Hujan 3

Pagi ini si Deny bikin naik darah mulu. Mana ini udah telat banget lagi! Jam tujuh tadi aku baru bangun. Padahal jam pelajaran dimulai jam setengah delapan. Bayangin, aku ke sekolah cuma mandi bebek! Udahlah yang penting wangi, beres.

Terus ditambah lagi si Deny dari tadi muter-muter nggak jelas. Nggak tahu apa kalo kakaknya kesetanan! Yang pinjem sisir lah, ambil tissue, nyolong bolpen, bolak-balik kamarku terus ke kamar dia. Bahkan orang lain mungkin pusing melihat tingkahnya.

Meminum segelas susu, pamit mama papa. Abaikan perut yang keroncongan. Beres deh. Tinggal capcus rumah Reyga. Enaknya punya supir. Haha. Sebenarnya bisa saja aku ke sekolah dengan taksi atau ojek online tanpa perlu merepotkan Reyga. Tapi, berhubung dengan nebeng Reyga uangku jadi aman, tak berkurang dan lebih hemat. Aku sedang menabung untuk membeli album bts.

"Ga, tungguin gue! Tinggal taliin sepatu doang," aku menarik tali sepatu kemudian beranjak menuju mobil putih depan rumah. Dari tadi si Reyga klakson mulu.

"Sumpah lo itu kebo banget ya! Kalo ntar gue telat besok gak ada tebengan!" baru pertama melangkah masuk mobil ajah si Reyga sudah nyemprot.

Astoge! Okey, gue bakal balas dendam. Matahin lehernya enak kali? Atau sebelumnya dikuliti dulu? Okeylah, not bad.

"Iya, yah, maap. Terakhir telat janji deh," ucapku pada Reyga yang mulai melajukan mobil.

"Hmm."

Tuh, keluar ngambeknya. Kayak anak kecil banget dah. Sebelum dikulitin enaknya diapain? Di congkel dua matanya atau dijahit bibirnya? Aku bergidik, mengingat aku pernah membaca tulisan tentang jahit menjahit bibir.

Ah, jaket! Aku teringat jaket.

"Ohiya, gue nitip jaket nya Dhika ya," ucapku hendak mengambil jaket yang ada di dalam tas.

"Balikin sendiri aja, lo kan yang pinjem." gerakanku terhenti, kutoleh si Reyga.

"Tapi lo kan temen bimbelnya," kataku seraya mengangkat sebelah alis.
Kemarin Reyga berkata padaku tentang tragedi penolongan Dhika akbiat mobilnya yang mogok. Dan ternyata mereka kenal dekat karena mereka teman satu bimbel.

"Hari ini gak ada jadwal bimbel," tukasnya. Ah, dia lagi badmood kayaknya.

"Ya udah gue balikin sendiri."

Aku mengerucutkan bibirku.
Tuhkan! Reyga itu nyebelin banget. Padahal nih, gue lagi gak pingin berurusan dengan temannya lagi.

*****

Hampir saja tadi pintu gerbang ditutup. Sumpah ini itu telet banget seumur-umur sekolah di SMA Prasada, baru sekarang aku terlambat.

Ini gara-gara semalem, aku keasikan liat MV bts. Duh, bener ya hukum sebab akibat itu saling berkaitan. Gegara keasikan ciumin kuki jadi fatal akibatnya.

Entah gimana nasib si Reyga. Semoga saja dia nggak telat dan besok dia masih mau kasih tebengan.

Aku berada di kelas, kucolek Shinta yang ada didepanku. Entah aku yang keburu pikun atau aku emang bener-bener dodol. Aku lupa nggak mengerjakan tugas rumah. Mana pelajaran fisika lagi. Pak Yusuf itu guru yang lumayan killer.

"Shin, gue salin punya lo yah," ucapku kelabakan. Mirip cacing kepanasan.

"Tumbenan Han? Hana gituloh yang gak pernah absen sama pr," ucap Shinta menoleh kebelakang, dia duduk di depan mejaku. Melihatku dengan heran. Apa aku serajin itu? Kurasa tidak. Aku juga sering bermalas-malasan.

"Khilaf, ini gegara penasaran syndrome."

"Penasaran apaan?" Kelihatan banget dia ingin tahu, dari matanya. Bola mata itu berbinar Indah dari mata sipitnya.

