Hujan 11

Author pov

Minggu kedua di bulan November ini tampak biasa saja bagi Hana. Mengerjakan berbagai tugas rumah. Pasal nya, ia sudah merencanakan apa saja yang harus ia kerjakan nanti. Ia telah menyelesaikan sketsanya. Sebenarnya sketsa itu adalah projek untuk tugas. Namun urung, Hana terlalu sayang dengan gambarannya. Sehingga, ia memilih menikmati sketsanya untuk dirinya seorang saja, di dalam kamarnya.

Kertas berlukiskan dua anak-anak. Laki-laki dan perempuan sedang bermain ayunan dengan tawa yang menghiasi wajahnya berlatarkan taman yang indah. Menggantung sempurna dibalik pigura foto yang menempel di dinding kamar Hana.

Setelah ia melakukan finishing, mengarsir sedikit bagian yang perlu. Memfokouskan pada gelap terang gambaran. Juga memadukan goresan-goresan indah. Sempurna sudah karyanya.

Hana sedang asik menikmati gambarannya yang tertempel pada dinding ruang tidurnya. Ia berdiri melipat kedua tangannya di depan dada dan mendongakkan lehernya ke atas.

"Hemm, indah bukan? Senyum tulus yang sangat kurindukan," gumamnya sembari mengamati karyanya.

Suatu kelegaan tersendiri baginya untuk menyelesaikan suatu karya.

Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Tanpa ketuk pintu terlebih dahulu. Mungkin si tersangka terburu-buru. Atau ada hal penting yang akan disampaikan.

Ceklek.

"HALOO, HANA KU SAYANG!!"

Seorang perempuan berkuncir kuda menyapa Hana dengan ceria, ia mengenakan baju kasualnya kemudian datang menghampiri Hana.

Hana meniup poni rambutnya, menyebabkan sedikit helaian rambutnya terbang ke atas. Berbalik menghadap si tamu dengan muka cemberutnya.

"Hai kakak cantiik, minggu-minggu ngapain nih? Jalan yuuk," ajak tamu itu dengan senyum yang menghiasi wajahnya.

Tak ada ijin masuk, seperti kebanyakan tamu. Mungkin ia sudah terbiasa keluar masuk rumah Hana. Langsung saja ia menghempaskan tubuhnya di kursi malas yang berada di sudut kamar Hana.

"Sebel gue!" Hana menampilkan wajah tak sukannya.

"Sebel? Pagi-pagi udah sebel ajah neng, sebel sama siapa? Sini biar gue tempeleng dia!"

"Yah situ lah! Lo itu udah ganggu waktu 'kesendirian' gue." Hana mengangkat tanganya membentuk tanda kutip.

"Hehe, maaf. Dih! Udah bosen neh yang sendiri," sindir si tamu, kemudian mengambil salah satu novel di rak buku yang berada di samping kanan atasnya.

"Apanya?"

Si tamu memutar bola matanya sebelum berkata.

"Ya ampun Hana kuuuu sayaaaang, kamu lah si jomblo yang udah bosen sendiri. Pura-pura bego ternyata."

"Serah deh serah!" Hana hanya geleng-geleng kepala menghadapi cewek satu ini.

"Gue sendirian di rumah, makanya kesini. Hayati lelaaah." Curhat tamu itu lalu menutup kembali novel yang berjudul Hujan karya dari penulis ternama Tere Liye.

"Oh, si nona lebay bin alay kita lagi kesepian. Hadeuh kirain apaan Fit," ucap Hana menguatkan dugaan bahwa si tamu ternyata teman lebay bin alaynya. Siapa lagi jika bukan Fitri.

Bukan, bukan, sebenarnya Fitri tidak benar-benar seperti itu. Dia hanya menutupi kesepian dan kesedihannya dengan sikapnya yang ceria. Manusia berhak memilih bukan? Bagaimana ia menghadapi masalah di kehidupannya.

"Yah gak juga sih, banyak couple-coupele gue di rp yang menunggu gue. Bwahaha!" Fitri tertawa sendiri teringat chat nya di line .

"Lo masih mainan rp?" Tanya Hana duduk menghadap di depan Fitri setelah ia menarik kursi di meja belajarnya.

"Tentu, itu satu-satunya pelarian gue buat lupain si Arkan," ucap Fitri tersenyum kecut.

