10. Dokter Tama
Violet mendorong meja beroda tempat dia membawa peralatan mandi menuju kamar 013. Kamar itu adalah kamar VIP yang hanya diisi satu tempat tidur.
Mata Violet menyapu seluruh ruangan, tidak tampak ada yang menjaga pasien di kamar ini. Hanya ada pasien seorang anak perempuan berambut panjang sedang duduk di tempat tidur menghadap ke kepala tempat tidur, membelakangi Violet yang sedang berjalan perlahan mendekatinya.
"Selamat pagi," sapa Violet.
Dia memeriksa data pasien yang bernama Celia itu. Usianya sembilan tahun. Violet mengernyit, seingatnya kemarin bukan ini pasien yang ada di kamar ini. Ataukah dia lupa?
"Halo Celia, bagaimana tidurnya semalam? Nyenyak nggak?" tanya Violet. Dia mendekati anak itu berusaha melihat wajahnya.
Akhirnya anak itu menoleh.
"Semalam aku nggak tidur," jawab anak bernama Celia itu.
"Kenapa nggak tidur? Kamu susah tidur?" tanya Violet, dia memasang wajah ramah penuh senyum.
"Aku diajak main Elsa." Jawaban Celia membuat jantung Violet berdesir.
Diajak main? batinnya.
"Elsa itu siapa? Apa dia pasien di sini juga?"
Celia mengangguk. Violet tersenyum.
"Seharusnya kalau malam kalian tidur. Harus banyak istirahat supaya cepat sembuh. Jadinya, pagi-pagi segar lagi. Setelah mandi dan sarapan, baru boleh main. Yuk, mandi dulu. Sebentar lagi waktunya sarapan."
Celia menurut. Dia membuka sendiri pakaiannya, lalu membiarkan Violet mengelap seluruh tubuhnya dengan air hangat. Violet agak terkejut saat merasakan tubuh Celia dingin. Mungkin karena ruangan ini ber-AC.
"Papa dan mama kamu mana? Semalam nggak ada yang nungguin kamu di sini?" tanya Violet sambil memakaikan baju ganti ke tubuh Celia yang sudah selesai dilap hingga bersih.
Celia hanya menggeleng.
"Oh, mama dan papa kamu semalam nggak nemenin kamu ya? Tapi nggak apa-apa. Celia nggak takut kan sendirian di kamar ini. Ada suster yang jagain."
"Semalam aku ditemenin Elsa," sahut Celia.
Violet kembali mengernyit mendengar nama itu. Dia menjadi penasaran yang mana pasien bernama Elsa yang semalam menginap di kamar ini. Pasien yang sudah dia mandikan, tidak ada yang bernama Elsa.
Mungkin Suster Diana yang mandiin Elsa, batin Violet.
"Selamat pagi, Little Princess," sapaan lembut itu membuat Violet seketika menoleh. Matanya membelalak melihat siapa yang sudah berdiri di sampingnya dan memandangi Celia sambil tersenyum.
"Dokter Tamaaa," sahut Celia antusias. Wajah murungnya mendadak berubah menjadi cerah. Dia tersenyum lebar hingga giginya yang ompong satu di bagian depan terlihat jelas.
Violet kembali melirik dokter tampan yang menyapanya kemarin. Dokter itu menangkap lirikan Violet. Dia pun memberikan senyum hangatnya pada Violet.
Dokter Tama? Jadi itu namanya? kata hati Violet.
"Dokter sudah datang?" ucap Violet berusaha menutupi rasa canggungnya.
"Jadwal saya hari ini memeriksa anak-anak pagi-pagi," sahut dokter yang disebut Dokter Tama oleh Celia itu.
"Jadi, Dokter Tama ini, dokter anak?"
Dokter tampan itu kembali tersenyum dan mengangguk.
"Dokter Tamaaa. Aku ngantuk!" Celia berteriak seperti sengaja karena merasa diabaikan oleh dokter Tama yang sibuk berbincang-bincang dengan Violet.
"Hei, Celia. Oke, kalau kamu ngantuk, tidur aja ya. Tapi dokter periksa dulu sebentar keadaan kamu," sahut dokter tama. Dia menempelkan stetoskop ke dada Celia untuk memeriksa detak jantungnya.
Setelah selesai diperiksa, Celia langsung terlelap.
"Tapi dia belum sarapan dan minum obat," kata Violet.
"Biarkan saja dia tidur dulu. Kalau ditunda, nanti dia malah jadi nggak bisa tidur," sahut dokter Tama sambil merapikan selimut yang menutupi tubuh Celia.
Dokter Tama menuliskan hasil pemeriksaan kondisi Celia di catatan datanya.
"Celia sudah tidur, saya akan ngecek anak lain. Permisi, Suster Vio," kata dokter Tama lagi. Lalu tanpa menunggu Violet menyahut dia berbalik dan berjalan keluar kamar itu.
Violet mengecek lagi keadaan Celia sebelum akhirnya keluar dari kamar itu. Celia adalah pasien terakhir yang harus dimandikan. Setelah membereskan peralatan mandi, Violet kembali ke meja jaga. Suster Diana juga sudah ada di sana.
"Suster Diana, apa tadi Suster memandikan anak bernama Elsa?" tanya Violet, tiba-tiba dia teringat Elsa yang telah mengajak Celia bermain semalaman.