Aku tersenyum lebar, "MV terbaru bts keluar. Gila si kuki keren banget dah!" Jawabku heboh. Dia hanya memutar bola mata.

Shinta itu bukan tipe cewek yang mengidolakan orang. Katanya sih, ngapain bela-belain habisin waktu buat bisa lihat itu orang. Padahal orang nya ajah belum tentu tahu kita. Gituu ...

Pikiran yang rasional. Dia lebih menyukai apa yang ada di depan mata, itu curhatannya dulu.

"Yaelah, kirain apaan." tuh kan, tanggapannya aja ogah-ogahan.

"Udah, buruan Han!" Fitri di sampingku bersuara. Dia juga sedang menyalin. Entah punya siapa tuh.

Dia sudah sembuh, takut terlambat pelajaran mungkin kalau dia sering nggak masuk. Kita kan sudah kelas dua belas.

"Hehe." Aku menepuk jidatku. Kuberi kecepatan penuh pada tanganku. Menyalin jawaban. Pekerjaan mulia seorang pelajar. Setidaknya itu di pikiranku.

*****

Semenjak istirahat kedua tadi hujan telah mengguyur sekolahku, deras. Petir pun menggelegar. Ruang kelas pun gelap. Gelapnya ruang kelas ini seakan dipengaruhi oleh mendung dilangit atas. Padahal lampu dikelas sudah dinyalakan. Tapi suasana tetaplah gelap.

Aku benci saat ini..

Kuputuskan mengambil earphone mendengarkan musik. Tak kuhiraukan teman-temanku yang lain. Entah menjerit ketakutan seperti Fitri yang sekarang duduk di meja Cici, meja paling depan. Cici adalah seorang yang cukup menyenangkan. Tapi sayang, dia selalu menjadi korban bully. Bukan bully yang menyeramkan dan ekstrim, tapi cuma sekedar menjahili.

Kutengok Shinta yang duduk dilantai bawah bersama anak laki-laki. Memainkan kartu uno. Shinta itu cewek yang cantik, salah satu most wanted girl jadi wajar saja banyak temen cowok-cowoknya.

Kutelungkupkan wajahku, kuputuskan untuk tidur. Efek begadang semalem. Tadi ketua kelas bilang kalau jam pelajaran Agama saat ini kosong. Jadi aman saja kalau sekarang aku tidur.

Setelah beberapa waktu aku menyelami dunia mimpi, tepukan pelan kurasakan dipundakku. Kubuka mataku perlahan. Kudapati Shinta disampingku. Ah, iya tadi kan aku tidur.

"Udah bel. Yuk cabut!" ajakannya kubalas dengan gerakan mengucek mata.

"Iya, lo duluan ajah deh Shin. Gue mau ke kamar mandi." selesai berucap pada Shinta aku menguap. Benar-benar ngantuk. Efek begadang semalam.

"Oke."

Kutengok sekeliling, hujan masih deras. Tapi tak ada petir. Langit pun masih mendung.

Aku berjalan menuju kamar mandi. Bau hujan memenuhi indra penciumanku. Petrichor. Pluviophile. Sejuk, basah. Aku suka ...

Tapi ingat sekali lagi! Aku benci hujan.

Kubuka pintu kamar mandi. Menuju westafel, dan bersiap membasuh muka. Aku menengok pantulan diriju di depan cermin, jujur baru kali ini aku tidur di kelas. Kubuka resleting tasku. Mengambil tissue.

Loh jaket? Oh iya jaket si Dhika! Kan kayaknya aku perlahan jadi dodol deh. Lupa mulu dari tadi.

Duh, ini jaketnya gimana balikinnya yah? Bentar, seragam dia kemaren kan seragam Prasada. Tapi dia kelas berapa? Ipa apa Ips? Gue gak tau.

Hubungi Reyga? Ntar dia nyemprot lagi. Eh iya, nomer. Gue kan masih ada nomernya kemarin.

To: +6289674xxxxxx
Lo dmn? Ini jaket pny lo kmrn mau gue balikin.

Hana

Aku keluar dari kamar mandi. Menuju halte, di depan sekolah. Menunggu. Jemputan si Reyga lagi.

