Hujan 10

Cukup panjang:"  Happy reading guys ^^/

*

Benar saja, akibat semalem aku teringat dia..

Menangis semalaman, dan hujan yang baru berhenti sekitar tengah malam. Saat itu pula aku berhasil tertidur. Huh ...

Aku memandang wajahku di cermin. Kelopak mata yang bengkak, wajah sembab tak bersemangat, benar-benar mirip zombie. Aku mematut diriku, menunjuk diriku sendiri. Berjanji.

Untuk kesekian kalinya aku sudah berjanji di depan cermin. Dan untuk sekian kalinya aku mengingkari janjiku sendiri.

Huh.. lupakan. Aku harus cepat berangkat.

Hampir saja mama mencurigai mataku. Aku tadi menggenakan kacamata hitam beralasan mataku sakit, alasan klise ...

Memakai kacamata hitam ke sekolah? Biar deh, orang lain menyangka mataku sakit padahal bengkak. Eh, tapi bengkak kan juga sakit.

Dari pada mereka melihat mataku yang mengenaskan lebih baik aku berpenampilan seperti ini. Toh aku tak terlalu perduli dengan omongan orang. 

Aku berjalan di koridor sekolah, tiga langkah lagi berbelok menuju gedung bertingkat, menuju kelasku di lantai dua. Aku mengenakan earphone mendengarkan Attention milik Charlie Puth.

Sedari tadi siswa berlalu lalang melihatku dengan pandangan yah.. sulit diartikan. Aku tak terlalu memikirkannya. Setiap orang punya urusan masing-masing. Yah, mungkin ada sih..

orang yang kurang kerjaan yang selalu memperhatikan orang lain. Yah namanya juga manusia.. mereka hanya mempersulit dirinya sendiri.

Seperti orang di seberang, berjalan berlawanan arah denganku. Dhika berjalan memperhatikanku sedari tadi, okey, abaikan Dhika!

Akhir-akhir ini itu anak enak juga diajakin temenan. Dia yang menemani malam-malamku. Bertukar pesan tentu saja. Orangnya asik tapi nyebelin.

Sepertu saat ini.

Dhika menghalangi jalanku. Aku menekan fitur pause, menghentikan lagu yang mengalir di telingaku.

"Mata lo kenapa?" Tanyanya. Sekilas, tadi dia memperhatikan penampilanku dari atas ke bawah.

"Gak papa."

Dhika mengerutkan keningnya. "Coba buka, gue mau liat." Tangannya terulur ingin menggapai kacamataku.

"Nggak mau!" Tepisku, aku memundurkan kaki selangkah.

Kan berabe kalo dia tahu mukaku yang bengkak. Dia pasti kepo. Dan lagi, ini di tengah koridor gitu loh. Malu tau ...

"Gue intip dikiiiiiiit ajah Han," pintanya memelas. Tapi kuacuhkan.

Aku melangkah mundur, dan dia terus mendekat. Menampilkan senyum menyebalkan. Bahaya nih anak!

"Ogah! Sana minggir Dhikacang."

Tiba-tiba Dhika membelalakkan matanya menunjuk belakangku. Sontak aku menoleh ke arah yang ditunjuknya karena penasaran.

Dan yup! Dunia tiba-tiba terang, oh my...
Jangan bilang kalo kacamata gue?!!

"YAA!!! DHIKA!! LO TUH YA!  MAU MATI?!"

Dhika hanya nyengir di sana..
"Wow! lo abis nangis? Nangisin siapa sih?  jangan bilang lo nangisin gue... Astaga, kalo lo cinta sama gue, ungkapin aja Han. Jangan dipendam sendiri... atit," Cecarnya, dramatis.  Mengerutkan keningnya.  Menampilkan raut wajah menyedihkan. Yakali gue nangis semaleman cuma gegara dia?

"Pergi sana! Urusin aja urusan lo! " cetusku. Aku sedang bad mood .Kurampas balik kacamataku. Dia menaikkan tangannya. Elah.. Sebel deh! Dia kan tinggi.

