Hujan 28 a
Seragam dingin yang semula melekat di tubuhnya berganti dengan kaos berwarna putih yang tengahnya terdapat tulisan 'Balenciaga'.
Dhika terlihat lebih fresh ketika sudah berpakaian bersih seperti ini. Ia sedikit merunduk. Jemarinya bergerak menelusuri rambut yang sedikit basah itu. Mengacaknya pelan, membuat Dhika terlihat keren saja. Pemuda itu tengah terduduk di kursi teras rumah Hana.
Setelah sampai di rumah Hana sepulang sekolah tadi, Dhika tak diijinkan pulang oleh mama Hana melihat kondisi mereka yang terlihat jelas kedinginan. Dhika pun tak keberatan menuruti perkataan mama Hana. Jadilah saat ini ia terdampar di rumah Hana dengan meminjam kaos Deny-adik Hana- yang terlihat kekecilan.
Hana datang menghampiri Dhika. Membawa teh dan juga beberapa cemilan.
"Diminum dulu Dhik, buat angetin badan," ucap Hana pertama kali, Hana sudah berganti dengan setelan sweter dan celana santai.
"Thanks Han, si Deny tadi mana?"
"Mungkin lagi main video game, bocah satu itu selalu aja game yang ada di pikirannya," Hana sedikit menggerutu. Dia menghempaskan tubuhnya di kursi samping Dhika. Terdapat meja bundar, pemisah keduanya.
Dhika yang mendengarnya sedikit terkekeh. "Wajar kali cowok. Gue juga gitu kalo lagi main game."
"Yah tapikan gak kebangetan kayak si Deny, dia tuh udah level akut. Masa nih ya, di panggil empat kali loh dia masih sibuk sama gamenya. Heran deh gue.."
Hana masih sibuk dengan segala ocehannya. Di sampingnya, Dhika menatap Hana dengan pandangan yang sulit diartikan. Kemudian buru-buru dia tersenyum.
Dhika terkekeh lagi. "Haha, yah sama aja kayak lo yang suka lihatin cowok korea. Mana mau diganggu apalagi diusik."
Hana terdiam, memikirkan ucapan Dhika. "Hehe, iya juga yah. Ah, gue jadi kangen kuki."
Dhika memutar tubuhnya, menghadap Hana.
"Emang sekeren apasih cowok korea? Perasaan mukanya kayak cewek gitu, kembar semua gak ada bedanya!"
Hana refleks melotot. Mana bisa? Tetap saja mereka punya garis wajah yang berbeda. Apa lagi kuki, dua matanya yang indah. Hidung yang terlihat runcing di ujung. Bibirnya yang biasa mencetak senyuman khas. Postur tubuhnya yang tinggi. Ah, kuki beda banget pokoknya! pacar-able.
"Jelas ada bedanya. Si kuki tuh cute, kiyowo, gemesin. Apa lagi tingkah gesreknya, konyol banget." Hana tersenyum mengingat segala kekonyolan kuki.
Dhika berdecak pelan, "Secutenya cowok korea, mereka gak pernah cobain kue naga sari isi pisang!"
"Lah mana ada naga Sari di korea dodol!" Hana menoyor kepala Dhika.
"Aduuuh, sakit Han!" ujar cowok itu setelah mendapat pukulan. Hana terkekeh pelan. Ah, akhirnya dia bisa dekat dengan cowok ini lagi.
Hati Hana berdesir memikirkannya. Hana pernah sekali dalam tidurnya memimpikan hal yang seperti ini.
"Taaaaaan, mintaa makaaan.."
Ucap seseorang yang berpostur tinggi. Melangkah, dari gerbang samping rumah Hana. Mereka yang sedang duduk di kursi teras pun menoleh ke arah sumber suara.
Reyga datang dengan teriakan yang cukup keras. Nadanya terkesan manja. Reyga sedikit aneh.
"Masuk nggak salam, malah minta makan," omel Hana. Perlahan Reyga melangkah mendekati mereka.
Reyga terdiam melihat Dhika. Tiba-tiba Hana dengan gerakan cepat. Menampol kepala Reyga.
"Sakit bego, curut!" Refleks Reyga menarik hidung Hana. Pembalasan dendamnya.
"Lo apain Andhin? Lo selingkuh kan! Astaga Ga, lo iblis banget sih! Gak abis pikir gue, ada manusia setolol elo." Hana bersindekap, berpose seperti ibu yang memarahi anaknya. Dhika berkali menahan tawanya. Melihat interaksi dua saudara sepupu ini.