Wajah Suster Diana tampak berpikir sejenak.
"Elsa? Aku kok nggak ingat ya ada anak namanya itu," jawabnya.
"Tadi Celia bilang semalam dia nggak tidur karena diajak main Elsa. Jadinya, setelah mandi dia langsung ngantuk. Belum sempat makan dan minum obat, dia sudah tidur."
Suster Diana tampak tak senang mendengar ucapan Violet. Dia sudah bertekad akan menghindari topik pembicaraan mengenai hal-hal janggal. Dia tak mau mengingat apakah anak yang tadi dia mandikan ada yang bernama Elsa atau tidak.
"Anak-anak biasanya suka berkhayal. Mungkin itu teman khayalannya," sahut Suster Diana mengisyaratkan tak ingin membahas tentang anak bernama Elsa.
"Mungkin juga ya. Aku selalu kasihan tiap kali lihat anak dirawat di rumah sakit tapi nggak dijaga orang tuanya. Kok tega gitu, di rumah mereka tidur nyenyak, sementara anaknya yang sakit sendirian di rumah sakit," kata Violet.
"Jangan menghakimi orang dari melihat luarnya aja. Siapa tahu orang tuanya memang sibuk banget. Mungkin ayahnya kerja lembur, ibunya harus mengurus adiknya yang baru lahir. Jadinya mereka nggak sempat nemenin anaknya. Lagipula, kan sudah ada suster yang jagain anak-anak mereka."
Violet mengernyit sesaat, tetapi diam-diam dia mengakui, ucapan Suster Diana itu ada benarnya juga.
Namun untuk lebih yakin, dia mengecek semua pasien anak satu per satu. Benar saja, dia tidak menemukan anak bernama Elsa.
Violet tak tahu apakah yang menemani Celia semalam hanya teman khayalan, ataukah salah satu hantu anak-anak yang dia lihat malam itu?
Violet baru selesai mengecek pasien anak di kamar 014. Dia baru keluar dan menutup pintu, saat dia melihat seorang anak berdiri di depan kamar 013, kamar Celia.
Dia memicingkan mata, dia hanya melihat anak itu dari samping karena anak itu menghadap pintu kamar 013. Dia merasa mengenali pakaian anak itu. Seketika matanya membelalak. Anak itu ...
Violet tersentak saat anak itu menoleh dan menatapnya tajam, bibirnya terkatup rapat. Anak itu adalah roh gadis kecil berkepang dua!
Tiba-tibe terbetik begitu saja sebuah ide dalam kepala Violet. Bagaimana jika roh gadis kecil berkepang dua itulah yang bernama Elsa?
"Elsa?" ucapnya sambil tanpa takut menatap mata legam roh anak perempuan berkepang dua itu.
Roh itu tak menyahut. Matanya menyipit menatap tajam, mulutnya mengatup rapat tampak geram. Roh itu bergerak mundur dengan sangat cepat. Hingga akhirnya menghilang dalam sekejap mata.
Apakah roh gadis itu yang bernama Elsa? batin Violet.
Dia mencatat dalam hati satu hal lagi yang harus dia selidiki. Apakah pernah ada pasien anak perempuan bernama Elsa di rumah sakit ini. Tentu tak mudah menyelidikinya. Karena dia tidak bisa menebak kapan gadis kecil itu mati. Gaun yang dikenakannya bisa ada di tahun kapan saja.
Selain itu, andai dia memeriksa daftar pasien yang pernah dirawat di rumah sakit ini, dia tidak tahu seperti apa wajah anak-anak yang ada dalam daftar itu karena tidak akan ada fotonya.
Di jam jenguk pagi, orang tua semua anak yang menjadi pasien di ruang ini datang menjenguk. Kecuali Celia. Tak ada siapa pun yang datang menjenguk gadis itu. Violet heran, orang tua Celia tak peduli pada anaknya yang sedang sakit.
Dia masuk ke kamar Celia yang luas. Matanya menyipit melihat Celia duduk di tempat tidur dan tampak berbicara sendiri.
"Celia?" panggil Violet.
Celia menoleh, tatapannya ke Violet terlihat kesal.
"Suster bikin temanku pergi!" katanya tampak kesal.
"Teman kamu yang mana?" tanya Violet heran karena dia tak melihat siapa pun di sekeliling Celia.
"Elsa! Dia nggak suka ada orang lain masuk sini. Dia cuma mau main sama aku!"
Violet mengernyit heran. Kenapa dia tidak bisa melihat Elsa?
Mungkin Elsa cuma teman khayalannya? batin Violet. Karena jika Elsa mahluk halus, dia pasti bisa melihatnya.
"Aku cuma khawatir karena orang tuamu nggak datang menjengukmu," kata Violet.
"Pergi, Suster. Aku mau main sama Elsa! Jangan ganggu aku dan Elsa!"
Violet mengangguk, lalu dia berbalik dan berjalan cepat keluar pintu.
Nggak apa-apa. Dia cuma main sama teman khayalannya, ucapnya dalam hati.
Namun aneh, rasa was-was di hatinya belum juga hilang.
**=======================**
Jumpa lagi dengan lanjutan kisah Violet.
Selamat baca.
Buat teman-teman yang sudah setia nunggu dan baca terus cerita ini, terima kasih ya. Terima kasih juga buat yang dah kasih komen dan vote.
Salam,
Arumi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top