Hujan 26

Happy reading guys. Vote, komen yah 😙

**

"Bisa kita bicara dulu."

Mampus gue! Astaga, gue harus gimana ini. Kabur, kabur Han!!

Hana terdiam, bagaimana pun caranya ia harus lari. Itu adalah satu-satunya yang ada di otaknya. Hana memilih menghindar. Menghindari perasaannya. Berlari menjauhi orang yang di cintainya. Ia belum siap dengan kondisi hatinya yang berantakan seperti saat ini.

Dengan jantung berdegup kencang, dia membuka suara,
"Gue di jemput Reyga, ngomel pasti ntar," katanya sedikit merunduk, tak berani menatap Dhika balik.

Dhika sedikit mengernyit, Hana di hadapannya kini terlihat lucu di matanya. Hampir dua bulan lebih tidak bertegur sapa Hana menjadi sedikit malu-malu.

"Bentar doang, kalo perlu lo gue anter pulang deh," ucap Dhika meyakinkan.

Masalahnya, Hana benar-benar harus ikut andil untuk urusan satu ini. Pikir Dhika.

Hana menghela nafas lemah, dia memilih Reyga untuk menghindari Dhika. Bukan karena urusan pulang atau tidaknya.

Sepertinya usaha untuk melarikan diri gagal. Siap-siap jantungnya akan terus berdetak kencang.

"Kenapa?" tanya Hana pelan seraya menatap Dhika.

Serius. Kali ini tak ada cengiran aneh dari Dhika. Padahal cengiran itu yang selalu membayangi Hana ketika hendak tidur.

"Reyga selingkuh," ucap Dhika datar.

"Terus apa masalahnya? Suka-suka dia dong.." Hana berucap pelan, setelah hampir dua detik bibirnya terkatup ia membelalakkan matanya.

"APAAA?!!"

"Terus Andhin..." lanjutnya lagi.

Dhika menghela nafas pelan.

"Nah, itu dia masalahnya, Andhin lebih sering jadi kayak patung sekarang. Lo tau sendiri lah Andhin juteknya minta ampun, terus tiba-tiba pendiem. Gue gak suka..."

Lo selalu peduli sama orang lain Dhik.

Hana menatap Dhika terang-terangan sebelum kemudian bertanya. "Kenapa lo keliatan peduli banget sama Andhin?"

Dhika tersenyum sekilas, membuat Hana sempat terpaku oleh senyum itu. Senyuman itu, senyum yang dirindukannya.

"Gue gak bisa lihat temen gue sedih, apa lagi cewek," ucap Dhika dengan pandangan menerawang.

Apa lagi cewek? Dan perlakuan lo bisa buat semua cewek merasa nyaman di dekat lo Dhik. Termasuk gue..

"Kalo ajah si Reyga bukan temen gue juga, udah gue abisin monyet satu itu! Kalo perlu gue hajar!" kata Dhika penuh emosi.

Hana sedikit memekik, tak sanggup membayangkan mereka adu jotos.

"Jangan, kasihan Reyga tau, nggak ada tonjok-tonjokan!" bela Hana.

"Makanya, ikuti rencana gue, entar kita ikuti si Reyga kemana dia pergi. Siapa tau dia ketemu selingkuhannya."

Hana memutar bola mata. Tak adakah cara lain yang lebih kreatif?

"Malesin. Lo kira ini acara di tivi itu?"

"Ayolah Han, gue gak suka lihat Andhin nangis. Lo pasti ngertikan gimana perasaan cewek?" bujuk Dhika lagi.

Di pikirkan Dhika hanya satu. Menghibur Andhin. setidaknya mungkin Hana mampu membuat mulut Andhin terbuka.

Hana menghela nafas berat. Rencananya untuk menghindar benar-benar gagal. Bahkan sebelum ia bertindak.

"Uhm, gue ketemu Andhin aja. Gue pingin denger masalahnya dari dia langsung."

Dhika tersenyum lebar, bujukannya berhasil.

"Okey, kita ke rumah Andhin. Kasih tau si Reyga, lo sama gue!" ucapnya masih dengan senyuman lebar. Membuat jantung Hana berdebar kencang.