"Wow, selow mbak. Eh, kita kan udah temenan. Apa gunanya gue jadi temen elu? Cerita sama gue." Dia menaikkan tangannya lagi. Benar, kacamataku berada di tangannya. Dia yang menjulang tinggi dan aku tak bisa meraih..

Kacamataku.

"Males!"

Dhika memasangkan kacamataku, dan dia tersenyum singkat ke arah ku kemudian berkata.

"Ntar gue telfon, jangan sedih lagi. Okey!"

Apah?!

Dan malam harinya dia membuktikan ucapannya.

                       *****

Malam ini, tepat pukul 23.00 . Satu jam lagi memasuki tanggal 2 November. Kami aku, Gilang, Dhika, dan Reyga berada di rumah Andhin. Melancarjan aksi kami untuk menghantui si Andhin. Hihihi

Berjalan mengendap-endap, di samping rumah Andhin. Kami para hantu akan memasuki lokasi penjebakan. Dhika yang sedari tadi melompat-lompat seperti pocong terlihat menggelikan. Sedari tadi aku dan Gilang menahan suara untuk tertawa. Bahkan Gilang aja ketawa guys! Cowok model Gilang ketawa! Unbelievable.

Lihat saja mukanya putih penuh bedak bayi. Kelopak matanya hitam berlapiskan lipstik milik tente Revina mamanya si Reyga. Sumpah ancur itu muka.. mana Dhika yang super kece pede stadium empat itu? Haha

Aku? Tentu saja tetap cantik, meski dandanan hantu. Haha. Aku mengenakan jubah putih, ala mbak kunti. Moga-moga si embak gak merasa tersaingi. Wkwk

Si Gilang dengan pakaian serba hitam dan juga rambut gondrongnya. Duh kenapa si Gilang mendadak bertransformasi jadi Giring Nidji gini? Tinggal dikasih microphone siap deh mangkal di perempatan.

Sedari tadi aku membekab mulutku, mentertawakan Dhika. Gilang pun melakukan hal yang sama.

"Diem, deh lu pada!"

"Sumpah lo keren banget Dhik," ucapku berbisik dan menahan tawa.

Gilang mendesis. Meletakkan telunjuknya pada bibir nya.

"Sssttt, ntar kita ketahuan. Jangan berisik."

"Gue emang keren. Kampret banget si Reyga! Jadiin gue kayak gini." Keluhnya dengan wajah pocong menyebalkan.

"Eh, ntar photo yuk. Upload ig keren tuh. Apa sekalian bikin vlog di youtube? Haha," ujarku, lucu mungkin yah,  kapan lagi mempermalukan si Dhika dan Gilang.  Dua makhluk kece yang jadi hantu. Hihihi

"Keren pala lu, lu tadi kebanyakan kasih lipstiknya. Lengket nih!" Dhika menunjuk-nunjuk area matanya yang berwarna gelap. Aku kembali terpingkal.

"Udah, diem aja deh. Lo tetep keren kok," sahutku sembari mengangkat dua jempol,  bohong sedikit gak apalah. Menyenangkan hati teman.

"Pastinya dong, Dhika tuh keren di mana-mana," katanya dengan pede, narsis nya itu loh selalu nyangkut di antara kata-katanya.

"Termasuk jadi pocong yah?" sahut Gilang. Dari tadi dia irit bicara, sekalinya bicara langsung pedas. Duh, Gilang, bibirmu berucap kata pedas makin seksoy aja.

"Haha"

*

Kami, para hantu satu persatu menjalankan aksi.  Aku tadi sudah mengerjai Andhin dengan menyelinap di belakangnya. Alhasil dia ketakutan. Menjerit sambil beberapa kali mengucap kata 'mama'. Aku tertawa di dalam hati.

Lain lagi ketika Gilang beraksi, sewaktu Andhin berada di dapur, hendak mengambil minum.