"Gue kagak selingkuh! Cuma cari cewek buat main aja," ucap Reyga pelan. Tangannya terulur, mencomot kue kering di meja bundar itu.
"Sama aja goblok!" Umpat Hana ketus. Lihat saja wajahnya, yang sedang menahan emosi.
Dari arah pintu, mama Hana datang setelah mendengar permintaan Reyga tadi yang cukup keras. "Mulutnya sayang, perempuan kok kasar gitu sih."
Hana hanya nyengir tak berdosa.
Setelahnya, mama Hana menggamit tangan Hana.
"Sini, bantuin mama di dapur, abis ini kita makan malam sama-sama sekalian sama Reyga. Bentar lagi papa kayaknya pulang."
Hari memang sudah sore. Hujan pun sudah berhenti dari tadi.
Hana sedikit mendesah.
"Siap ma."
Hana memeluk pinggang mamanya. Menuju dapur. Memasak dengan mamanya adalah sesuatu yang sangat Hana sukai.
Tinggallah berdua Reyga dan Dhika di teras depan.
"Soal waktu itu sorry Ga, gue lagi emosi," Dhika mengawali pembicaraan.
Reyga pun duduk di kursi yang tadi di duduki Hana. Setelahnya Reyga pun berucap pelan.
"Masalah gue sama Andhin udah kelar."
"Thanks anyway."
"Santai broo, tonjokan gue gak seberapa kok. Atau lo mau lagi? " ucapnya terkekeh.
Reyga mengambil biskuit lagi. "Cukup, lo mau bikin muka gue bonyok lagi?"
"Bonyok di depan Andhin gak keren banget!" ucapnya sambil mengunyah.
Dhika menghela nafas berat. Pandangannya menerawang melihat taman kecil di depan rumah Hana yang terlihat cantik.
"Andhin itu ... Awalnya sok sokan gak peduli. Dia emang gitu, jutek dan cuek. Tapi sebenarnya dia cewek yang sangat perhatian. Bahkan melebihi pada dirinya sendiri. Kalo dia ngomel gak jelas sana lo, tandanya dia peduli sama lo Ga, bukan marah sama lo."
"Di balik sikap gak pedulinya, dia cuma gengsi. Tau sendiri lah, Andhin cewek tomboy yang sedikit aneh. Yah, kecuali sama orang terdekatnya."
"Gue kira dengan lo dan dia yang dekat hampir dua tahun, lo bisa ngerti dia luar dalem. Nyatanya masih belum..." Dhika tersenyum singkat.
Maklum, pasti setiap hubungan ada konflik nya. Sekecil apapun. Walaupun, sekedar salah paham seperti masalah Reyga ini.
"Gue cuma gak ngerti sama dia. Dia kadang kayak benci ke gue, kadang enggak. Gue gak bisa baca perasaannya. Cewek ribet! Gue gak ngerti sama semua kode yang dia tunjukin." Reyga mengusap wajahnya kasar. Sungguh bingung jika di hadapkan oleh Andhin. Padahal Reyga sangat mencintai Andhin.
"Bego!" Umpat Dhika kesal. Memikirkan hal itu penyebab Reyga selingkuh.
"Lo kayak baru pertama pacaran aja. Gue ragu, sikap lo kayak orang baru jatuh cinta."
"Kampret lo!"
Kenyataannya, memang hal itu benar.
*****
"Hujannya deres banget, gimana kita pulangnya Dhik?"
Hana dan Dhika tengah menunggu hujan. Berada di emperan toko sepatu yang sedang tutup. Motor hitam Dhika terlihat basah oleh tetesan air hujan.
Dhika menggosok-gosokkan tangannya menghalau rasa dingin."Tunggu aja Han, bentar lagi pasti berhenti."
Hana cemberut. Hujan kali ini datang ketika mereka habis membeli makanan untuk kucing persia milik Dhika. Dhika memelihara kucing. Hal yang baru diketahui Hana.
"Tuh kan, hujan itu bener-bener nyusahin semua orang!"
Dhika terkekeh. Jaketnya sudah nangkring di bahu Hana. Setelahnya, dia menelusuri sekitar.
Ada lapangan basket di seberang jalan. Tak jauh dari sana, ada juga sepasang bapak-bapak dan ibu-ibu berumur yang sedang meneduh, memakai mantel.
"Coba lo liat di sana," tunjuk Dhika pada lapangan, di mana ada anak-anak yang berlarian saling mengejar di bawah guyuran hujan.
"Mereka, tertawa bahagia. Cuma karena apa? Yap, benar. Karena hujan turun."