Buru-buru Hana meraih ponselnya. Sebelum dia meluruh di koridor sekolah. Akibat senyuman Dhika yang mampu membuat fokus Hana teralihkan.

"Ga, gue ntar pulang sendiri. Mampir ke.."Hana melirik Dhika, bermaksud bertanya "..ke gramed yah, gramed," kata Hana gelagapan di balik telponnya dengan Reyga.

"Beneran? Sama siapa?"

"Oh, itu, anu... gue sama si Dhika."

Ada jeda sejenak di balik sambungan telepon.

"Dhika? Oh, si Dhika! Awas muka lo merah Han. Gue tunggu kabar baiknya."

ucapan menggoda Reyga langsung membuat pipi Hana sedikit memanas.

"Lo! iiihhh, nyebelin malah godain!"

Di seberang Hana hanya mendengar suara kekehan sebelum sambungan terputus.

Dhika yang melihatnya hanya terbingung. Wajar, ia tak ikut pembicaraan. Tapi Dhika tak menyadari jika dia adalah objek yang dibicarakan.

                     *****

Perjalanan menuju rumah Hana kini di selimuti oleh keheningan. Hanya hening. Baik Hana maupun Dhika, tak ada yang membuka suara.
Mereka sudah menemui Andhin. Benar kata Dhika, di rumahnya, Andhin lebih banyak terdiam. Sesekali tersenyum dipaksakan ketika mendengar banyolan Dhika dan Hana.

Tentu saja membuat hati Hana sedikit emosi. Dia sepertinya harus meracuni Reyga hingga pemuda itu menghilang dari muka bumi. Bagaimana bisa dia tega selingkuh? Andhin itu tipe cewek yang cukup menyenangkan bagi Hana.

Setidaknya untuk diajak membully Reyga. Sebelum mereka berantakan seperti ini.

Yah, hubungan memang sesuatu yang ganjil.

Suasana senja kali ini lebih terasa. Cahaya mentari seakan menusuk kaca jendela mobil yang tengah berkendara itu.

"Thanks, lo udah mau hibur Andhin. Jujur, dia lebih baik dari kemarin, setelah ketemu elo. Yah, meskipun bentar sih," ucap Dhika pertama kali, memecah keheningan.

"Iya."

Dhika menoleh, menatap Hana di sampingnya. "Han, ada yang pingin gue tanya in sama lo."

Ucapan Dhika membuat Hana mengangkat kepalanya. Mata bulatnya terbuka penuh menatap Dhika, menunggu ucapan Dhika. Kemudian ketika mereka bersitatap Hana menunduk. Jantungnya mulai berdetak tak karuan.

"Kenapa waktu itu lo menghindari gue?"

"Ehm, enggak. Gue gak menghindar kok." Hana sedikit gelagapan. Tak mungkin ia mengatakan jika dia menyukai Dhika, tidak untuk saat ini.

"Tarus apa? Line gue gak pernah lo bales, telpon gue gak pernah lo angkat, di sekolah lo selalu pulang duluan. Kenapa lo memutus kontak kita? Apa gue punya salah sama lo?" tanya Dhika hati-hati.

Dalam benak Dhika, dia hanya sedikit merasa aneh dengan Hana yang bersikap canggung.

"Hah? Hmmm, lo gak salah kok."

Tapi hati gue yang salah Dhik!
Dhika bernafas lega. Dia kembali tersenyum lebar sebelum berkata. "Tapi Bagus, gue jadi punya banyak waktu buat belajar serius. Eh, terus kenapa?"

Jangan tertawakan Dhika tentang belajar serius. Wajar bukan, Dhika sudah di kelas akhir SMA. Apa lagi, semester dua? Banyak sekali kesibukan. Tak kan ada celah untuk bermain-main. Jika dia memang menginginkan impiannya.

Hana terdiam. Dhika benar-benar tak mudah ditebak. Cowok ini selalu melakukan hal-hal yang tak pernah Hana bayangkan sebelumnya. Bahkan Hana mengira Dhika adalah cowok semacam Reyga, yang bisanya hanya menghabiskan waktu dan uang. Ternyata dia belajar selama ini.