Gilang telah siap dengan rencananya. Yang akan membelakangi Andhin. Gilangkan berpakaian hitam-hitam, memakai topeng, juga memakai rambut kriting kribonya.

Tapi, ketika hendak berbalik, rambut kriting kribo yang dikenakannya tersangkut  rak piring. Sontak, aku dan Dhika cekikikan menahan tawa. 

Gila! Si Gilang yang cool abis rambutnya nyangkut?!
Gak abis pikir gue..
Lagian ngapain Gilang nyusup di balik rak piring itu loh?

Nah, sekarang di depanku.  Dhika tengah melompat lonpat ala pocong. Aku membekab mulutku agar tak mengeluarka suara, lompatannya itu loh nggak biasa. Terlalu tinggi. Emang dia pikir lompat tali apa? Haha.

Begitu juga dengan Gilang yang semenjak tadi mati-matian menahan tawa.  Mukanya memerah. Dia tepat di sampingku. Kami bersembunyi di balik almari penyimpanan guci-guci cantik milik mamanya Andhin.

Jika kalian bertanya dimana kedua orangtua Andhin,  mereka sedang berada di rumah nenek Andhin.  Sengaja melarikan diri ke sana untuk mempermudah rencana kita menghantui Andhin. Haha.

"Nanana.. "

Andhin, bernyanyi tak jelas. Kurasa dia melakukan itu untuk mengalihkan rasa takutnya mungkin.

"Emm, kok sepi yah. Duh, Reyga mana sih!!? Udah di telpon kenapa dia gak muncul-muncul sih?" Dumelnya sendirian.

Tiba-tiba Dhika muncul di hadapannya, dan yak! 

"HUAAAA!! AMPUUN !!! YA ALLAH SELAMATKAN ANDHIN DARI POCONG YANG TERKUTUK!"

Astaga! Mukanya Andhin memerah ketakutan. Hahaha. Aku sedang membawa handycam sebagai dokumentasi. Alhasih, kamera kecil ini sedikit bergoyang.

Lalu kulihat Andhin mengeluarkan smartphone nya.

"Reyga! Tolongin gue!  Cepetan ke sini. Gu- gue takuuuutt sumpah! Kalo lo gak kesini gue jewer telinga lo sampe putus!"

Ternyata telfon Reyga..

"Iya sayang, aku udah di depan ini."

"Psstt, pssstt Gilang matiin lampunya." bisikku pada Gilang,

"Siap."

Tak lama kemudian, seluruh ruangan gelap.

Bip

Gelap!

"HUUWAAAA REYGAAAA!! SUMPAH! GUE PUTUSIN TELINGA LO KALO LO GAK KESINI CEPETAN!"

"Sssttt, aku di sini sayang . Ulurin tangan kamu," pinta  Reyga di sana.

"Mana?" Cicit Andhin.

"JIIAAHH!!  Kok tangan kamu kasar sih!?" ujar Andhin,  ruang tamu ini gelap. Jadi aku tak bisa merekam ekspresi wajahnya. Sumpah gue penasaran! Andin tuh tomboy, jutek. Tumbenan banget dia manggil Reyga pakek kamu-kamuan segala.

Mungkin tadi bukannya tangan Reyga, malah yang di dapat tangan Gilang yang kasar, ia memakai sarung tangan.

"Aku belom pegang tangan kamu sayang."

"Lah terus tadi tangannya siapa?" Suara Andhin lama kelamaan mengecil..

Hahaha, ini Andhin emang takut beneran kayaknya. Penjebakan kali ini berhasil.
Haha.

"Udah tenang, kamu aman sama aku sayang."

"Aku takuuut, ini gelap banget."

Itu beneran Andhin? Andhin bisa ngerengek juka? Astoge! Kayak bukan Andhin.

"Ssstt, duduk dulu di sofa sayang."

"Aku takut, tadi aku ketemu mbak kunti, pocong, noni belanda, sama satu lagi."

Noni belanda? Aku berpandangan dengan Dhika dan juga Gilang yang ada di depanku. Kami jongkok di balik almari.

