Hujan 1
Berkali-kali kulirik jam yang melingkar manis di pergelangan tanganku. Sudah hampir dua puluh menit, aku mendudukkan diri di bangku halte di depan sekolahku.
Dari sekian detik dan menit yang telah berjalan. Sebanyak itu pula aku merutuki Reyga yang tak kunjung datang menjemputku. Bahkan baterai ponselku hampir sekarat, berkelap-kelip di pojok kanan atas.
Tinggal dua lagi temanku untuk sama-sama duduk di halte ini. Kulirik mereka, satu memainkan ponsel yang kutahu dia kelas sepuluh. Satu lagi tengah berdiri gelisah. Kepalanya berkali menguak ke jalan yang cukup senggang. Langit sudah mulai gelap. Bayangkan saja, betapa menyebalkan posisi ini jika kalian menjadi diriku.
Menunggu, menunggu, dan menunggu.
Menunggu itu hal yang cukup menyebalkan bagi semua orang. Harap cemas menanti sesuatu hal yang belum pasti. Kenyataannya, menunggu itu hampir kita lakukan setiap hari.
Menunggu waktu cepat berlalu ...
Bermacam kita menunjukkan ekspresi akibat suatu persoalan yaitu menunggu. Terkadang menikmati, hingga bosan itu perlahan muncul. Bahkan jika sudah keterlaluan, emosi bisa saja menyusup ke dalam hati.
Emosi? Amarah?
Okey! Aku tak akan menutupinya lagi. Rasa itu perlahan menggerogoti kesabaran yang telah ku bangun.
Reyga bengke!
Apa kalian percaya jika aku menyebut Reyga adalah pacarku?
Sayang sekali, mungkin sebagian tebakan kalian salah. Reyga Arestino Prasetyo adalah sepupuku. Dia seumuran denganku. Tepatnya dia adalah anak dari tante Revina yang merupakan kakak kandung mamaku.
Aku hanya memiliki satu saudara laki-laki yang masih duduk di bangku kelas tiga SMP. Deny Arya Wijaya. Kita terpaut tiga tahun. Aku berada di kelas akhir SMA. Aku adalah Hana Felliana Wijaya.
Cukup! Aku masih belum melupakan kekesalanku pada Reyga. Jam segini dia masih belum menunjukkan keberadaannya? Okey, baiklah, aku akan merebus dia hingga mendidih. Membuat dagingnya terkoyak di beberapa bagian tubuhnya. Dengan darah yang meleleh dengan sendirinya. Oow, sungguh santapan yang sempurna. HAHA.
Aku selalu berimajinasi untuk membunuh Reyga bagaimanapun caranya. Ini adalah fantasi yang cukup gila. Tapi tenang, aku bukan seorang psycho, hanya Reyga satu-satunya objek dalam otakku untuk merencanakan program pembunuhan.
Baiklah, anggap aku jahat. Tak masalah, aku hanya bersikap jahat pada orang terdekatku. Bukankah hal yang seperti itu yang lebih menyakitkan? Haha.
Dan kalian percaya? Oh, ayolah. Aku adalah manusia penakut. Meskipun aku tampak jahat dan jutek di luar, dengan perkataanku yang terkadang menyakitkan. Aku hanya remaja belasan tahun yang bahkan hanya memiliki teman sebanyak dua. DUA. Bukan temanku yang lain memusuhiku karena aku jahat. Tapi karena dua orang itu yang membuatku nyaman.
Hanya mereka yang mampu menembus dinding pembatas yang kubuat sendiri. Aku tidak terlalu populer dikalangan warga sekolah. Tidak juga terlalau introvert.
Aku hanya sudah cukup bahagia dengan keberadaan kukiku. Aku cukup bahagia dengan rumah tanggaku. Dengan sohwa kecil di rumah dan juga kukiku di Korea.
Astaga, imajinasimu sudah level akut Hana!
Haha. Kuki member boyband bts asal korea. Aku cukup mengidolakan dia. Because..
I just love every single things about him. The way he breath. The way he smile. The way he make me laugh with all his jokes, even tho its not funny at all. He changed me to be a different person. And he always have a thousands way to make me fallen for him even more. Thank you, jungkook.💋
Harusnya imajinasi tentang kuki bisa membuat emosiku sedikit mereda. Nyatanya tidak! Reyga masih belum menampakkan Batang hidungnya.
Kulayangkan pandangan mataku pada jam berwarna ungu sedikit kebiruan ini. Aku menatap langit lagi. Kemudian memejamkan mata. Reyga pliss! gue berharaaaapp banget sama lo, cepet terbang kesini.