Memang jika kita tak ingin teringat hal apapun itu mengenai seseorang, kenangan, ataupun kejadian pasti akan memilih menyibukkan dirinya. Sama halnya seperti yang di alami Fitri sekarang. Dia memilih rp sebagai pengalihan fokusnya dari Arkan. Cowok yang belum lama ini di taksirnya. Adik kelasnya.

"Ciyee, yang jatuh cinta." goda Hana.

Fitri mendesah lelah. Menatap langit-langit dengan pandangan menerawang, setelahnya dia berucap lesu,
"Susah yah kalo jatuh cinta. Sekalinya jatuh di jurang penuh khayalan. Gak bisa keluar hanya bisa keluar di tarik oleh kenyataan."

Hana terperangah.

"GILA!! SI FITRI JADI BIJAK!! MIMPI APAH GUE SEMALEM?"

"Mimpi kodok lahirin bebek!" jawab Fitri asal-asalan.

"Kampret lu."

"Oya, btw hari ini apa rencana lo?" tanya Fitri

"Rencana apaan? Huh?"

"Seharian ini, lo lagi gak sibukkan?" tanya Fitri lagi, memastikan. Sia-sia saja jika dia ke rumah Hana namun pada akhirnya Hana akan pergi, sudah ada janji. Lalu kemana dia akan mengasingkan diri?

"Jelas dong gue sibuk, abis ini gue mau berguru sama mama buat masak. Biar gak di katain sama Reyga," jawab Hana sebal teringat ejekan yang di lontarkan Reyga bahwa Hana tak pandai memasak.

"Oh... eh, ngomong-ngomong Reyga. Gimana akhirnya kejutan si Andhin?" tanya Fitri beranjak dari kursi.

"Berhasil. Lo tahu?! Untuk pertama kalinya gue jadi hantu. Setelah gue pikir-pikir cantik juga," ucap Hana yang tengah bercermin di hadapan cermin. Membayangkan dirnya sewaktu berperan menjadi hantu. Pikiran konyolnya kembali menyerang Hana.

"Pede abis lo! Jadi hantu aja bangga!"

"Hahaha, kok gue jadi dodol gini yah." Hana mentertawakan dirinya sendiri.

******

Setelah menghabiskan waktu dengan berkutat di dapur mama Hana. Asik mengobrak-abri isi dapur, Hana dan juga Fitri tengah merebahkan diri di sofa empuk di ruang tengah. Masing-masing dengan posisi tiduran sedikit bersandar di lengan sofa.

Lelah mendera tubuh masing-masing insan yang tengah tiduran. Pantas saja, karena mereka yang notabene tak bisa memasak. Dan sekali berkutat di dapur mereka meloncat-loncat takut terciprat minyak sewaktu menggoreng bebek. Walaupun ditemani mama Hana yang akan membimbing. Pasti ada saja keributan-keributan dan kehebohan yang di lakukan dua sahabat itu.

Meskipun awalnya tak bisa, bahkan bisa di katakan tak mengenal apapun isi dapur tetapi Hana sudah berjanji akan menakhlukkan dapur dengan kedua tangannya. Menciptakan suatu persembahan yang akan lezat dinikmati semua orang.

"Capek juga yah, hayati lelah baaaang," ujar Fitri dengan nafas tersengal-sengal.

"Huh, bener. Lega rasanya udah beres semua." Hana menimpali teringat betapa hancur dapurnya, lalu mereka yang membersihkannya. Mama Hana sedang berada di rumah tante Revina--mama Reyga. Ada urusan perihal restoran yang di kelola tante Revina.

"Gue gak sabar cicipin," ujar Fitri membayangkan bebek goreng yang telah di masaknya berada di mulutnya di padukan dengan bumbu sambal yang pedas nya membakar lidah. Bikin ngiler..

"Sama. Gue jadi keinget Shinta yang doyannya bebek." Hana sedikit terkekeh mengingat sahabatnya yang satu itu sangat menyukai semua masakan berbau bebek.

"Iya sama. Tuh anak bener-bener gak bisa lepas sama yang namanya bebek. Gue curiga jangan-jangan dia piara bebek di rumahnya. Haha."

Wajar saja jika Fitri berucap begitu, karena setiap kali mereka bertiga jalan. Pasti restoran atau rumah makan yang di tuju Shinta adalah bermenu bebek. Alhasil Hana dan Fitri yang terkena imbasnya mereka jadi sering makan bebek semenjak bergaul dengan Shinta.