Bunyi ringtone pesan menghentikan langkahku. Ku buka pesannya, aku berada di koridor sekarang.

From: +6289674xxxxxx
Gue ke kls lo aj. Kls lo dmn?

To: +6289674xxxxxx
Gak jd deh, bsk gue titipin Reyga.

From: +6289674xxxxxx
Tapi guenya mau sekarang

Tak kubalas pesannya. Itu si Dhika emang minta di gorok deh. Seenaknya ajah mau sekarang. Apa benda jaket itu sangat berharga? Kalo bisa, gue beliin deh selusin!

Kutaruh smartphone ku di saku. Tak kubalas. Kupercepat langkahku menuju halte. Aku di penghujung koridor. Terpaksa kuterjang hujan ini.

Baiklah basah.. Ah, menyebalkan!

Sesampainya di halte. Hanya sedikit yang menunggu jemputan seperti aku.

Kuedarkan pandanganku kesekelilingku. Hanya satu orang yang menunggu jemputan. Dia tengah duduk mendengarkan musik.

Aku pun duduk di halte. Membuka ponselku. Oh, ada pesan rupanya.

From: +6289674xxxxxx
Lo dmn?

Ketika akan membalas pesan. Ada motor melaju dengan kencang. Kuperhatikan sekali lagi, si pengendara itu membonceng cewek. Ternyata dua anak SMA, terlihat dari seragam celana dan roknya yang putih abu-abu. Ah, sensasi hujan-hujanan sama pacar ketika masih SMA..

Envy?

Enggak, aku tak begitu menyukai hujan.

Ku tengok smartphoneku lagi. Ku balas pesan dari Dhika.

To: +6289674xxxxxx
Halte

Tak lama balasan susulan pun kuterima.

From: +6289674xxxxxx
OTW

Teman menungguku tadi sudah dijemput. Enaknya jadi dia.. aku tekadang sedikit merasa iri pada mereka yang jemputannya selalu tepat waktu. Ataupun mereka yang bisa semaunya pergi sendiri kemanapun.

Jadilah sendirian... menyebalkan! Okey, sabar Han. Nikmati aja saat ini!

Angin menerbangkan sebagian rambutku. Dingin..
Aku memandang bulir hujan yang jatuh di tanah. Dia indah ... Membentuk gelombang.

Tapi aku benci hujan ...

Kuambil jaket Dhika dari dalam tas. Jaket hitam dengan harum yang khas. Menenangkan. Parfum apa sih yang di pakek? Walaupun sudah kucuci bersih, tapi parfumnya tetap membekas.

Tak lama mobil merah berhenti di depanku. Yang kutahui adalah Dhika yang keluar dari mobil dengan payung yang melindungi tubuhnya dari tetes air hujan.

Dia tersenyum, kubalas dengan yang senyuman juga. Lalu kuulurkan tanganku, untuk mengembalikan jaketnya.

"Nih, makasih yah," aku tersenyum padanya.

Dhika menutup payungnya.

"Iya, sama-sama. Lo sendirian?" Tanyanya mengambil jaket, kemudian dia duduk di sampingku.

Kujawab pertanyaannya dengan anggukan saja.

"Udah sepi gini, mending lo gue anter pulang deh Han,"
Dhika yang semula duduk berdiri lagi, membawa tangannya keatas. Membiarkan butiran air hujan membasahi telapak tangannya.

"Nggak usah deh, ntar ngerepotin lo ... lagian si Reyga juga udah otw."

Dia berbalik menghadapku. "Tuh anak demen banget ngaret. Gue anterin lo pulang aja yah," bujuknya.

Aku masih tidak terlalu percaya sama dia. Anggap saja aku berlebihan. Namun ketahuilah, bagaimanapun juga aku perempuan. Sendirian lagi. Aku juga baru mengenal dia kemarin.

"Nggak usah Dhik, lo pulang ajah. Gue udah biasa, lagian jaketnya udah kan?"

"Balik bareng gue aja! kata nenek gue, awal penghujan itu gak baik buat kesehatan," dia berucap layaknya seorang mama yang menasehati anaknya. Sok tau bangt dia.

"Nenek lu dokter?" tanyaku seraya mengejek.

"Yaelah, dibilangin juga," Dia duduk lagi di bangku halte.

"Ya udah, gue temenin nungguin. Daripada sendirian."