Fikiranku tertuju pada satu hal, mengarah pada pernyataan. Kalau- kalau rumah Andhin..

Ber-H-A-N-T-U

APAH?

Jadi ada hantu beneran?

Aku bersiap menjerit. Mataku sudah terpejam.

"Haapff--"

Gilang membekap mulutku dngan tangannya, sejauh ini hanya tangan Gilang yang bebas, tangan Dhika masih di balik kain.. Dia kan pocong.

"Jangan teriak," bisik Gilang,  duh mukanya deket banget denganku kayaknya. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya. Sumpah, gue gerogi! Apalagi kondisi saat ini gelap.

"Eh, tangan! Tolong dikondisikan. Lepasin Hana elah. Ck! Malah cari kesempatan!" Ucap Dhika songong. Setelah itu, Gilang melepaskan tangannya dari bibirku.

"Tapi tadi, noni belanda... " ucapku setelah menormalkan nafas. Kutatap dua cowok yang ada di hadapanku dalam gelap. Mereka hanya terdiam.

Balik ke Reyga!

"Noni belanda? Dimana sayang?"

"Di kamar aku, waktu aku mau pake masker aku kan bercermin, nah aku liat noni belanda di pantulan cermin."

"Udah gak papa sayang, ada aku di samping kamu."

"Iyaa."

"Nah, sekarang tutup mata kamu."

Kode nih.

Gilang segera berlari untuk menyalakan seluruh lampu.

"Gak mau, ntar kamu pergi. Terus hantunya dateng lagi."

Satu komentar gue. GILA. Andhin yang biasanya jutek, jadi kicep sama hantu!

Padahal cuma bohongan! Bisa dipastikan seratus persen rencana kita berjalan lancar.

Tapi tadi noni belanda? Husss, lupakan Han!

"Gak akan. Aku di sini selalu temenin kamu kok. Kalau kamu takut pegang tanganku."

"Janji yah,"

"Iya sayaang."

"Udah di tutup?"

"Iyaa, kamu mau ngapain sih?"

Setelah itu, Gilang memberikan cake yang tadi kita siapkan. Berhubung pakaian Gilang yang paling gelap jadi lah dia yang pergi sana sini biar gak ketahuan.

"Buka muka kamu." Ucap Reyga lembut.

Bip!

Dan terang, lampu kembali nyala. Dan sebuah cake red velvet terpampang manis di hadapan Andhin.
Dengan Andhin dan Reyga yang duduk berhadapan di sofa..

"Oh my.. "

"Happy Birthday Shella Andhini Putri!"

"Woaah."

"Make a wish!"

Setelah itu Andhin menutup matanya.. aku mengarahkan kamera memfokuskan pada mereka.

"Udah, thanks Reyga. Kamu masih sempatnya yah, aku lagi ketakutan gini."

"Apapun akan ku lakukan buat kamu. Yang terpenting kamu bahagia." duh, pingin muntah rasanya..

Siap-siap ember. Mana kaki udah kesemutan Reyga malah asik gombal-gombalan. Ewh..

"Oh my God.. Emm, Reyga .. g-gue, em .. love you Ga!" ucap Andhin malu-malu kucing. Si Andhin yang jutek bisa malu juga yah?

Kalo orang cuek? Bisa malu gak yah? Gilang bisa malu gak? Yah pasti bisa Hana!
Kok jadi dodol gini yah!
Kutengok seberang. Tuh Dhika udah pasang muka betenya.

"Love you more."

Kami masih jongkok di balik almari. Ngintipin orang yang asik pacaran, pake rekam segala lagi! Gue kan jadi envy! Kampret.

Tiba - tiba Dhika berdiri dengan santainya lalu berkata, "Udah kali sayang-sayangannya, gue di gigitin nyamuk nih."

Andhin mendongak,

"Eh? KYAAAA!!!"

"Pocong cungkring! Lo ganggu banget tau!" umpat Reyga.