"Haha, ya gak mungkin lah Fit, elah. Ngomong-ngomong soal Shinta nih. Kenapa ga lo ajak ke sini sekalian ajah Fit? Kan jadinya rame. Apa lagi ada si bebek, pasti semangat banget dia."

"Udah gue ajak, tadi gue line dia, eh taunya dia udah ada janji sama temennya gitu."

Sementara di tempat lain, orang yang sedang di bicarakan oleh kedua sahabat itu tengah menikmati segelas smoothie dan juga matcha cake berbentuk bulat. Terlihat sekilas, cake itu biasa saja, tapi jangan diragukan kelezatan dan kelembutannya. Makanan yang diyakini berasal dari Jepang itu kini di potong kecil oleh Shinta.

Dia sedang berada di salah satu foodcourt di plaza yang terkenal di kota itu. Duduk berhadapan manis dengan pemuda di hadapannya. Paras wajahnya yang cantik rupawan, berasal dari gen ibundanya keturunan dari tionghoa, serta papa nya yang asli jawa. Membuat ia begitu di rebutkan beberapa teman lelakinya di sekolah.

Sama halnya dengan pemuda di depannya. Tampak menarik perhatian beberapa remaja di sana. Gayanya yang kasual serta kesan cueknya adalah daya tarik tersndiri baginya.

"Huh, gue gak tahu lagi harus kasih saran apa lagi." Shinta mendesah, jengah ia menyandarkan tubuknya pada kursi. Menatap lawan bicaranya sekilas.

"Lo itu satu-satunya sahabat gue, yang paling ngerti gimana sifat gue. Bantu gue lah," pinta lelaki yang seumuran dengan Shinta .

"Yah, lo sendiri sih. Nakhlukin Hana ajah masa gak bisa," ujar Shinta memutar bola mata. Baginya pemuda di hadapannya ini tidak lah serius mengenai keinginannya mendekati Hana.

"Semuanya Gak semudah yang lo bayangin! Dari sekian mantan gue dulu, dia yang paling unik, dia cuek gak kayak Mishel" ujar pemuda itu. Sebuah senyuman tercipta di akhir kalimatnya.

Kebiasaan dia ketika memikirkan cewek yang disukainya.

Hei! meskipun remaja, perasaan itu menjalar dengan sendirinya ketika bertemu Hana. Jadi jangan salahkan dia ketika jatuh cinta pada Hana.

"Yadeh, yadeh, serah apa kata lo ajah."

"Kali ini lo harus janji bantuin gue," ucap pemuda itu bersungguh-sungguh. Menatap Shinta penuh keyakinan.

"Hemm, oke gue cuma bantu sebisa gue. Lo juga, inget, yang namamya cewek itu juga perlu perhatian!" Shinta mengingatkan. Sebuah hubungan juga perlu komunikasi. Jangan sampai terjebak miskomunikasi. Seperti yang terjadi pada pemuda di hadapannya dulu.

"Satu lagi, gue gak mau bantu elo kalo misalnya nantinya nih lo bakal sibuk sama ekskul lo yang satu itu. " Shinta melanjutkan lagi. Hanya karena ekskul di sekolah, alasan pemuda di hadapannya ini mencampakkan mantannya dulu. Mishel.

"Iya, lagian kan waktu itu gue kelas sebelas. Sekarang duabelas. Jelas beda Shin." sang pemuda mencoba membela diri.

"Tapi gak menutup kemungkinan lo bakal berhenti dari kegiatan lo yang itu," ucap Shinta kesal.

"Iyaa, gue ngaku salah waktu itu." pemuda di hadapannya hanya bisa terdiam mencoba menerima masukan dari Shinta-sahabatnya semenjak dari masa kanak-kanak.

"Gue gak mau ikut campur urusan percintaan lo lagi. Kapok gue keinget mantan lo yang ngejar-ngejar gue," ujar Shinta. Ia teringat mantan dari pemuda di hadapnnya yang sering menghubungi Shinta hanya untuk bantuan agar mengingatkan sahabatnya yang selalu sibuk dengan kegiatan ekstrakulikuler.

"Yang dulu ya dulu Shin. Gaj usah dibahas!" ujar pemuda itu kesal. Kemudian meneguk habis capuccino yang berada di hadapannya.

"Sorry, hehe."

*****

*puvy

Maaf kalo ada typo :) maafin author yg sering galau gak pede sama ceritanya. :")

tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top