"Mending sendirian sih," jawabku acuh. Memainkan ponselku yang berada di genggaman tanganku.

"Lo gak takut apa? Gue pernah denger rumor pintu gerbang sekolah loh, katanya nih gerbang sekolah bisa gerak-gerak sendiri," bisiknya padaku.

Tuh! dia itu emang usil banget deh, pake nakut-nakutin segala lagi!

"Gak usah nakut-nakutin deh! Gue ceburin ke empang mau lu?" Lucu mungkin ya liat Dhika berenang di empang. Hahaha.

Imajinasiku sangat absurd kalian harus percaya itu. Okey, mungkin objek penyiksaan di otakku akan beralih ke Dhika. Aku terbahak di dalam hati.

"Muka lo cantik juga Han ..."

Dih, nih orang ngapain juga? Pake godain segala lagi. Apa dia tadi ngeliatin mukaku? Ketika aku asik bayangin Dhika nyebur empang. Kan nyebelin banget ini orang! Haruskah aku bercadar untuk menghalangi makhluk ini melihat wajahku?

"Apaan deh, pulang sono. Gak ada kerjaan banget deh. Ntar lo dicariin sama pacar lo!"

"Emang siapa pacar gue?" tanyanya dengan nada yang aneh. Sedikit ketus atau marah, ah! Gue gak peduli.

"Mana gue tau lah!"

"Seandainya ada yang ngajakin lo pacaran, lo mau?"
Nah kan, ini orang itu ngeselin banget! tak tahukah dia, hatiku tersentil mendengarnya. Aku tak diperbolehkan pacaran selama SMA. Hiks...

"Ngomong apa sih lo itu, gak jelas banget dah!"

"Yah, menurut lo gimana? Terima? Atau enggak?" Tanyanya lagi. Ini orang penasaran atau apa sih?

"Kalau gue bener-bener butuh dia, gue terima dia," jawabku asal-asalan.

Reyga lama banget sih! aku nggak terlalu nyaman dengan pembicaraan mengenai hati.

"Namanya manfaatin neng!" dia terkekeh geli.

"Nggak gitu. Ah, lo mah kagak ngerti cewek! ketika dunia lo berpusat sama satu orang, Ketika itu juga lo sangat membutuhkannya."

Aku menyitir kalimat di buku yang pernah aku baca dulu.

"Hmm gitu?" Dhika tersenyum miring, kemudian tertawa.

Setelahnya, kedengar berbagai ocehannya yang membicarakan segala hal yang tak penting. Seperti mengajaku pulang bersamanya yang jelas kutolak, atau mengomentari potongan rambutku yang terlalu pendek.

Tapi menurutku tidak terlalu pendek, hanya sebahu. Kurasa wajar untuk style cewek SMA.

"Tuh, si Reyga dateng."

Aku mendongak, dari tadi aku ngelihatin semut semut kecil dibawah. Mengacuhkan bebrbagai ucapan Dhika yang kurang penting tadi.

"Lo ngapain di sini nyet?" tanya Reyga memandang Dhika curiga.

Dhika merangkul pundakku.
"Bacot lo! lo mah enak, adem ayem udah punya. Gue pepet dikit aja gak apalah!"

Ngapain dia nempel kek gini? Tangannya menempel persis di pundak sebelah kananku.

"Lo apaan pegang-pegang Hana? Minggir-minggir! gak usah deket-deket Dhika, tar rabies Han! Dia kan monyet."

Reyga melepas tangan Dhika dari pundakku. Ganti Reyga yang merangkulku dari sisi berlawanan.

"Udah, yuk pulang! Gak baik deket-deket monyet." Reyga langsung menarik tanganku.

"Eh, njing mau lu bawa kemana cemewew gue?!"

"Ga usah mimpi deh lo, mana mau Hana sama monyet kaya lo!"

Reyga tertawa mengejek sebelum mendorongku masuk, menutup pintu mobil dengan keras.

Aku hanya mendengus di dalam mobil. Aku bingung dengan situasi ini. Samar-samar ku lihat dari spion mobil, Dhika cekikikan.

Hari ini Hana mulai menjadi dodol. Heran deh..

*****

Hai lagi:D moga-moga ga ngebosenin ;)

*puvy

Happy reading 😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top