"Hehe, sengaja! Ntar, terjadi sesuatu yang tidak diinginkan berbahaya!"

Kok pocongnya ngomong sih?  Kaki nya juga napak -batin Amdhin.

"Iya! Dhika bener tuh. Lo itu main sosor aja." kini giliran Gilang yang manampakkan batang hidungnya.

"Tau dari mana lo? Elah, gue cuma cium keningnya Andhin doang." Kapan? Apa waktu gelap tadi? Kemungkinan iya!

"Inget, masih belum muhrim Ga." Gilang mengingatkan.

"Sialan."

Andhin masih saja melongo dengan mata membulat. Ya tuhan ekspresinya itu loh?!

Buru-buru aku mendekat ke arah mereka. Merekam satu-satu ekspresi mereka. 

"Lo-lo Hana? " tanya Andhin.

"Yoi, udah kali takutnya. Kita hantu bohongan kok. " ucapku tenang, meski rada takut juga. Mengingat tadi Andhin bilang ada noni belanda.

Noni belanda apaan coba?

"Say Hallo guys" tunjukku pada handycam.

                       *****

Kita berada di ruang keluarga di rumah Andhin. Menikmati tayangan televisi dan juga beberapa boxs pizza yang sudah kita pesan tadi.  Jarum jam menunjukkan pukul dua dini.

Mataku sudah mulai memanas, inginkan istirahat. Tapi perut masih lapar. 
Baru kali ini aku makan dengan kondisi ngantuk berat. Benar-benar berantakan!

Lihat saja pakaian kami, aku masih mengenakan dress putih, bahkan tak pantas lagi disebut dress karena sudah kucel.

Aku duduk di atas sofa, Dhika malah selonjoran di karpet.  Memang lembut karena terbuat dari bulu-bulu. Gilang tidur terlentang meletakkan lengannya di atas kepala. Ia memilih tidur.

Reyga dan Andhin? Mereka duduk berdampingan.  pacaran.

"Thanks ya, kalian semua udah nyempatin kasih kejutan kek gini." ucap Andhin, mengawali pembicaraan diantara keheningan.

Kalo gak karena anceman Reyga, mana mau gue, Ndhin. Batinku berucap.

"Tentu, buat yayangkuh tercinta pasti akan kulakukan apapun. Walau membuat seribu candi akan kulakukan."

"Ah, makasih sayang jadi pingin nabok deh."

"Tadi ajah maunya deket-dekat aku, katanya takut. Eh, sekarang balik lagi Andhin versi mak lampir." Gerutu Reyga.

"Mulut kamu itu emang harus di jahit yang."

"Utututu atut, jadi pingin peluk!" Reyga merentangkan tangannya.

Bugh! Bantal sofa melayang.

"Aw! Ampun! Mak lampir."

"Diem deh Ga, gue ngantuk." sahut Gilang dengan suara malasnya.

"Iya, malem-malem malah ngegombal. Setan tuh! " ucap Dhika, berpindah duduk di sebelah Reyga.

"Setuju sama Dhika," ucapku.

"Eh, ngomong-ngomong nih yang jadi noni belanda siapa?" tanya Andhin, menolehkan kepalanya padaku yang duduk disampingnya.
Kami berada di sofa terpanjang.

"Eemm, kita gak ada yang berperan gitu," cicitku.

"Emang lo beneran ketemu itu makhluk Ndhin?" tanya Dhika.

Andhin hanya menganggukkan kepalanya.

Lama kita terdiam..

"Jangan-jangan... "

"HWAAAAAAA"

Reyga dan Dhika berpelukan.  Ya ampun! Gak abis pikir. Mereka cocok banget. Kayak pasangan maho. HAHAAH.

                     *****

*Puvy

Maaf,  baru bisa lanjut cerita ini. Maaf juga, typo bertebaran dimana - mana.  Semoga enggak ngebosenin. Ini tuh part teraneh, absurd deh.  Sumpah gak pede sebenernya.

Vote, komen jangan lupa yah :*

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top