((7.b))
Senyuman licik terbit di bibir Rebecca saat memperhatikan Alvin sudah tertidur lelap di sampingnya. Tanpa sepengetahuan Alvin, Rebecca mengambil ponsel pria itu. Rebecca kemudian mengarahkan kamera kepada Alvin yang terlelap tanpa pakaian, Rebecca merebahkan dirinya di samping Alvin, dengan rambutnya yang terurai dan acak-acakan, dia mengambil foto mereka berdua.
Rebecca tersenyum puas terhadap hasil jepretannya sendiri, kemudian dengan lancangnya, dia kontak yang tertulis nama 'my wife' di sana.
"Aku terlalu lelah menunggu kalian berakhir," kata Rebecca dengan senyuman licik. "Mas Alvin terlalu lama berpikir dan terlalu lama membuat keputusan, mungkin dengan cara ini, wanita itu akan menggugat cerai lebih cepat."
Tanpa pikir panjang, Rebecca menekan kontak itu dan mengirimkan dua foto yang baru saja diambilnya.
Senyum licik kembali terbit di bibir Rebecca.
"Ayo kita lihat apa reaksinya, aku yakin dunianya akan runtuh, istri mana yang akan menerima suaminya tidur dengan wanita lain."
Rebecca mengatakan itu sambil melihat foto keluarga yang dijadikan Alvin sebagai wallpapernya.
Sementara di lain tempat, Dayu begitu setia duduk di samping Arseno yang harus dirawat malam ini. Kondisi panas Arseno yang naik turun, tidak memungkinkan bagi Dayu untuk membawanya pulang.
"Sebaiknya kau pulang, Bastian. Bukannya besok kau akan bekerja," kata Dayu pada Bastian yang tengah duduk bersandar di sofa kecil sambil memainkan ponselnya.
"Saya akan pulang jika Mas Alvin sudah datang, saya tidak mungkin meninggalkan Mbak di sini sendirian. Mama sudah tau Arseno masuk rumah sakit, tapi beliau masih berasa di Bogor. Besok pagi baru ke sini."
"Iya, tak apa-apa. Jangan pikirkan aku, kau juga butuh istirahat," kata Dayu pada bastian yang sudah dianggap seperti adik kandung sendiri.
"Ini sudah jam 1 malam. Bagaimana bisa Mas Alvin tidak mengangkat telepon sama sekali?"
Dayu sama sekali tidak menanggapi dan dia pun tidak ingin membuka mulut terkait pernikahannya di ambang perceraian.
"Apa Mas Alvin belum juga tidak menelpon Mbak dari tadi?"
Dayu menggeleng. "Mungkin dia tengah sibuk, atau lembur kerja ... mungkin ...."
"Lembur apa yang makan waktu sampai jam 1 malam, jika dia sudah sampai di rumah pun, dia pasti akan bertanya-tanya, kenapa tidak ada Mbak dan Arseno di rumah, pasti dia akan menghubungi lebih dulu, tapi sampai saat ini tidak ada kabar sama sekali."
Bastian menampakan wajah yang sangat kesal.
"Bisa jadi dia telah mengirimkan pesan Mbak, coba periksa HP Mbak terlebih dahulu," kata Bastian sekali lagi.
Dayu yang sejak beberapa jam mengabaikan hp-nya, kemudian mengambil tasnya yang berada di atas nakas rumah sakit. Ada dua pesan di sana dan pesan itu berasal dari nomor Alvin.
Dayu membuka pesan itu. Dia merasakan luka luar biasa, kakinya bergetar menahan rasa yang tidak bisa dijelaskan, sampai dia tidak lagi memiliki kekuatan untuk menopang tubuhnya, dia mencari dinding untuk berpegangan, disertai dengan jatuhnya ponsel itu dari tangannya. Apa yang baru saja dilihatnya, membuat dunianya runtuh seketika. Hatinya hancur tak berbentuk.
Meihat reaksi itu, Bastian merasa ikut terkejut.
"Siapa, Mbak? Ada apa, Mbak?" katanya berulang kali dengan nada tak sabaran.
Dayu tak kunjung menyahut, Bastian tak punya pilihan selain memungut ponsel Dayu yang terjatuh.
Dayu berusaha menguasai diri agar tidak menangis sejadi-jadinya. Dia tahu bahwa hati Alvin bukanlah miliknya lagi, tapi melihat dengan mata kepala sendiri apa yang ada di dalam foto itu, membuat dirinya sangat hancur. Alvin yang sengaja mengirim fotonya bersama wanita lain, dengan keadaan tengah tidur bersama dalam keadaan tanpa berpakaian.
"Kamu bisa memeriksa sendiri, Bastian, inilah Alasannya kenapa dia sampai saat ini belum datang ke rumah sakit menjenguk anaknya yang sedang dirawat." Dayu akhirnya membuka mulut dengan suara yang bergetar.
Tak menunggu lama, Bastian pun menyalakan ponsel Dayu. Alangkah terkejutnya Bastian melihat itu, sepasang manusia yang tidak terikat tali pernikahan, tengah tidur bersama dalam keadaan hanya ditutupi oleh selimut berwarna putih.
"Kurang ajar," kata Bastian sambil mengepalkan tangannya. Dia bahkan meremas ponsel Dayu seakan ingin menghancurkan benda yang telah menerima foto itu.
"Saya akan mencarinya malam ini juga, dengan berbagai cara akan memksa ke sini, bahkan ... Jika saya mematahkan kakinya, dia harus merangkak melihat anaknya sendiri!"
"Jangan ...!" kata Dayu mencegah, menyentuh bahu Bastian.
"Kenapa jangan, Mbak?"
"Jangan lakukan apa pun," kata Dayu memelas.
"Mohon maaf, Mbak. Saya bertindak bukan sebagai orang yang membela Mbak, tapi sebagai seorang adik yang merasa terhina dengan perlakuan kakaknya. Apa maksud Mas Alvin mengirimkan fotonya dengan wanita lain kepada Mbak, padahal anaknya sedang sakit? di mana otak Mas Alvin? wanita mana yang telah membuatnya seperti orang yang sudah tidak waras?" Suara Bastian meninggi.
Dayu tidak bisa menahan Bastian yang pergi begitu saja dalam kondisi yang sangat marah. Sepeninggal Bastian, Dayu tidak bisa menahan ledakan tangisnya. Hatinya sudah hancur berkeping-keping dengan perlakuan Alvin. Ternyata ketika melihat dengan mata kepala sendiri orang yang dicintai berselingkuh dan tidur dengan wanita lain, rasanya seperti nyawa yang telah dicabut dari raga. Kenapa pria itu tega menyakitinya separah ini? Bukankah dulu dia pernah mencintainya dengan jiwa dan raga? Tapi sekarang berniat membunuhnya dengan perlakuan yang amat .
***
Target
550 vote
100 komen
Baru lanjut
Yuk, silent readers, vote gratis kok. Tinggal tekan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top