Dhika mengingat-ingat kapan terakhir mereka bersama. Akhirnya Dhika tersenyum simpul. Ada sedikit ekspresi jenaka di sana.

"Ah, apa karena pelukan waktu itu?" tanya Dhika pelan.

Ucapan Dhika membuat Hana tak berkutik. Oh, oke, sepertinya masalah ini yang menjadi topik mereka. Menyelesaikan segala hal di masa lalu.

"Huh? Oh, itu, gue su.." Hana mengigit birir bawahnya. Haruskah ia mengatakan?

Dodol!

"Stop! Oke, okey gue jelasin. Sebenarnya.. Jadi, iya gu-gue malu ketemu sama lo, karena lo tahu kelemahan gue."

Kebohongan lagi.

Dhika mengerem mobilnya kencang. Untung Hana menggunakan seat belt apa jadinya jika tidak? Terbentur. Sakit.

"Astaga, malu? cuma kerena itu?" tanya Dhika memastikan.

Hana mengangguk pelan. Sedikit meremas roknya.

Enggak, tapi karena perasaan gue sama lo Dhik!

Dhika masih mengingat jelas kejadian itu. Ketakutan Hana. Tangisan Hana. Ucapan benci Hana. Juga.. Pelukannya.

Semuanya masih membekas. Bahkan mengingatnya, Dhika menjadi merasa harus menyembuhkan Hana.

"Gue akan buat lo suka sama hujan, gimana pun caranya!" kata Dhika tegas.

Hana di samping refleks menoleh pada Dhika.

"ENGGAK!"

"Dasar batu! Mulai sekarang lo harus nurut sama gue!" Dhika tersenyum menyebalkan.

Ah, pada dasarnya Dhika memang seseorang yang menyebalkan. Hana seakan merasa senang sekaligus sesak. Senang karena Dhika memperdulikannya, sesak karena ini tentang Hujan. Sesuatu yang selalu dihindarinya.

Juga, sepertinya keputusan untuk menghindar dari perasaannya akan sulit. Jika mereka sering bertemu.

"Gue adalah penangkal dari kesedihan lo, gue cuma pingin lo selalu tersenyum di dekat gue. Gue gak mau lihat lo nangis kayak waktu itu. Gue gak suka."

Dan, kalimat itu membuat Hana tertegun. Hatinya menghangat. Ia seperti menemukan Daniel. Sahabat kecilnya dulu, dalam wujud Dhika.

                     *****

Cahaya lampu jalanan berkilau menyoroti malam. Oranye kekuningan. Ditambah gemerlap kota yang tak pernah tidur itu, menambah warna cahaya yang ada.

Dhika membelokkan mobilnya. Pagar rumah Reyga sudah terlihat setelah melewati tiga rumah dari belokan tadi. Di balik kemudi, ia menggeram sebal.

Bagaimana tidak sebal? Dhika kemarin memergoki Reyga dengan mata kepalanya sendiri. Jalan, gandengan tangan dengan cewek. Mesra sekali, bahkan Reyga juga melakukan hal romantis seperti mencubit pipi dengan gemas dan tersenyum menggoda.

Dhika berpapasan sewaktu ia mengantar kakak perempuannya ke sebuah toko kue. Dhika memilih menunggu di mobil, dan betapa terkejutnya menjumpai Reyga yang baru memasuki toko kue itu dengan cewek. Dhika mengawasi dari mobil, beruntung kaca toko itu tembus pandang.

Mengingat kejadian kemarin, menguatkan niat Dhika untuk menghajar Reyga. Bagaimana pun Andhin salah satu orang terpenting baginya. Andhin adalah teman ceweknya, untuk pertama kali dia punya teman cewek. Dan dia tidak ada perasaan pada Dhika, hal itu membuat Andhin berharga di matanya.

Setelah Dhika menggedor pintu beberapa kali, muncul lah Reyga dengan wajah berantakan.

Dhika sedikit melirik kondisi rumah Reyga. Sepi. Artinya dia bisa melancarkan aksinya.