Saat aku membuka mata, ada sebuah mobil berwarna merah yang sudah berhenti tepat di hadapanku. Seingatku, kalau aku masih belum pikun, mobil Reyga berwarna putih. Sedikit ada modifikasi di beberapa bagian mobilnya. Aku masih jelas mengingatnya. Iya, benar!
Nahloh, mobil siapa di depan ku ini?
Mana si pengemudinya gak keluar-kelua lagi, kan penasaran. Teman menungguku tadi juga tak melakukakan pergerakan untuk menghampiri mobil merah ini.
Okey, Hana! Jangan ngarep. Jangan ngarep dia adalah pangeran yang akan menyelamatkan tuan puterinya. Nyatanya mobil itu melengos pergi. Lah, ngapain dia berhenti tadi?
Serasa gue abis diphpin.
Tak lama setelah mobil tadi menghilang, Reyga pun datang. Akhirnya! Yosh!
Hemm ... Enaknya di bikin apa dia? Reyga bakar atau Reyga penyet?
****
Aku menekuk wajahku terang-terangan. Sedangkan Reyga sama sekali tak mencurigai perubahan raut wajahku. Malah dia kerap tersenyum sendiri ke arah jalanan.
Aku menghela nafas berat. Dia sangat tidak peka. "Abis kemana aja? Jalan sama Andhin?"
Dia menoleh sekilas, sebelum terkekeh sendiri. "Hehe."
Aku memutar bola mata. Baik dia akan menerima lahar panas dariku! "Hehe? Lo tau? Gue nunggu hampir sejam lebih. Astoge Reyga! Otak lo nyangkut di mana?!"
Dia masih senyam-senyum memandang arah jalanan. "Gue cuma nganterin Andhin pulang doang, suwer!"
Andhin adalah pacar Reyga.
"Sebelumnya?" cecarku masih tak percaya ucapannya.
"Yah, gue abis jajanin dia es krim sih."
"Tuh kan! Ganti rugi waktu berharga gue. Tadi tuh, bisa kali dibuat nontonin video kuki sebanyak hampir tujuh kali, kalo durasinya sekitar sepuluh menitan semua. Gak mau tau! Pokoknya lo harus beliin gue es krim juga!"
Tak habis pikir, gimana dia bisa asik kencan kalo gue ditinggal sendirian! Apa dia gak mikir? Ntar kalo sepupu unyunya ini diculik orang gimana? Sepertinya aku harus membuat lubang di tempurung kepalanya, mengoyak pelan dengan kuku cantikku sebelum nanti membunuhnya!
"Gitu aja udah ngambek. Perasaan tadi gue sama Andhin bentaran doang deh," ucapnya sedikit ragu.
"Bentar tapi sejam lebih!" aku memukul lengannya dengan tasku.
Dia melotot, kubalas dengan menjulurkan lidah. "Eh, curut! Main tabok aja. Gue Kasih upil baru tau rasa lo!" dia berucap sambil menampilkan senyum menyebalkan.
"Jorok!"
****
Dari sekian hari, kenapa harus hari ini? Kenapa hari ini harus turun hujan? Kenapa hujan gak jatuh di hari kedelapan aja sih, dimana jumlah hari cuma ada tujuh buah.
Gue apayah ... Gue gak terlalu suka sama yang namanya hujan! Mungkin sedikit membencinya. Selain bikin jalanan becek, cipratan demi ciptaran yang kadang bikin kotor suatu barang itu bener-bener menggangu.
Sepatu gue yang tadinya warnanya putih jadi sedikit kecoklatan. Seragam yang tadinya sangat nyaman jadi sedikit basah. Belum lagi rambut, kepala. Bisa jadi demam kalo misal tubuh kita gak fit. Banyak deh masalah yang ditimbulkan cuma gegara hujan!
Hujan adalah sesuatu yang membuat aku tak bersemangat menjalani aktivitas.
Diperparah tadi, Fitri Aulia Puteri yang merupakan teman sebangkuku absen. Dia sakit. Tak heran, kemarin memang dia muntah habis-habisan. Berkali aku mengantar dia ke kamar mandi. Pada akhirnya, aku mutuskan untuk membawa dia ke uks. Melihat teman sendiri seperti itu, aku tak tega. Fitri adalah salah satu dari kedua biji temanku. Dia satu-satunya orang yang mengerti diriku luar dalam di masa SMA ini.
Aku memandang hujan dengan bosan. Jendela di sampingku sedikit berembun. Kapan hujan akan berhenti turun? Yah, meskipun hanya air, tapi itu kurang menyenangkan.
