Hujan 6

"Gue sampe jamuran nungguin elo!" ucap seorang lelaki tajam.

Kuperhatikan dia. Postur tubuhnya yang tegap. Rahangnya yang tegas. Sorot matanya tajam. Hidungnya yang menjulang. Sangat menarik. Bahkan bisa dikatakan tampan.

Tapi...

Aku pernah melihat dia!

Eh, dia kan ...

Gilang.

Dengan secangkir capucinno di depannya yang tinggal setengah. Kurasa dia menunggu kedatangan kita, melihat tatapannya yang begitu menyeramkan. Tunggu, ngapain dia juga di sini?

"Sorry nungguin nih curut, dandannya kelamaan," jawab Reyga asal. Ini orang yah! Sembarangan. Tadi, bukannya dia yang maksa?

"Dasar. Elo kan ngomongnya dadakan!" Sungutku. Enak aja aku yang disalahkan.

"Apa? orang lo kok yang mantengin orang korea mulu."

"Reyga lo tuh yaa!" Aku berniat memukulnya, tapi si kutu kupret malah ngeloyor mendudukkan pantatnya di depan Gilang.

Sumpah, rasanya tuh pingin banget cincang Reyga jadi kecil-kecil.

"Apa? Udah diem aja deh."

Hem, kuputuskan mendaratkan pantatku di kursi.

"Lah ngapain ngajakin gue, kalo ujung-ujungnya disuruh diem?" Gerutuku pelan. Kalo tau kayak gini mending lihatin kuki tau!

"Lo itu cuma buat sarat aja kesini," ucap Reyga seenaknya.

Tak lama pelayan kafe datang. Sembari menunggu mbak tadi mencatat ia terus saja mengomeliku dengan alasan yang nggak jelas. Aku memutar bola mata, jengah oleh omelan Reyga yang mempermasalahkan kenyataan bahwa aku menyukai cowok korea. Huh!

Kulirik Gilang. Dia hanya memainkan ponsel dan tampak bosan. Dia mengacuhkan kita! Astaga, ada yah makhluk super kece walaupun dia cuma diem aja?

Gilang mendongak, Oh My God!! apa dia ngerasa gue perhatiin dari tadi?
Demi pantatnya tetet alias si tae yang mulus, sumpah gue malu! Padahal gue belom pernah liat pantatnya si V. Jungkook sih pernah dalam imajinasiku.

Gilang mendongak, menatapku, kemudian dia senyum tipis. Duh lesung pipinya keliatan!
Adem adem gimana gitu sensasinya.. nyess nyeesss ayam panggang. Ya ampun Hana! Astaghfilullah jaga pandangan! Aku sontak merunduk mengulum bibirku ke dalam.

Aku mendengar Reyga mendengus. Merasa omelannya dari tadi tak berguna.

"Lo ngapain ngajakin ke sini dadakan? Tumbenan juga ngajakin Hana. Biasanya cuma sama anak-anak doang." Gilang menatap Reyga tajam.

Nah pertanyaan Gilang mewakili pertanyaanku. Aku menunggu jawaban Reyga penasaran.

Tapi ketika hendak berucap pesanan kita datang. Dua cangkir caffe latte dan segelas strowberi milkshake. Si Reyga tau ajah kalo gue suka strowberi. Bentar! Dua caffe late? Ada orang lagi yang ditunggu? Aku menyeruput minuman di depanku. Lelah juga adu mulut dengan Reyga tadi.

"Tunggu bentar, pasukannya belom lengkap."

Apa kata Reyga tadi, pasukan? Emangnya kita apaaan coba?

Pasukan perang? Pasukan militer? Pasukan army? Pasukan remaja mengejar cinta? Atau pasukan psikopat membunuh orang? Okey, gue kadang sering konslet. Abaikan!

Memikirkan pasukan membuat aku pingin pipis. Ini kayaknya efek minum jus strowberi tadi di rumah deh. Ditambah ini minuman di depannku.