"Kenapa cari gue malem-malem?" kata Reyga sedikit serak. Setengah sadar. Dia bersandar di pintu, melipat tangannya.

Sepertinya Reyga baru bangun tidur. Okey Dhika akan menyadarkan Reyga.

Dhika tersenyum miring.

"Oh, buat ini."

Dan satu bogeman mendarat mulus di pipi kiri Reyga. Reyga mengernyit, ada sedikit darah di sudut bibirnya. Reyga menyeka pelan.

Okey! Kesadarannya sudah pulih seribu persen. "Maksud lo apa?! Dateng gak di undang main tonjok aja, gue gak ada urusan sama lo!"

"Mungkin gue enggak, tapi Andhin! Lo brengsek! Lo kira gue kagak tau, lo ada main sama cewek lain!"

Reyga terkekeh pelan mendengar penuturan Dhika, walaupun sudut bibirnya terasa nyeri.

"Cewek? Oh, Miranda? Kenapa emang? Slow aja bro, sini duduk dulu," Reyga melangkah, menuju kursi santai di teras rumahnya yang terlihat nyaman. Menepuk kursi di sebelahnya. Tak lupa senyum miring khas Reyga.

Dhika, berdecak sebal, "Gue gak butuh basa-basi!"

Reyga terkekeh pelan, rupanya Dhika masih di baluti emosi.

"Lo tau lah, Andhin kayak gimana. Gue bosen sama dia," kata Reyga enteng.

"Brengsek!" umpat Dhika. Cowok di hadapannya sama sekali tak merasa bersalah.

"Astaga, kenapa Andhin dulu bisa pacaran sama cowok modelnya kayak lo!"

Dhika tersenyum miris. Dia masih berdiri di tempat semula, tak jauh dari kursi yang di duduki Reyga.

Reyga mengangkat alis. Menantang.

"Lo cowok, gue juga sama. Apa yang lo rasain ketika cewek lo gak peduli sama lo lagi? Tepat! Cari cewek lain lah, gue ganteng, gue keren, dompet gue tebel. Terus apa masalahnya?" Reyga berdiri mendekati Dhika. Senyum menantang masih terpampang di bibirnya.

Kesabaran Dhika habis, Dhika melangkah menonjok Reyga lagi, berkali. Hingga Reyga terhempas ke lantai. Reyga pun seperti menerima saja. Tak melawan. Malah, senyum menyebalkan yang terlihat. Okey, cowok ini benar-benar brengsek!

Tiba-tiba Dhika menghentikan pukulannya melihat Reyga yang sudah lemah di sana. Dhika berdiri.

"Gue harap lo segera selesain masalah lo, jelasin semuanya sama Andhin. Gue gak tega lihat dia yang biasanya nyablak jadi patung tiba-tiba. Dia nangis karena lo, cowoknya yang selingkuh. Andhin gak pernah nangis, dia gak selemah itu, artinya lo beneran udah berhasil nyakitin Andhin."

Reyga terdiam. Andhin menangis karenanya?

Gue bener-bener cowok brengsek!

Reyga tersenyum miris. Hatinya sedikit merasa tersentil.

Namun, Dhika tak menyadari bahwa Reyga bahkan tak memberontak sama sekali. Dia seakan menerima saja dengan pasrah.

                    *****

Dhika melangkah keluar dari gerbang rumah Reyga. Kekesalannya sudah hangus. Berganti dengan perasaan lega. Emosinya tersalurkan. Ia tak bisa melihat Andhin bersedih. Dia peduli. Karena Andhin teman bermainnya sedari kecil.

Baru dua langkah, ia melihat suara gerbang di buka dari samping kiri rumah Reyga. Itu Hana.. Dan ow, Gilang.

Mereka ngedate?

Dhika buru-buru bersembunyi di balik pohon palem di sampingnya, rasa penasaran menyerangnya.

Apa mereka selama ini deket? Sial! Gue kecolongan.

Setelah melihat mobil itu perlahan menjauh, Dhika segera bergegas memasuki mobilnya. Berniat mengikuti mereka.

                    *****

*puvy

Jangan lupa likenya 😂

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top