Jam pelajaran di kelasku kosong, benar-benar sesuatu yang membosankan. Hanya memandangi hujan. Kulirik Shinta Fransiska Aditya, anak itu tengah bercengkrama dengan beberapa teman lelaki di kelasku. Memainkan kartu berwarna warni yang kutahui bernama Uno.
Tak heran, Shinta adalah cewek yang cukup menarik perhatian. Wajah Ayu chinesenya tak ada yang mampu menolak. Dia adalah biji ke dua setelah Fitri, yang empat bulan belakangan berteman baik denganku.
Aku menelungkupkan kepala di atas meja. Bersiap menyumpal telingaku dengan earphone. Lebih baik aku mendengarkan musik dari pada suara hujan! Perlahan aku memejamkan mataku.
Aku tak peduli kelasku. Aku tak terlalu memusingkan hal itu. Aku lebih suka asik dengan duniaku sendiri. Dan duniaku cukup hanya aku yang mengerti.
Entah sudah berapa lama aku memejamkan mata. Yang pasti, sekarang kondisi kelasku sudah mulai sepi. Aku mendapati Shinta yang tadi membangunkanku.
Dia bersiap pulang.
"Han, gue duluan ya gue udah dijemput Samuel." Dia melambai. Kubalas dengan anggukan.
Sudah kubilang bukan kalau hujan selalu mempengaruhi suasan hatiku. Dan lihat, tetes air itu masih betah untuk menjatuhkan diri ke bumi.
Baiklah, aku akan menerobos hujan ini menuju halte. Menunggu Reyga.
Sesampainya di halte, bibirku otomatis melengkung ke bawah. Sepi. Hanya aku yang akan menunggu jemputan sendirian. Okey, salahku sendiri sih aku tertidur cukup lama tadi. Sabar Han, sabar.
Menunggu lagi.
Menunggu itu menyenangkan kok. Bisik hati kecilku. Kubuka lock screen di ponselku. Bersiap menghubungi Reyga.
Tapi aku lebih dulu mendapat pesan dari nomor yang tidak kukenal.
From:
+6289674xxxxxx
Eh curut! tungguin bentar, mobil gue mogok. Tp kalo lo mau sih, atau mending lo naik angkot atau taksi aja deh. Ujan deres ini.
Reyga ganteng.
Ini bukan nomor Reyga.
Ada-ada saja mobil mogok. Palingan juga dia kencan sama si Andhin lagi!
to: +6289674xxxxxx
Beneran mogok? Terus gue gmn?
Ku tengok kanan kiri, sekolah mulai sepi. Angkot pun sudah jalan dari tadi. Kurasa angkot tidak akan muncul lagi kalau kondisinya seperti ini. Kemungkinannya kecil.
Kalo tau gini mending tadi langsung naik angkot aja. Dasar Reyga bego! Kenapa gak dari tadi ajah ngasih taunya sih! Ah, gue tadi ketiduran yah? Kenapa juga gue tadi tidur! Kampret!
from: +6289674xxxxxx
Diem di situ. Gue yg jmpt
Lah, tadi katanya gak bisa jemput. Kok ini di suruh diem. Baiklah, baikalah kawan semoga dewi fortuna memihak ke arahku.
Kalaupun aku diculik aku akan siap lahir batin. Kalaupun nanti aku akan di mutilasi, aku akan sedikit bersabar. Pesanku untuk mama hanya semoga beliau memaafkan segala kesalahanku ketika aku menjadi anaknya. Dan untuk Reyga, aku akan menghantuinya!
Ketika aku berpusing ria dengan pikirkanku, ada sebuah mobil berhenti di hadapanku. Aku memejamkan mata sambil merapal doa. Semoga dia bukan penculik.
Ku dengar derap langkah kaki perlahan mendekatiku. Aku takut untuk membuka mata.
"Ayo pulang, gue anter," ucap orang itu. Aku mengernyit, ini suara cowok.
Aku mengintip sedikit. Sebelah mataku terbuka. Dan aku terkesiap.
*****
*puvy
Hai hai:D komen, vote juga yah. Masih amatiran;)
Thanks udah baca:D
Ini udah aku edit lagi, soalnya kemaren bahasanya acak-acakan 😂ada sedikit yang berubah. Tapi untuk jalan ceritanya masih sama kok 😊😍
Oiya, @atterra nggak mau namanya di sebut. Padahal dia cukup membantu. Okey, sekian.
Happy reading guys 😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top