"Gue ke toilet dulu ya," pamitku pada dua makhluk kece. Ralat! Satu doang, si Reyga mah yang ada bangke!

*****

Setelah aku keluar dari toilet, aku kembali ke meja bernomor 09. Meja di sudut ruangan berdekatan dengan jendela berkaca tembus pandang.

Ketika akan duduk di kursiku tadi, tiba-tiba ada yang menarikku lenganku. Hingga menghentikan langkahku menuju kursi.Aku menoleh dan suksea mengernyit, kebetulan macam apa lagi ini? Kenapa Dhika si cowok cerewet ada di sini juga?

"Ini kursi gue!" ujarnya menatap kursi di depan kami. Dengan tangannya yang masih menempel di lenganku.

"Dih, emang elo yang punya nih kafe?"

Dhika mendudukkan pantatnya di kursiku tadi. Salahkan aku yang kalah gesit dari dia! Sial.

"Sok-sokan segala lu nyet," Reyga bersiul pelan kemudian menarik tanganku untuk duduk di sebelahnya. Okelah gue pasrah! Okeylah cewek yang ngalah. Okey, gue emang lagi apes.

"Tau! Baru dateng udah main rebut kursi orang," omelku pelan, menatap wajahnya yang berada di hadapanku. Dia hanya nyengir dengan kurang ajarnya.

"Dah langsung aja Ga, ngapin nih kemari?" Dhika bertanya mengangkat sebelah alisnya.

"Ntar dulu, gue haus."
Reyga menyeruput minuman di depannya. Lama-lama gue tendang pantatnya Reyga. Nih anak tuh bikin orang penasaran!

"Kenapa lo Kumpulin kita?" Tanya Gilang dengan nada dingin, datar. Sedikit serem sih, kaku juga orangnya. Tapi ... yah, dia keren. Keren banget! Cool!

"Eh hem. Mari kita mulai pembicaraan kali ini.." aku memutar bola mata, nih anak masih aja ngeselin. To the point gitu kan enak! Samar kulihat Gilang mendengus malas dan Dhika berdecak pelan. "Okey, okey gue serius kali ini! Jadi gini.. Gue selaku pacar atau dalam bahasa kerennya couple Andhin semenjak lima bulan yang lalu akan merencanakan sebuah pesta kejutan yang sangat indah. Jadi mohon bantuannya teman-teman." Reyga berkata dengan senyum lima jari.

"Kirain penting apaan njing!"

"Tau gini, gue liatin kuki Ga!"

"Buang-buang waktu gue aja lo!"

Yaelah, si Reyga lebay amat. Pakek kumpulin orang sekampung buat kasih kejutan pacarnya. Kasih bunga, boneka, coklat beres kan gitu ajah ribet. Atau ajakin nonton ngedate bareng kan bisa. Kan biasanya cewek suka tuh dikasih begituan. Ribet banget!

"Harap diam, sodara-sodara. Sesuai perjanjian inget!" Kata Reyga menatap kami penuh kemenangan. Kurasa semua yang datang kesini bermodal ancaman Reyga.

"Yaelah, lo tega amat ngurung gue disini! Jemuran mami gue belom diangkat."

"Sebodo, malem malem mami lo jemur pakaian. Paling-paling kolor elo yang ada Dhik!" ujar Reyga.

"Tai lo."

"Buruan, gak usah basa basi! Gue abis ini jemput temen gue," seru Gilang dingin. Nih orang makin dingin aja deh! Ampun deh! Apa perlu gue angetin bang! Haha okey, becanda. Aku bukan tipe cewek seperti itu.

"Oke-oke, pertama-tama Hana lo kebagi nentuin ide. umm, terus Dhika lo yang jaga rumah Andhin. Dan Gilang lo ikut gue beli perlengkapan. Gimana?"