Hana menoleh. Ada sekitar lima anak kecil bermain hujan-hujanan di sana. Bermain, saling mengejar. Tubuh mereka basah oleh air hujan. Tapi senyum mereka merekah indah.
Benar juga. Hujan itu menyenangkan.
"Hujan itu sesuatu yang istimewa Han. Dia ibarat nyayian yang menenangkan," ucap Dhika dengan pandangan menerawang.
"Yah, tetep ajah berisik Dhik!"
"Gue suka hujan. Hujan gak selalu berdampak buruk buat kehidupan manusia. Malah, justru banyak manfaatnya. Mungkin gak kehitung. Jangankan manusia, hewan, tumbuhan, seluruh alam pun tahu hujan itu sesuatu yang patut kita syukuri."
"Pelajaran pertama, jangan pernah menghindar dari hujan. Jangan lari dari kenyataan kalo hujan itu pernah ngisi ruang bahagia lo dulu. Artinya lo harus menerima, kalo hujan itu pernah ada saat lo bahgia."
"Pelajaran ke dua... Lo harus maksa diri lo sendiri buat keluar dari kungkungan rasa benci terhadap hujan. Bagaimanapun caranya. Semuanya berada dalam pola pikir diri lo sendiri Han. Paksa diri lo buat keluar, paksa pola pikir lo buat memikirkan segala manfaat hujan. Hal baik ketika turun hujan. Kalo lo masih sama di satu pemikiran bahwa hujan berdampak buruk buat lo, artinya masih ada yang salah dengan cara berfikir lo."
Hana mulai memejamkan matanya. Meresapi segala perkataan Dhika. Ucapan Dhika benar tidak selamamya Hana akan membenci hujan. Bayangan Hana dan Daniel kecil kembali muncul.
Kenangan bahagia ketika hujan. Senyum Hana terbit. Dhika yang melihatnya pun ikut tersenyum.
Kala itu mereka duduk di gazebo Taman kompleks. Menyaksikan hujan yang turun deras. Menunggu hujan reda untuk pulang.
Dengan berbagai tingkah Daniel yang usil. Hana kecil sangat terhibur, mereka menghabiskan waktu dengan tertawa. Hingga senyuman muncul di bibir Hana kecil. Tertawa. Mereka tertawa bahagia.
Itu momen kebersamaan yang Hana ingat pertama kali ketika hujan. Dan jangan lupakan, Hana tersenyum tertawa bahagia saat itu.
Hana masih Setia memejamkan mata. Di sampingnya Dhika masih asyik memperhatikan Hana. Yang tadinya tersenyum, kemudian keningnya mengernyit. Membuat Dhika bertanya-tanya, apa yang sedang di pikirkan gadis ini.
Kening Hana mengernyit, berbagai bisikan itu muncul lagi. Bisikan tentang bagaimana hujan mengingatkan pada kesedihannya. Bagaimana hujan seakan merenggut semua kebahagiaannya. Kepergian Daniel terbayang di sana. Perlakuan Shinta terbayang di sana. Bagaimana pun hal ini masih sulit bagi Hana.
Hingga, air mata merembes dari balik kelopaknya. Tak menetes, karena mata Hana terpejam. Tapi basah di sekitar mata Hana tak mampu menyembunyikan kenyataan bahwa Hana menangis.
Dhika tersentak. Bagaimana bisa efeknya akan membuat Hana menangis. Ah, rupanya ini terlalu berat bagi Hana. Hinga membuat hal sepele seperti ini jadi sulit.
Dhika memeluk Hana. Menenggelamkan kepala Hana di bahunya.
"Han, lupain. Lo ada sama gue, lupain semuanya yang bikin lo sedih."
Hana hanya terisak. Hana masih memejamkan mata. Hana hanya takut, semua kebahagiaannya terrenggut. Hana hanya takut kenyataan memilukan tengah menamparnya saat ini.
Kemudian perlahan Hana membuaka suaranya.
"Gue takut Dhik. Gue takut kehilangan seseorang lagi.. " kernyitan di kening Hana terlihat jelas.
Dhika menghapus air mata Hana. Menatap Hana dengan lembut.
"Senyum Han. Lupain kenangan buruk lo. Inget saat ini. Untuk pertama kalinya lo mencoba tersenyum saat hujan. Disamping gue. Gue akan selalu ada buat lo."
Hana pun tersenyum. Betapa Dhika sangat ingin Hana menyukai hujan. Setidaknya saat ini.
*****
*puvy
Aku bagi dua karena cukup panjang soalnya bentar lagi ending. 😍
Jangan lupa likenya 😂
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top