuhku?
Dia.. dia.. dia sangat berarti untukku! Ku mohon. Aku ingin sekali bertemu dia! Walau sekejap namun akan mengobati rindu ini.
Bagaimana kabarnya? Apa dia baik-baik saja di sisi Tuhan?
Air mataku tak mau berhenti. Aku teringat ketika dia kesakitan. Dan aku yang menyaksikan. Aku lemah. Aku benci. Aku marah. Segala emosiku terkumpul.
Benar! Aku marah dengan kenyataan. Aku tak perduli. Aku hanya... hanya...
Aku merindukan dia!
Berkali petir menyambar.
Aku tak mampu. Sungguh! Kenangan ini selalu menghantuiku.
Kenangan itu selalu terputar ketika hujan. Dan ketika itu pula aku akan terlihat menyedihkan, lemah, tak ada lagi Hana yang selalu tersenyum di depan orang lain. Semuanya kupendam sendiri. Hanya aku yang tahu.
Aku selalu bersembunyi.
Biarlah, aku tak ingin orang lain mengasihaniku. Aku tak ingin lemah di hadapan mereka. Aku tak ingin semua orang tahu bahwa..
Bahwa sebenarnya aku adalah seseorang yang begitu lemah, jika dihadapkan dengan kenangan menyakitkan itu. Seakan aku tak mampu menolak kenangan itu.
Semuanya terjadi ketika hujan dan badai. Kuseka air mataku lagi. Sungguh, aku sudah berjanji menangis yang terakhir kali kala itu. Tapi..
Aku tetap saja mengangis. Mengapa aku menangis hanya karena dia!?
Aaarrggh!!
Petir kembali menyambar. Ku dekap erat boneka ini, sekiranya mampu menguatkanku. Aku terbaring di ranjang, meringkuk, mendekap erat boneka beruang ini.
Aku takut.
Hanya dia orang yang mampu membuatku tersenyum tulus. Membuatku tertawa. Membuatku mengerti arti pertemanan. Dia yang mengerti diriku. Dia yang selalu tertawa dengan candanya. Dia yang menutupi semuanya dariku. Dan dia pula yang mengenalkanku pada suatu hubungan..
Persahabatan.
Persahabatan yang sesungguhnya. Seorang teman yang sangat berharga. Yang memgenalkanku tentang kebersamaan. Tentang keceriaan. Tentang kesedihan. Tentang sebuah perpisahan.
Dan sebuah kenangan.
Berharga sekaligus menyakitkan.
Badai masih bergemuruh. Aku takut.. jeritku tertahan. Hanya mampu kuwakilkan pada tangisan.
Kumohon berhenti! aku takut.
Senyuman kita. Tawa lebar kita, ketika kita bermain dulu. Semuanya, semua yang kita lakukan bersama. Semuanya masih terasa.
Ku mohon berhenti!
Aku masih ingat dia yang berjanji akan selalu bersamaku. Melewati hari-hari dengan kebahagiaan. Kami sudah merencanakan masa depan. Namun nyatanya ...
Dia pergi!
Meninggalkanku sendiri.
Hanya kebahagiaan semu yang kurasakan bersama temanku saat ini. Aku tak pernah merasakan persahabatan tulus lagi seperti dulu saat bersama dia.
Aku tak kuasa. kupejamkan mataku kuat-kuat. Berharap memori itu tak menghampiriku.
Satu pernyataan yang menyakitkan.
Dia telah meninggalkanku.
*****
*puvy
Hai ^^/ ngelap ingus.
Maaf kalo ada typo yang bertebaran..
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top