"Jaga rumah Ga, lo pikir gue anjing? Yang kerenan dikit lah."

"Lah emang elo kan anjing!"

"Kampret lo Ga!"

Kulihat Reyga yang tertawa penuh kemenangan sedangkan Dhika bersungut-sungut kesal. "Emang kapan ulang tahunnya?" Tanya ku pada akhirnya.

Hening. Baik Dhika dan Gilang sama-sama menunggu jawaban Reyga.

"Sebulan lagi."

"Yaelah, dodol! Ngapain kumpulin kita sekarang?" Ucap Dhika seraya menjitak kepala Reyga, sedang Gilang mengumpat di sebrang sana.

"Apa salahnya perencanaan?" Reyga menjawab dengan entengnya. Lo tahu Ga! Rasanya gue pingin makan lo idup-idup! Gue bela-belain ninggalin kuki demi rencana jangka panjang sebulan kedepan yang gak ada untungnya buat gue.

"Yok pulang sama gue Han!" Dhika menarik tanganku yang semula berada di atas meja. Ku tepis genggaman tangannya.

"Jangan deket-deket si monyet Han!" Reyga mendekat padaku kemudian melingkarkan tangannya di pundakku. Tersenyum sinis.

"Anjing lo!"

"Mending pulang sama Gilang, gue yakin kalo lo sama Dhika gak akan selamet sampai rumah Han." Gilang yang disebut namanya hanya mendongak sekilas. Kenapa dia cuek banget sih? Ayolah gue pingin liat senyumnya yang manis sampe keliatan lesung pipinya.

"Bacot lo!"

"Siapa juga yang mau pulang sama lo?" Jawabku ketus pasa Dhika. Aku kesal padanya karena tempat dudukku tadi sudah dikaim miliknya. Padahal aku yang pertama di sana.

"Haha, mampus rasain tuh Dhika ditolak uey! Pamor lu turun nyet," Reyga tertawa disertai hinaan.

"Ini mah bisa diatur. Sebulan lagi pasti si Hana kepek-klepek sama gue!" Kuacuhkan ucapan Dhika barusan, gak semudah itu yah bikin Hana suka sama cowok! Inget itu! Apalagi cowok model Dhika? Kalo kayak Gilang sih oke oke aja. Pesonanya aja udah kayak ngalahin pesona Indonesia.

"Lo lagi ngapain? Nunduk mulu perasaan," aku bertanya pada Gilang. Salahkan mulutku yang hilang kendali karena aku ingin mendengar suaranya dan melihat senyumannya.

Dari tadi Gilang nunduk, nggak tau ngapain tuh. Sebagai cewek yang punya rasa keingintahuan yang tinggi. Bibirku berucap tanpa izinku.

Gilang mengangkat tangannya. Menunjukkan padaku benda yang menyibukkannya barusan.

Gilang menunjukkan ponselnya. Dia lagi main game. Pantas saja dari tadi kita diacuhkan.

*****

Aku berada di kantin sekolah. Bersama Fitri dan Shinta. Memesan makanan masing-masing. Setelah itu menuju meja. Menyantap menu makan siang. Dari tadi cacing peliharaanku mendemo. Minta dikasih jatah makan. Maklum, badanku kecil tapi ternak cacing diperut.

Fitri duduk di depanku, membawa sepiring nasi pecel. Tadi dia abis beli di WBL, sebutan kita warga SMA Prasada untuk kantin yang berada di pojok. Wbl itu singkatan dari Warung BuLek.

"Eh, pada tau gak sih?" Tanyanya, dengan binar dimatanya.

"Enggak." jawab kita kompak, aku dan Shinta.

"Yee, belom juga ngomong," Fitri manyun, dengan bibir maju lima centi. Bayangin aja guys! Fitri itu cewek yang ekspresif.

"Apaan Fit?" Shinta bertanya setelah menyeruput jus jeruk dihadapannya.

