Extra Part Nostalgia (1)

Hana Pov

Saat kamu tak ada, aku mencoba untuk merelakan kepergianmu. Aku mencoba untuk lebih banyak tersenyum. Walaupun kamu tak ada di sini. Walaupun kamu seolah hilang ditelan bumi.

Hanya sekitar satu sampai dua bulan kita berkomunikasi setelah kamu di Jerman. Lalu setelahnya, Booomm!! kamu seakan hilang ditelan waktu. Aku tidak terkejut, tentu saja aku sudah menerka kemungkinan terburuk yang akan terjadi di antara kita. Mengingat kamu seringkali menghilang dan muncul tiba-tiba.

Tapi aku yakin, kamu di sana berjuang. Aku yakin kamu melakukan hal berguna di sana. Aku teringat kala itu kita saling memandang dan bertukar cerita lewat Skype tentang kamu yang menceritakan perjuanganmu untuk bisa belajar di sana. Tentu saja dengan berbagai ekspresi konyol kamu yang sangat menghibur itu.

Tetes air membasahi jendela kamarku.

Ah, tak terasa rupanya, ya? Ini musim penghujan pertama setelah kamu pergi.

Aku tersenyum. Hujan kembali mengingatkanku padamu. Kamu yang selalu cerewet tentang aku yang tidak suka hujan.

Rinduku ini hanya mampu kuwakilkan melalui hujan.

Mungkin di sana belum ada hujan, mungkin di sana masih musim gugur. Yang jatuh adalah dahan pohon berwarna oranye kecokelatan sedangkan di sini buliran air yang berbentuk oval dengan sedikit runcing di atasnya. Ia sangat rapuh. Ketika jari tangan kita menyentuhnya maka bulir air itu akan pecah, merembes membasahi permukaan tangan dan akan menyisipkan sedikit kehangatan.

Ingatanku terputar lagi ketika kala itu kita berada di atap gedung sekolah. Aku masih merasakan kehangatanmu. Pelukanmu yang menenangkanku masih membekas. Seolah telapak tanganmu yang menyentuh bahuku masih di sini, terasa sekali ketika aku menyentuhnya lagi. Aku hanya mampu tersenyum mengingatnya. 

Kala kamu memberikan kalung dengan huruf H. Aku masih belum mengerti apa maksud dari hal itu. H awalan namaku atau H untuk hujan? Ah, kamu memang seperti Dhika yang sangat membingungkan, penuh teka teki. Berulangkali aku menanyakan hal itu kepadamu tapi tetap saja tak kutemukan jawabannya. Kamu seolah enggan memberikan jawaban.

"Nanti. Aku kasih tahu jawabannya. Aku serius, aku gak akan bohongin kamu, sayang."

Bolehlah aku berkata jujur? aku sedikit merona ketika kamu berbicara begitu padaku dua bulan setelah kepergianmu melalui telepon. Astaga, hal ini sangat memalukan. Mengingat betapa aku terus-terusan merona. Apalagi ketika aku mengingat pengakuan cinta kita di bawah hujan. Oh, cukup! Aku tak sanggup meneruskan. Pipiku semakin panas.

Ingatanku kembali terputar ketika prom night. Kamu terlihat begitu menawan. Aku sungguh bahagia. Bahkan potret bersama kita waktu itu aku abadikan dalam sebuah album buatanku sendiri. Aku tak mungkin melupakan malam indah itu dan segala sikap manismu kepadaku.

Namun yang tak kusangka, kenapa kamu baru mengatakan tentang kepergianmu mendekati hari H. Bahkan, waktu itu ketika kamu mengatakannya aku masih saja tak percaya. Setidaknya dari awal kamu harusnya bilang padaku, bahwa kamu sedang mengejar scholarship. Kamu tak pernah berkata apapun padaku mengenai dunia perkuliahan. Rencanamu di masa depan, mimpi-mimpimu, dan segala pencapaianmu.

Aku sadar, dulu aku memang bukan siapa-siapa. Hanya seorang teman. Tapi bukan berarti kamu harus menyimpan semuanya sendiri. Aku partner yang cukup handal untuk diajak berbagi. Tentang masalahmu, keluh kesahmu, bahagiamu. Aku akan berusaha.

Hanya saja, kenapa kamu selalu menampilkan wajah ceria dan bahagia ketika di depanku? Seolah kamu tak pernah punya beban yang berat. Aku yakin, kamu sebenarnya punya masalah sendiri. Entah masalah internal seperti keluarga atau eksternal seperti dengan teman-temanmu.

Ah, iya, waktu itu aku bukan siapa-siapa.

Kenapa akhir-akhir kamu selalu mampir di pikiranku? Apa kamu baik-baik saja di sana? Kuharap kamu baik-baik saja. Aku pernah membaca kalau kekuatan doa itu di atas segalanya. Doa bisa mengalah apa pun marabahaya itu. Aku di sini akan selalu menunggu kabarmu. Apa sikapku ini terdengar konyol? Entahlah, aku tak tahu harus bersikap selerti apa.

Yang perlu kamu tahu, aku di sini baik-baik saja. Dan aku masih selalu merindukan kamu.

Ah sudah berapa kali aku bilang bahwa aku merindukan kamu? Yang jelas ada sebuah fakta yang tak bisa kuelakkan lagi seberapa kuat aku mencoba tetap saja hasilnya sama. Aku merindukan kamu.

Dhika ...

Cepatlah kembali ...

*
*
*

Puvy

Hallo guys puvy balik lagi  ^^ aku kangen sama Hana Dhika :"

Fyi, kemarin udah aku publish part ini. Tapi ternyata nggak ada notiv jadi aku publish ulang. Dan kabar buruknya, waktu aku cut beberapa bagian itu ada yang hilang :( sedih aku tuuu, hiks

Jadi kalo kalian ada yang baca part ini kemarin, mungkin ada sedikit yang beda soalnya aku tulis ulang lagi.

Baiklah salam kangen dari puvy :* :* :"

Maafkan segala typo ku, ingetin aja puvy kalau ada yang typo :"

Jangan lupa tinggalkan jejak guys ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top