"Jangan bikin kepo orang deh Fit, elah." Aku memutar bola mata, sekalinya dibuat penasaran aku tuh selalu gini. Kan malesin.

"Hehe, gini nih critanya. Tadi kan gue disuruh Bu Linda nih,"

"Hah? Ngapain Bu Linda nyuruh elo? Jangan pernah urusan sama dia, berat tar Fit!"

"Seberat beban tubuhnya!"
Timpalku. Jangan salahkan aku! Bu Linda itu memang gendut padahal dia masih muda. Guru yang selalu minta perhatian muridnya.

Adayah, guru yang meminta muridnya untuk selalu berkirim pesan padanya, setiap waktu, setiap hari dan hal itu adalah masuk ke dalam daftar nilai tugas. Tugas mbahmu! Yang ada dia yang kurbel gak pernah dikirimi pacarnya pesan kali ya?

"Hahaha"

"Gue serius! Dengerin ajah elah," Fitri kembali menyela, tadi keasikan tertawa sih.

"Oke, lanjut!"

"Nah, terus tuh gue kan disuruh ke TU ambil buku catetan apa gitu, meluncurlah gue ke TU. Kan ngelewatin lapangan nih, sumpah mimpi apa gue semalem. Si Arkan lagi dribble bola. LO TAU??!!!
HE'S SO CUTE!! Mukanya tuh baby face banget, kayak oppa oppa korea!"

"Adek kelas yang kemaren lo ceritain Fit?" Tanyaku dibalas anggukan antusias dari Fitri.

"Kirain gosip terbaru fit," ujar Shinta memutar bola mata.

Shinta itu anak hits dia punya grup sesama anak hits, apalah gitu. Nah itu tuh, biasanya pada bahas Prasada. Mau siswanya yang hits lah. guru tercantik, terkejam, tergendut lah. Terus menu kantin, yang harganya makin naik. Sampai tukang kebun juga dijabanin. Pokoknya semua gosip seputar Prasada deh!

"Tapi gue kan suka sama dia guys!" Fitri berkata memelas. menunduk meratapi nasibnya yang sedang jatuh cinta. Tuh kan! Jatuh cinta tuh ribet.

"Kenapa harus Arkan?" Tanyaku kemudian dibalas Shinta.

"Stuju!"

"Kenapa harus adek kelas?" Lanjut Shinta. Fitri mau menyela terdahului ucapan Shinta.

"Sip sip!"

"Kenapa harus berondong?" Kataku tajam.

Fitri hanya melongo, di depanku.

"Nah! Itu tuh" Ucapan Shinta tak menyadarkan Fitri, namun Fitri malah menunduk. Kasihan banget gak diberi kesempatan buat bicara.

Fitri makin nunduk, lalu menempelkan kepalanya diatas meja kantin. Duh nak kalau sikapmu seperti itu aku makin senang menggodamu.

Tiba-tiba Fitri mengangkat kepalanya. Menggenggam sendoknya.

"Namanya juga cinta. Gue nggak milih dia buat gue cintai. Tapi cinta yang milih gue buat mencintai dia. Terus gue harus apa guys?"

Aku terbelalak!
Hah? Nih anak kesambet apaan? Tumben omongannya sok bijak gini. Dia tuh alay banget! Apa efek makan nasi pecel bulek? Wah, tiap hari makan pecelnya bulek ah! Siapa tau gue jadi bijak jadi puitis tiba-tiba gitu. Kan seru!

"So deep," Shinta tersenyum manis, saking manisnya ngalah-ngalain manisnya gulali.

"Tumben lo kagak alay?"
Kaget ajah gituloh. Hampir tiga tahun temenan! Sekalinya Fitri jatuh cinta langsung jadi bijak..

"Umm, gue tadi emangnya ngomong apa?" Tanya Fitri dengan ekspresi bodohnya.

"Dodol!"

"Tai kebo!" umpatku.

*****

*puvy

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top